Sinar yang mengenai benda sebagian akan dipantulkan, ada yang diserap, dan sisanya dialirkan ke seluruh bagian.
Benda berpermukaan halus seperti cermin akan lebih banyak memantulkan sinar, sedangkan yang diserap sedikit sekali.
Bahkan polesan tertentu di permukaan cermin mampu membelokkan sinar sesuai hukum pemantulan.
Agar dapat memantulkan sinar tanpa menyebar, permukaan cermin harus sangat halus.
Keterampilan membuat kaca pun tersebar ke kota-kota lain, misalnya London dan Paris. Muasalnya terjadi menjelang abad XVII, saat perajin gelas Venesia dibawa ke Prancis dan Inggris.
Mereka diminta memproses lembaran-lembaran kaca menjadi cermin dinding. Hasilnya, seperti yang terpasang di Hall of Mirrors di Istana Versailles, Prancis.
Teknik pembuatan kaca berikutnya masih dengan melapisi kaca. Adalah Justus von Liebig (1803 -1873), ahli kimia berkebangsaan Jerman, yang menemukannya tahun 1835.
(Baca juga: Friday the 13th, Kisah 'Horor' saat Tanggal 13 Jatuh pada Hari Jumat. Ini Sejarahnya!)
Dari penelitiannya, pemanasan aldehida dengan cairan mengandung amonia dari perak nitrat dalam bejana kaca yang mengakibatkan deposit seperti perak yang cemerlang menempel di permukaan bejana.
Mulai abad XVII, peran cermin dan piguranya makin meningkat sebagai dekorasi ruangan.
Teknik berikutnya adalah dengan memercikkan aluminium atau perak cair ke lembar belakang kaca yang dilakukan di ruang hampa udara agar lapisan cukup tipis.
Kadang yang diperciki bagian depan, seperti cermin dalam teleskop dan alat optik lain.
Selain datar, cermin juga bisa berpermukaan lengkung.
Cermin dianggap cembung atau cekung tergantung karakternya dalam memantulkan sinar, apakah mendekati atau malah menjauhi pusat lengkungan.
Cermin lengkung bisa memiliki berbagai bentuk mulai bola, silindris, parabola, elips, dan hiperbola serta memiliki kelebihan masing-masing.
Cermin bola akan menghasilkan bayangan yang diperbesar atau diperkecil, seperti pada kaca spion mobil.
Cermin parabolis bisa untuk memfokuskan ke satu titik fokus, misalnya dipakai dalam teleskop dan lampu sorot.
Hingga kini cermin logam atau reflektor masih dipakai.
Misalnya dalam tungku tenaga matahari, atau alat yang perlu permukaan kuat yang tidak mudah pecah bila sering mengalami perubahan temperatur secara drastis. (Dari peibagai sumber/Sht – Intisari April 1999)
(Baca juga: Sejarah Kancing: Dari Hanya Sebagai Aksesoris Hingga Terbentuk Asosiasi Masyarakat Kancing)
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR