Sayangnya, kombinasi itu kini justru amat mudah dijumpai. Sedangkan soal monopoli, pengusaha zaman sekarang pun tak kalah ganas.
Bahkan sendi-sendi perekonomian di era Soeharto, hancur karena hanya beralaskan monopoli pengusaha kroni. Para pejabat VOC juga menjadi monumen kacaunya penggabungan feodalisme Barat dan Timur.
Perbudakan, menurut Mona Lohanda, merupakan kebiasaan raja-raja di sini.
"Pelabuhan Makassar sudah menjadi ajang transit budak-budak sejak abad ke-15, jauh sebelum VOC datang." Di Belanda sendiri masa itu, praktik jual beli manusia sudah tidak ada.
Tapi karena setiap hari mereka "belajar" dari kebiasaan raja setempat yang menjual tawanan perangnya sebagai budak, para londo itu pun akhirnya keenakan.
Begitu juga dengan pola hidup mewah, yang diyakini diilhami oleh kehidupan para raja lokal, dengan ciri khas istana megah dan belasan selir cantik.
Pejabat VOC yang bergaji tidak besar, terpaksa korupsi agar bisa bergaya hidup aduhai.
Namun praktik korupsi, manipulasi, katebeletje (surat sakti), dan sogok-menyogok, meski menjadi gejala umum, lebih dipercaya sebagai bagian dari feodalisme Barat.
Bertemunya dua kutub feodalisme membuat mental para pejabat VOC di Batavia makin berantakan.
Tengok saja aturan aneh-aneh soal penghormatan terhadap gubernur jenderal.
Uniknya, justru warisan-warisan negatif yang daya rusaknya mirip bom waktu itu yang berkembang pesat di Indonesia, padahal VOC-nya sudah hengkang 200 tahun lalu.
Oh, ya, bagaimana dengan budaya ngutang di kalangan swasta?
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR