Waktu "Nomor 7" berjalan-jalan di pekarangan, di dapur yang terletak di ruang bawah tanah yang ada di depan gedung penjara, makan siang tengah disiapkan. la diperbolehkan makan apa saja yang disukainya selama makanan itu tidak menyimpang dari aturan dokter yang setiap minggu memeriksanya.
Orang Amerika, Inggris dan Prancis membawa semua makanan mereka dari tangsi. Tapi di saat giliran orang Rusia yang jaga, logistik kurang lancar, sehingga bahan makanan "Nomor 7" terpaksa harus dibeli di toko biasa di Berlin.
Acara TV pun dijatah
Pada pukul 11.30, waktu berjalan-jalan habis. Dengan gerak lamban, kembali ia menaiki tangga pilin, meletakkan tongkat penyangga dan mantel di ruang ganti baju, membuka sepatu, lalu berbaring di tempat tidur.
"Kepala jaga" menata makanan. Sejak beberapa tahun belakangan ini, "Nomor 7" hanya boleh makan dengan pisau di bawah pengawasan. Soalnya, ia pernah dua kali mencoba bunuh diri. Itulah sebabnya untuk acara makan, ia cuma diberi sebuah sendok.
Baca juga: Kisah Pilu Atlet Yahudi yang Menjadi Sasaran Pembantaian Nazi
Setelah makan, ia beristirahat, menulis atau membaca. Di dua sel selanjutnya ada perpustakaan. Di situ ada kira-kira seribu buah buku. Selain politik dan ekonomi,
"Nomor 7" paling suka buku-buku perjalanan ruang angkasa. Soalnya, waktu ia masih bebas sebelum tanggal 10 Mei 1941, jadi kira-kira 43 tahun yang lalu, ketika ia mendaratkan payung terjunnya di padang rumput Skotlandia, ia tergila-gila pada pesawat terbang.
Hal itu diakui semua orang, kecuali Hitler dan orang Yahudi. Perjalanan ke ruang angkasa dianggapnya paling hebat. Di atas tempat tidurnya, ia sampai-sampai menggantungkan tiga peta bulan.
Setelah membaca, kembali lagi acara jalan-jalan yang kedua, lalu makan malam. Selanjutnya tibalah saat nonton televisi. Di muka selnya ada dua sel ganda yang lantainya ditutupi permadani.
Di sebuah sudut ruangan itu tampak sebuah televisi berwarna yang disediakan oleh Sekutu dan dibiayai juga oleh pajak pendapatan orang Jerman Barat. Televisi itu dijalankan dengan remote control. Di pojok lain tampak sebuah kursi kayu.
Baca juga: Simon Wiesenthal Si Pemburu Pasukan SS: Tiada Maaf Bagi Nazi
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR