Sesampai di tempat biasa Chandra segera melompat turun setelah mengantongi imbalan. "Ingat besok pukul 06.00 di tempat biasa, ya!" teriak Santo dari jendela.
"Siplah!" sahut pemuda tanggung itu sambil melambaikan tangan.
"Rasanya kita semakin dekat dengan sasaran, meskipun kita belum bisa memastikan apakah Bimo itu Wisnu," kata Santo.
"Ya, kita mesti menahan rasa ingin tahu semalam ini lagi," jawab Subandi.
Keesokan harinya dengan penuh semangat kedua polisi ini segera meluncur ke tempat yang dijanjikan. Di halte yang biasa, Chandra sudah menunggu. Melihat "teman-temannya" datang, dengan cekatan Chandra segera masuk ke mobil itu.
"Ke mana kita?" tanya Subandi.
"Ke arah Ciputat, Pak. Sambil jalan nanti saya tunjukkan di mana Bimo biasa menunggu kendaraan umum yang akan membawanya ke tempat ia biasa mangkal," jawab Chandra.
Untuk menghindari kemacetan, Subandi mengambil jalan tikus. Kira-kira 100 m setelah Restoran Situ Gintung, tiba-tiba Chandra memberi aba-aba. "Di gang sebelah depan kita berhenti, Pak. Rumah Bimo ada di dalam gang itu. Mudah-mudahan ia belum berangkat, karena sesuai perintah Bapak saya tidak mengatakan kalau Bapak akan datang ke tempatnya," kata Chandra.
Baca juga: [Perkara Kriminal] Kematian Gadis 9 Tahun: Kuncinya Ada di Percikan Darah di Kamar Couey
Mereka segera memarkir kendaraan sedekat mungkin, agar bisa mengamati Bimo dengan baik. Belum sampai sepuluh menit menunggu, Chandra segera berkata sambil menunjuk pada seorang pemuda tanggung, "Itu dia Bimo."
Meskipun hanya berkaus dan bersandal jepit, pemuda tanggung itu memang berpenampilan bersih. Setelah berembuk, akhirnya disetujui Chandra memanggil anak itu.
"Bim! Bimo!"
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR