Demikian pula rahang dan bagian gigi. Untuk mengimbangi ini, agar mereka tetap tegak, otot tengkuk juga tumbuh besar. Dan keseluruhannya, berdiri dengan penyangga otot tungkai yang tegap.
Di muka disebutkan, mereka hidup dari hasil perburuan binatang dan meramu makanan tumbuh-tumbuhan secara gotong royong. Begitu juga, bahan makan tersebut mereka makan secara mentah, tanpa dimasak.
Pendapat ini didasarkan, mereka belum mampu membikin api. Walaupun, kemungkinan besar, api telah mereka kenal. Dalam artian, jika tiba-tiba menemukan api yang masih bernyala. Api tersebut dijaga, dilindungi dari tiupan angin ataupun terus diberi kayu-kayuan agar tetap bernyala. Sampai akhirnya nanti, karena sesuatu sebab, api padam sendirinya.
Mempunyai jumlah anak besar
Dalam satu kelompok, jumlah lelaki mungkin lebih banyak dari jenis perempuannya. Meski pun demikian, manusia purba memiliki jumlah anak besar. Dengan satu pengertian, perempuan mereka setiap kali melahirkan tanpa pembatasan.
Sayang sekali, penjagaan kesehatan yang belum dikenal, penyakit banyak mengancam serta kecelakaan terjadi, tidak selamanya bayi yang dilahirkan selamat menjadi orang dewasa.
Banyak bayi meninggal di masa kecil. Masih ditambah, karena bahaya sekeliling senantiasa mengancam, mereka sebagian besar hanya mampu mencapai usia 20 sampai 30 tahun. Sedang umur yang sanggup mereka capai, kuat tubuh, tanah penyakit tidak menemui kecelakaan, sampai 50 tahun.
Jenis gajah yang berbeda, hidup bersamaan
Jika dikatakan, manusia purba hidup di pangkalan terbuka (hutan dengan pohon-pohon yang jarang), memang memiliki arti tambahan lain. Selain protein nabati, mereka memerlukan protein hewani.
Ini diperoleh misalnya dari daging kerbau. Kerbau purba lain bentuknya dari kerbau modern. Bangun tubuh lebih besar, dilengkapi sepasang tanduk panjang. Jelas, hewan semacam itu tak mungkin hidup bergerak di hutan dengan pohon-pohon yang rapat tumbuhnya.
Mereka memerlukan hutan dengan pohon yang agak jarang, mungkin dengan sedikit semak belukar, agar tanduknya tak usah selalu tersangkut di pepohonan tersebut.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR