Intisari-Online.com - Perang urat syaraf antara pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump menunjukan antiklimaks.
Dalam kondisi paling terkini, saat Korut maupun AS seolah menunjukkan indikasi ingin saling serang, tiba-tiba Trump memberikan opsi ingin bertemu Kim Jong Un.
Ia bahkan merasa terhormat jika bisa menemui pemimpin Korut yang gemar melakukan uji coba rudal termasuk rudal nuklir itu.
(Baca juga: HABRINK/1, Agen CIA dari Indonesia untuk Memata-matai Uni Soviet)
Sikap lunak Trump ini termasuk mengejutkan mengingat sebelumnya ia sudah tidak betah dengan “politik kesabaran” dalam menghadapi Korut.
Selama dipimpin mendiang Kim Jong Il, ayah dari Kim Jong Un, Korut sudah sering membuat masalah, terutama melalui program persenjataan nuklirnya tapi selalu disikapi dengan sabar oleh AS.
Baik AS maupun negara-negara sekutunya, sudah paham jika Korut membuat ulah dengan persenjataan nuklirnya.
Tujuan utama Korut adalah menggiring AS dan sekutunya ke meja perundingan. Jika sudah begitu, keuntungan bisa diambil oleh Korut.
Dari perundingan itu, Korut biasanya berjanji tidak akan melakukan uji coba nuklir atau mengancam negara lain mengunakan rudal nuklir jika ada kompensasinya.
Biasanya kompensasi itu langsung disetujui AS dan sekutunya dengan diam-diam memberikan bantuan keuangan atau logistik makanan dalam jumlah besar kepada Korut.
Tampaknya strategi premanisme Korut tetap diteruskan oleh Kim Jong Un melalui cara yang lebih brutal.
Ia mengobral puluhan rudal untuk diuji tembak dan juga menguji ledakan nuklir.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR