Jon Hunt sempat terserang kolera ringan. Jane Corbin menderita akibat alergi terhadap obat pencegah kolera. Saya sendiri terkena infeksi sampai harus dioperasi tanpa pembiusan. Bahkan 3 bulan sepulangnya dari sana, baru ketahuan kalau saya membawa "oleh-oleh" seekor cacing pita sepanjang 2 m di perut. Sampai sekarang saya ogah makan daging sapi.
Semua penderitaan di Mali menghasilkan gambar-gambar paling menyedihkan yang pernah saya buat. Ironisnya, sebagian berkat laporan di Mali, tahun 1985 saya memenangkan predikat "Cameraman of the Year". Terus terang saya amat risih ketika dalam setelan jas rapi di Dorchester Hotel, menyaksikan lagi film yang saya buat itu di layar besar. Dengan hati pedih, saya terkenang kepada sebagian besar orang yang terekam di sana yang kemungkinan besar sudah tiada.
Menabok pantat calon raja Inggris
Istana Buckingham meminta ITN untuk membuat sebuah film dokumenter tentang Pangeran dan Putri Wales. Lucunya, ITN menyuruh saya. Belum pernah sekali pun saya melayani panggilan istana, baik untuk memotret maupun mengikuti tur. Apalagi membuat sebuah film dokumenter lengkap tentang pasangan paling terkenal di dunia (saat itu). Rupanya ITN menginginkan sudut pandang baru, bukan liputan yang mirip dengan yang sudah umum saat itu. Entah itu dimaksudkan sebagai pujian atau bukan.
Shooting kami yang pertama dilakukan di Istana Kensington. Kami akan merekam kegiatan Pangeran William dan Harry, kedua putra keluarga Wales, ketika mereka bermain-main di ruang keluarga. Penjaga pintu mengantarkan kami ke ruang tunggu, kemudian ke ruang keluarga supaya kami dapat mempersiapkan lighting-nya. Mulanya agak canggung juga. Ini pertama kalinya kami bertemu dengan keluarga kerajaan. Kalau shooting yang ini kurang berhasil, pasti kami diganti oleh kru lain.
Ada piano di ruangan itu, maka saya suruh kedua pangeran bermain-main di sekitar situ. Sungguh, karena semua ini belum pernah saya lakukan saya harus berpikir keras untuk membayangkan mana adegan yang menarik. Menurut pengamatan saya, foto-foto mereka selama ini terlalu kaku. Seolah-olah mentega tak bakal lumer di mulut mereka. Maka saya bertekad menampilkan kedua pangeran ini sebagai anak-anak normal, yang bertengkar, yang suka rewel juga. Perkara apakah gambar-gambar itu akan dipakai dalam hasil akhirnya, terserah nanti. Kali ini saya bersyukur bukan orang yang harus menentukan.
Saya sedang asyik "menembak" Pangeran Harry sedang bermain mobil-mobilan, ketika merasa ada yang bergayut di lutut saya. Tak cuma mengganggu, lama-kelamaan menjengkelkan juga. Saya biarkan kamera terus hidup di bahu, untuk melongok ke bawah. Ternyata Pangeran William sedang melarikan mobil-mobilannya turun-naik celana saya! Tanpa pikir panjang lagi, saya angkat calon raja Inggris itu sambil menabok pantatnya. Sejenak seluruh isi ruangan diam membisu. Oh, oh, baru saya sadar apa yang baru saya lakukan. Syukurlah tak apa-apa. Seperti umumnya ibu-ibu, Putri Diana menarik lengan William, lalu menegurnya untuk tidak mengganggu juru kamera.
Shooting pendahuluan itu ternyata OK. Tugas kami berikutnya adalah merekam perjalanan resmi pasangan ini ke Jepang, Australia, Amerika, Kep. Fiji, dan banyak lagi. Kami diberi keleluasaan penuh untuk mengakses pasangan Wales. Walaupun tidak menandatangani pemyataan kerahasiaan, produksi ini dibuat berdasarkan saling percaya. Kami diharapkan bekerja dengan cara terhormat, terutama dalam hubungannya dengan pers gosip.
Pesawat Diana disemprot antihama
Dari Heathrow menuju Melbourne kami menumpang pesawat khusus keluarga kerajaan, Royal Australian Airforce Boeing 707. Lama perjalanan 36 jam. Tadinya saya mengira interior pesawat bakal mirip pesawat dalam film Dynasty. Ternyata tidak juga. Semuanya normal-normal saja, kecuali semua perabotannya kelas satu dan jumlah kursinya sedikit. Bagian depan pesawat disediakan bagi Charles dan Diana, lengkap dengan tempat tidur dan kamar mandi. Sepanjang perjalanan, penata rambut dan pelayan pribadi sibuk menerobos tirai yang memisahkan kami dengan keluarga Wales.
Bersama-sama kami tak cuma pejabat istana, dayang putri, pelayan pribadi pangeran, penata rambut, dan para sekretaris, tapi juga para detektif dari Kesatuan Keamanan Keluarga Kerajaan.
Satu jam dari tujuan, kami mampir di Kep. Fiji. Aktivitas meningkat di dalam pesawat. Pelayan pribadi dan penata busana memilah-milah pakaian yang bakal dikenakan Pangeran dan Putri. Pedang untuk upacara digosok. Penata rambut Richard Dalton bekerja keras di balik tirai. Akhirnya, kami mendarat di Melbourne. Ternyata pesawat keluarga kerajaan pun tak luput dari semprotan antihama Departemen Pertanian Australia.
Pangeran dan Putri melewatkan 10 hari di Australia dengan mengunjungi Melbourne dan Canberra. Sepuluh hari itu benar-benar penuh dengan jalan kaki, jamuan makan malam di kedutaan besar, pertandingan polo, lomba telethon untuk sosial. Dari sana kami ke Fiji, Honolulu, lalu Washington. Di Amerika, Pangeran dan Putri disambut bagaikan grup musik pop, lengkap dengan adegan orang menjerit-jerit histeris dan menarik-narik rambut sendiri, seperti fans Beatles dulu.
Kemudian kami ke Jepang. Di sana pun sambutannya tidak berbeda. Agaknya pasangan ini menjadi idola setiap anak muda Jepang. Puluhan ribu orang berdesakan di pinggir jalan untuk menyambut. Untungnya, karena kami lebih jangkung dari orang lain, tak ada masalah jika harus berdesakan.
Posisi istimewa kami sebagai peliput dengan akses tak terbatas tidak selalu menguntungkan. Di saat harus bergabung bersama rombongan pers untuk memperoleh sudut pengambilan yang berbeda, kami diperlakukan "istimewa" juga. Wartawan lain menjauhi kami, atau di saat genting, tiba-tiba ada bahu di depan lensa saya, atau kaki kami "tak sengaja" terinjak. Pokoknya, hal-hal sepele yang amat menjengkelkan.
Sungguh menyenangkan beralih dari Australian Royal Airforce Boeing 707 ke Concorde. Memang yang belakangan ini lebih kecil, tapi punya gaya tersendiri. Kali ini kami terbang ke Wina. Sudah beberapa bulan kami mengikuti perjalanan Pasangan Wales. Kami sudah lebih diterima sebagai bagian dari rombongan, kaum paparazzi sudah tak berharap kami akan buka rahasia tentang Charles maupun Diana. Pangeran dan Putri juga sudah terbiasa dibuntuti kru TV. Suasananya santai, walau jadwalnya tetap ketat.
Diana menutup mulutnya
Di Wina Pangeran dan Putri diundang sebagai tamu kehormatan sebuah peragaan busana. Jadi selain Pangeran, Putri, beserta staf rumah tangga, kami terbang bersama lebih dari 100 model top dunia! Bayangkan, betapa menyenangkannya. Aroma beraneka parfum mahal meresapi tiap sudut kabin pesawat.
Show mengambil tempat di sebuah gedung bergaya barok yang amat cantik. Tapi ada masalah besar. Rumah tangga Wales melarang wartawan mana pun, termasuk kami, untuk merekam ekspresi wajah Sang Putri selagi mengamati show. Ini agar jangan sampai senyum atau kerutan alisnya mempengaruhi penjualan para desainer. Padahal siapa butuh gambar Putri dari belakang? Kami mau wajahnya.
Ketika sedang merekam acara latihan, timbul ide dalam benak saya. Bagaimana kalau saya bergabung dalam show? Joe dan saya menemui koreografernya. Kami jelaskan masalah yang kami hadapi. Namun saya melongo juga begitu mendengar rencananya. la usulkan agar saya berperan sebagai fotografer mode yang berjalan mundur seturut irama musik di atas catwalk. Sementara itu, saya tentu bisa mencuri kesempatan merekam wajah sang Putri.
Kami putuskan tidak akan memberi tahu petugas pers. Konsekuensinya gampang nanti. Saya didandani dengan produk desainer Paul Smith, yaitu sepatu kulit yang konservatif, celana model Cina, jas dari bahan tweed, dan rompi sutera kuning. Koreografinya begini: begitu lampu menyala saya muncul sendirian di panggung, lalu secara dramatis berlutut di satu kaki, menanti peragawati muncul dari belakang. Sesuai iringan musik, kami kemudian berdansa bersama sampai ke ujung catwalk, di sana berputar, lalu kembali. Ketika latihan Jon ternganga setengah tak percaya memandang tingkah saya. Sebaliknya, saya malah mulai menikmati "debut" baru ini. Karena uang seluruh bank di Swis pun tak akan cukup untuk menyogok Jon naik pentas bersama saya, kami menyewa kamera yang bisa dioperasikan sendirian.
Lain cerita ketika auditorium makin penuh dengan pakar mode dunia. Segala rasa percaya diri menguap, saya diserang sakit perut hebat. Rasanya saya lebih suka dilempar ke tengah kancah perkelahian massa. Tangan saya berkeringat dan gemetar, mulut kering, dada serasa akan mendapat serangan jantung mendadak. Martyn Lewis, produser eksekutif kami, kebetulan sudah amat berpengalaman berada di depan. la menghujani saya dengan kata-kata pembakar semangat.
Lampu menyala, musik berkumandang. Saya harus menanti irama yang benar, untuk maju. Para peragawati menemani saya ke sayap panggung untuk memberi semangat. Akhirnya, saya melompat ke catwalk. Si peragawati muncul, lalu kami berdansa bersama di catwalk. Di tengah catwalk, yang bagi saya serasa runway tak berujung, saya hidupkan kamera dan arahkan ke Pangeran dan Putri. Sejak saya muncul, rupanya mereka langsung mengenali saya. Putri Wales menutupi mulutnya menahan tawa, sedangkan Pangeran Charles memandang dengan ekspresi, "Dasar!"
Penulis | : | Agus Surono |
Editor | : | Agus Surono |
KOMENTAR