Misalnya, jika VOC bisa membuat Batavia begitu berperan di kancah global, bagaimana dengan sekarang?
(Baca juga: Sedang Bokek, Bung Karno Ternyata Pernah Pinjam Uang pada Temannya untuk Bayar Utang dan Beli Cat)
"Termasuk me-review apa sebenarnya yang sekarang kita sebut penjajahan oleh VOC. Melihat polanya, 'kan tidak ada penjajahan langsung. Mereka memonopoli perdagangan dan memanfaatkan pertikaian para pemimpin lokal. Nah, untuk membalas budi atau untuk alasan lainnya, para pemimpin itu menuntut pajak yang lebih dari rakyatnya," tegas Mona.
Jadi, istilah perintis penjajahan atau penjajahan tak langsung mungkin lebih tepat digunakan.
Mona melihat, Kerajaan Belanda yang menggantikan VOC setelah tahun 1799, justru jauh lebih kejam. "Harusnya kita lebih marah pada pemerintahnya."
Mona juga menyebut, pola hidup sebagai pelajaran tak kalah berharga yang bisa dipetik dari jatuh- bangunnya VOC.
"Sejarah selalu berulang. Akan lebih bijaksana jika kita belajar dari sejarah. Semboyan 'Jangan sekali-kali melupakan sejarah' mestinya tak sekadar fasih di lidah. Karena relevansinya besar untuk memperbaiki masa depan," tambah Mona.
Versi Mona, banyak warisan atau harta karun VOC yang dalam kerangka hubungan kemasyarakatan berpotensi menjadi bom waktu.
Soal praktik rangkap jabatan, misalnya, terbukti sudah ada sejak zaman VOC.
Kemudian "diteruskan" oleh banyak pejabat zaman kini. Padahal, jika dua jabatan itu bertolak belakang, silang kepentingan bakal mengganggu proses pengambilan keputusan.
Hikmah langsung dari kasus VOC, jangan coba-coba menjadi pedagang dan politisi sekaligus.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR