BACA JUGA: Inilah Gustave, si 'Monster' Buaya Raksasa Pembunuh 300 Manusia di Burundi
Dengan gesit selubung dipasangnya dan tali leher dikalungkan. Saya tak sempat melihat Harry yang bertugas memasang pengikat kaki. Tahu-tahu saja Wade sudah melompat menyentuh pengungkil. Bunyi berdebum terdengar. Kedua terpidana merosot lalu berhenti. Tali tegang, tidak bergerak-gerak. Mereka sudah tewas. Kirky pergi membuka pintu jebakan kecil di samping untuk mendekati jenazah. Saat itu dokter muncul. Kancing berjatuhan ketika baju jenazah pertama ditarik. Dokter mengangkat stetoskopnya untuk ditempelkan ke dada jenazah yang kepalang miring ke sebuah sisi karena lehernya patah.
Proses itu diulangi pada jenazah kedua. Saat itu lutut saya rasanya gemetar. Bukan karena eksekusi, tetapi karena hampir terjadi malapetaka. Bayangkan, kalau terpidana no. 1 keburu pingsan! Di kamar eksekusi tidak ada orang yang berbicara. Akhirnya semua keluar. Kedua jenazah dibiarkan dulu tergantung selama sejam. Begitu kami tiba di kamar tempat kami menginap, makan pagi disajikan. Seorang pengawal mengawasi kami makan. Tak seorang pun berbicara. Selesai sarapan, Wade dan Kirky pergi bersama si pengawal.
"Ada apa?" tanya saya kepada Harry.
"la tidak mau pergi," jawab Harry. "la belum siap. la tidak mau ditelikung, sampai mesti dipaksa. Tenaganya kuat."
Pukul 10.00 kami masuk ke kamar eksekusi untuk menurunkan mayat. Setelah bebenah, Wade menulis laporan. Setelah itu upah kami dibayar setengahnya. Setengah lagi dikirim kemudian. Sebagai asisten saya mendapat 3 guinea, tetapi hari itu saya cuma menerima 1 pon 11 shilling dan 6 pence.
Konon di masa yang lalu algojo biasa menghabiskan uangnya untuk minum-minum dan dalam keadaan mabuk mulutnya dipentang untuk bercerita macam-macam. Lantas pihak yang berwajib mengambil kebijaksanaan: upah hanya akan dibayar setengah dulu. Kalau berani buka mulut, setengah lagi tidak akan dibayar!
Salah gantung?
Pernahkah ada orang yang kesalahan digantung? Bulan Maret 1950 Pierrepoint dan saya menggantung seorang pengemudi truk berumur 25 tahun, Timothy John Evans. Namun, kemudian dinyatakan Evans tidak bersalah. Bukan dia yang membunuh istrinya, tetapi tetangganya, Reginald Christie.
Betulkah Evans tidak membunuh? Bulan November 1949 Evans menyerahkan diri karena katanya ia membunuh istri dan anaknya yang berumur 14 bulan. Cuma anehnya, mayat ditemukan bukan di tempat yang ditunjukkannya, tetapi di tempat lain. Evans dituduh membunuh istri dan anaknya, tetapi karena kebiasaan di masa itu, ia cuma boleh diadili membunuh satu orang. Penuntut memutuskan untuk mendakwa Evans sebagai pembunuh anaknya. Setelah Evans dihukum gantung, muncul bukti-bukti bahwa pembunuh Geraldine Evans adalah Reginald Christie, tetangganya. Jadi Evans dinyatakan tidak bersalah.
Sebetulnya tidak benar kalau Evans bukan pembunuh. Memang betul Geraldine dibunuh oleh Christie, tetapi yang membunuh Ethel, istri Evans, kemungkinan besar adalah Evans sendiri. Begitu pendapat Hakim Brabin. Pengawal yang menjaga terpidana mati diajari menjawab pertanyaan-pertanyaan terpidana mati, seperti: "Sakit nggak sih digantung?" "Lama nggak sih matinya?"
Jawaban-jawaban yang benar membuat terpidana tenang dan terhibur pada malam-malam panjang yang mencekam. Berulang-ulang terpidana diberi tahu bahwa kematian berjalan cepat dan tidak menyakitkan kalau mereka menghadapinya dengan tenang dan tidak melawan.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR