Dalam bulan November 1958 unit penerangan dalam mengikuti rombongan panglima secara maraton melakukan penerangan kepada rakyat dan pemutaran film di Kakaskasen, Langoan, Amurang, sedangkan tugas-tugas Jawatan Administratif dilakukan secara singkat di Tomohon, Kawangkoan, Rumoong-Lansot dan Tanahwangko.
(Baca juga: Yang Konyol-Konyol di Perang Dunia II: Nazi Gelar Pesawat Palsu dari Kayu dan Sekutu Mengebomnya Dengan Bom Kayu)
Penerangan umum kepada rakyat di sekitar kota Langoan yang dikumpulkan dengan susah payah, dapat dilakukan pada sore hari di lapangan terbuka, disusul dengan pemutaran film dalam penjagaan CPM dan pos-pos tentara.
Tetapi sesudahnya, pada malam hari, dibalas oleh Permesta dengan tembakan dan sebuah mortir jatuh di dekat penginapan Kepala Pendam dan saya.
Dalam pergaulan hidup sehari-hari, Kapten Entjoeng sering merasa perlu untuk mengunjungi warga penerangan di rumahnya masing-masing, sekedar untuk menghibur atau membantu keluarganya sedapat mungkin, sekalipun tempat tinggalnya berada di daerah yang kurang aman.
Pernah seorang juru penerang akan ditembak oleh seorang anggota pasukan. Kapten Entjoeng yang mengetahui hal itu datang ke rumah juru penerang tersebut, seolah-olah hendak bertamu.
Beliau mendampingi keluarga itu terus sampai saat-saat ancaman bahaya itu berlalu.
Sebenarnya Kapten Entjoeng sebelumnya dikenal sebagai Ajudan Kolonel Joop Warouw, yaitu waktu ia bertugas pada TT (Teritorium) VII Wirabuana di Makasar.
Namun di Sulawesi Utara dan Tengah ia terpaksa menghadapi bekas atasannya sebagai lawan.
Memang pada hakekatnya pasukan Permesta maupun pasukan pemerintah pusat sebelum pemberontakan PRRI — Permesta merupakan dan berasal dari satu wadah TNI.
Kini kedua belah pihak harus berhadapan sebagai musuh dengan menggunakan siasat-siasat dan teknik perang yang sama.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR