Ada yang lebih canggih?
Tentu ada, yakni dengan teknologi mikro sortir atau microsort. Teknik ini dilakukan dengan menandai kromosom dengan pewarna fluorescence atau FISH (fluorescence in situ hybridization).
Sperma yang ditandai akan memancarkan warna tertentu melalui sebuah alat yang disebut flow cytometry. Di Amerika Serikat, metode ini diklaim memiliki tingkat keberhasilan hingga 85%.
Teknologi lainnya adalah dengan bayi tabung. Dalam teknologi ini, pembuahan sel telur dilakukan di laboratorium.
Setelah pembuahan berhasil, akan dicari jenis kelamin yang diinginkan untuk dimasukkan ke dalam rahim.
“Tapi teknologi-teknologi seperti itu memang terlihat sangat direkayasa,” ujar Aloysius sambil tersenyum.
Pilih yang alami
Secanggih-canggihnya teknologi terkini, masih lebih bagus cara yang alami.
Oleh karena itu, Dr. Shettles kemudian memperkenalkan cara alami untuk mendesain jenis kelamin calon yang disebutnya teknik waktu ovulasi atau timing of ovulation.
Seperti diketahui, kromosom Y di sperma umurnya lebih pendek dari kromosom X.
Ini membuat pergerakan kromosom Y lebih cepat dibandingkan dengan X ketika hubungan seksual dilakukan berdekatan dengan masa ovulasi.
Walhasil, bagi yang menginginkan anak laki-laki dianjurkan untuk berhubungan satu atau dua hari sebelum masa ovulasi.
Tapi kalau ingin anak perempuan, hubungan sebaiknya dilakukan tiga atau lima hari sebelum ovulasi.
Saat itu kromosom Y sudah melemah sehingga tidak mampu lagi mencapai sel telur.
Akan tetapi, Aloysius tidak berani menjamin metode tersebut akan berhasil 100 persen.
Pasutri boleh berusaha, tapi jangan terlalu terobsesi untuk mendapatkan anak dengan jenis kelamin ertentu.
“Serahkan saja semuanya kepada Tuhan, karena pasti akan diberi yang terbaik,” pungkasnya.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR