"Menarik sekali kalau kami bisa mewawancarai Bimo. Apa kamu tahu di mana alamatnya?" tanya Subandi lagi.
"Saya enggak tahu, soalnya kami belum akrab. Nanti kalau sudah tahu, saya beri kabar deh," kata anak itu seakan-akan memberi janji. Padahal di benak Chandra saat itu langsung melintas bayangan Bimo, yang memiliki tanda-tanda fisik seperti yang disebutkan oleh kedua lelaki itu.
"Tapi jangan bilang dulu sama dia kalau kami mau mewawancarainya!" pesan Subandi. "Yang penting kami ingin bertemu dengannya."
Sampai di depan Wisma Dharmala, Subandi mengarahkan mobilnya ke jalur lambat dan berhenti di depan halte. Setelah memberi Chandra uang dan berjanji menjemputnya kembali besok, mereka pun berpisah.
Chandra jadi penghubung
"Mungkinkah Bimo itu Wisnu yang kita cari, Ban?" tanya Santo kepada Subandi.
"Siapa tahu. Mudah-mudahan, melalui Chandra kita bisa mengungkap kasus ini. Kita tunggu saja kabar darinya," jawab rekannya.
Apa yang diperoleh hari ini mereka laporkan pada Setyohadi. Sejauh ini Sugondo pun belum menghubungi mereka lagi. Seperti yang dijanjikan kemarin, keesokan harinya Chandra sudah menunggu di tempat yang ditentukan. Wajahnya kelihatan gembira.
"Pak, saya berhasil bertemu Bimo," katanya dengan antusias.
"Ia tinggaldi daerah Pasar Jumat, Ciputat, bersama ibunya. Katanya sih, ia pindah dari tempat semula karena tidak ingin bertemu lagi dengan seorang pelanggan yang dibencinya. Kalau Bapak ingin bertemu, nanti saya antar ke tempat di mana dia biasa mangkal," kata Chandra.
"Bagaimana kalau kita cari besok pagi? Lebih cepat lebih baik," kata Santo antusias.
"Yoi," kata Chandra dengan lagak anak Jakarta.
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR