Intisari-Online.com – Di awal peradaban, sebut saja Mesopotamia, tradisi membanting pintu saat marah pasti belum ada, karena pintu masih berupa kulit hewan atau kain.
Pintu dari batu atau perunggu baru muncul ketika martusia mulai mampu membangun gedung-gedung monumental.
Di Pompeii ada peninggalan pintu terbuat dari marmer, yang kemungkinan besar berasal dari masa pemerintahan Kaisar Agustus di awal abad I.
Bahkan sebuah pintu perunggu berukuran 8 x 2,5 m masih terpasang di Gedung Pantheon (tahun 112) di Roma.
(Baca juga: Dari Julius Caesar Sampai Perang Vietnam, Inilah 8 Perang Sipil yang Mengubah Sejarah Umat Manusia)
(Baca juga: Bagaimana Sejarahnya Bendera Kuning Menjadi Simbol Kematian?)
The British Museum juga memiliki koleksi sebuah pintu kayu berukuran 2,4 x 1,2 m dari Mesir yang telah berusid 3.000 tahun.
Jadi, pintu memang telah menjadi kebutuhan manusia sejak lama.
Pintu-pintu purba di Roma atau Yunani menggunakan teknologi engsel yang masih sederhana, yang dipasang di atds dan bawah daun pintu.
Barangkali supaya bisa memilih hendak dibuka dari atas, atau dari bawah. Pintu kayu yang populer sampai sekarang, sejak dulu pun sudah ngetop di Mesir dan Mesopotamia.
Konstruksinya hampir tak beda dengan pintu yang kini kita kenal, terdiri atas balok vertikal dan horizontal sebagai ambangnya. Bahkan terkadang ilengkapi dengan kunci dan engsel.
Pintu perunggu tidak hanya bertahan dan berkembang di zaman Romawi dan Yunani, tetapi terus dipakai sampai abad XX.
Di Romawi, misalnya, pintu perunggu yang digunakan biasanya berdaun ganda, tetap dengan poros atas-bawah.
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR