Selain itu, jika si astronaut memilih melaksanakan ibadah puasa di luar angkasa, ia harus menggunakan waktu saat astronaut tersebut diterbangkan ke luar angkasa.
BACA JUGA: 'Partikel Tuhan', Penemuan Gila yang Menurut Stephen Hawking Bisa Memicu Kiamat
Perihal makanan, jika ada keraguan apakah makanan yang dihidangkan halal atau haram, diperbolehkan memakan makanan tersebut agar tidak mengalami kelaparan.
Namun, ibadah sesungguhnya adalah perkara yang cukup pelik bagi astronot muslim.
Astronot membutuhkan tingkat konsentrasi yang tinggi dalam melaksanakan tugasnya. Kekurangan makanan dan minuman sangat berpengaruh terhadap konsentrasi yang dimiliki si astronot muslim.
Masalahnya, bagaimana mengarahkan diri ke kiblat? Ada dua aliran pemikiran yang berbeda untuk hal itu: metode Lingkaran Besar yang umum digunakan dan metode rhumb-line yang kurang umum.
Dr. Kamal Abdali, kartografer yang juga beragama Islam, menyukai metode Lingkaran Besar, namun menambahkan, "Doa bukanlah latihan senam. Seseorang seharusnya berkonsentrasi pada doanya, bukan soal arah."
Dia mencontohkan bahwa di dalam kereta atau pesawat, biasanya dimulai dengan arah kiblat tapi kemudian melanjutkan doa tanpa khawatir posisi arah kiblat berubah karena perubahan posisi pesawat atau kereta.”
Tapi bagaimana cara kerjanya di luar angkasa?
Secara matematis, Shukor perlu menempatkan ISS dan Mekah di bidang imajiner yang sama - dengan membandingkan tempat di Bumi tepat di bawah ISS dengan Kabah yang sebenarnya, atau dengan memproyeksikan Kabah ke luar angkasa (seperti yang diprioritaskan dalam rekomendasi Fatwa Dewan).
Namun pilihan untuk berdoa sambil menghadap ke suatu titik di ruang angkasa menimbulkan masalah lain. Posisi tanpa gravitasi bisa membuat Muslim menghadap ke bulan atau matahari, dan ini bisa menimbulkan salah persepsi soal penyembahan berhala.
Bagaimana akal Shukor, setidaknya saat salat ia bisa dalam kondisi agak diam?
Ia mengikat kakinya ke lantai, lalu menjalankan kewajibannya.
BACA JUGA: Misteri Kubah Batu Yerusalem: Sumur Jiwa, Pusat Dunia, dan Tempat Disimpannya Tabut Perjanjian
Penulis | : | Agus Surono |
Editor | : | Yoyok Prima Maulana |
KOMENTAR