"Karena kami berpacu dengan waktu dan harus membayar perajin juga. Tapi, terkadang kalau saya mendapat pesanan dengan desain yang unik dan sulit justru membuat saya senang dan tertantang," ujar pria kurus berambut lurus ini.
Untuk pasar ekspor, sebagai bisnis mikro, Asep masih belum memiliki kemampuan untuk mengekspor langsung ke luar negeri.
Beberapa kali Asep menjadi hub ke orang lain. Dia membuat sejumlah produk sesuai pesanan pengepul untuk digabungkan dengan produk milik perajin lainnya.
Dari situ produk dikirim ke Jakarta untuk diekspor. Perajin akan mendapatkan uang dari hasil penjualan produk dari kesepakatan di awal dengan pihak yang akan mengekspor tersebut.
Misalnya, dia pernah mendapat pesanan sekitar 300 unit gerabah yang harus diselesaikan dalam 1,5 bulan. Tiap minggu dia mendapat cicilan pembayaran dari total proyek yang telah disepakati. Proyek seperti ini bisa dia dapatkan enam kali dalam setahun.
Omzetnya lumayan, sekali menjalankan proyek pesanan seperti ini bisa mencapai Rp20 juta-Rp25 juta, tergantung dari jumlah produk yang diminta.
"Kalau sebagai hub ini sudah banyak kami kirimkan ke luar negeri seperti baru-baru ini untuk dikirim ke UK," ujarnya.
Ke depannya Asep hanya ingin usahanya ini terus berjalan maju meski perlahan. Modalnya, tetap menjaga kualitas dan berinovasi. Dengan begitu, pasar pun diharapkan bisa terus tercipta, baik di dalam maupun luar negeri.
(Rizki Caturini)
Source | : | kontan.co.id |
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR