Grant di West Point
Grant muda ternyata tidak suka menjadi penyamak atau pedagang kulit seperti ayahnya.
Ia juga tidak ingin menjadi petani. Karena itu ayahnya ingin memperolok dirinya dengan memasukkannya ke Akademi Militer West Point.
Ia berharap, anaknya tidak diterima sehingga bersedia mengikuti jejaknya. Olok-olok itu ternyata menjadi kenyataan yang menyenangkan.
Bagaimana Grant muda bisa masuk West Point? Menurut peraturan yang berlaku, taruna-taruna West Point disaring oleh para anggota kongres.
Kebetulan sekali anggota kongres dari daerahnya adalah Thomas L. Hamer, anggota Partai Demokrat, partai yang tidak disukai Jesse.
Bahkan Jesse sebenarnya menentang keanggotaan Hamer. Karena itu ia pasti akan menjadi batu karang masuknya Grant ke West Point. Tetapi, dugaannya meleset.
Justru Jesse, yang boleh disebut lawan politik Hamer, secara politis diperhitungkan oleh lawannya.
Kalau Grant diterima di West Point, demikian gagasan Hamer, paling tidak satu penentangnya berkurang karena jasanya memasukkan Grant ke West Point. Usaha tersebut berhasil dilaksanakan Hamer.
Namun, ketika hendak mendaftarkan nama Grant, ia tidak tahu nama lengkapnya. Karena biasanya nama orang Amerika terdiri atas tiga kata, maka ditambahkanlah nama neneknya yang ia kenal, Simpson, sehingga menjadi Ulysses Simpson Grant yang disingkat menjadi U.S. Grant.
Di dalam daftar presensi West Point nama U.S. ternyata menarik banyak perhatian. Sherman, kawan sekolah yang kelak menjadi bawahannya, ketika membaca U.S. Grant mencoba mengartikan singkatan itu sebagai United States Grant.
Sedang kawannya yang lain mengira itu singkatan dari Uncle Sam. Tidak jelas apakah itu pengertian yang serius atau hanya olok-olok. Sebenamya Grant tidak sepenuhnya berbahagia di West Point.
Yang paling menyusahkannya ialah aturan disiplin yang begitu keras, yang tidak sesuai dengan keadaan serba bebas yang ia hadapi sebeIum masuk akademi. Tetapi, bagaimanapun ia bisa menyesuaikan diri.
Di West Point, kecakapan dan keberaniannya berkuda telah membangkitkan simpati kawan-kawannya.
Dalam suatu perayaan yang dihadiri banyak tamu, ia mendemonstrasikan kecakapan dan-keberaniannya itu dengan mengendarai kuda sambil melompati galah yang dipasang melintang yang makinn lama makin ditinggikan.
Ketangkasan dan keberaniannya berkuda adalah suatu keunggulan yang dimilikinya.
Sebagai taruna, ia tidak termasuk yang pandai, meskipuna prestasinya dalam matematika dan teknik baik. Ia juga menyenangi sejarah. Kekumalan tetap menghinggapi dirinya meski sudah jauh berkurang dibandingkan dengan saat ketika ia masuk.
Waktu pendidikannya berakhir, ia menduduki urutan-ke-156 dari 223 lulusans seangkatannya. Jelas kalau Ulysses bukan perwira muda teladan ketika dilantik menjadi letnan II pada tahun 1843.
Jenderal Lee yang menjadi lawan dan dikalahkannya dalam Perang Saudara (1861- - 1865) mempunyai prestasi belajar yang lebih baik.
Ternyata prestasi belajarnya yang tidak menonjol itu tidak mengalanginya untuk mencapai prestasi kerja yang tinggi.
Buktinya, 20 tahun kemudian, ia terpilih menjadi panglima angkatan darat, dan pada tahun 1866 menjadi perwira pertama yang mencapai pangkat jenderal penuh sesudah George Washington.
Ia pun pahlawan, pujaan bangsa Amerika karena keberhasilahnya dalam memimpin pasukan federal menghadapi pemberontakan negara-negara bagian selatan Amerika Serikat yang mempertahankan perbudakan yang dalam sejarah sering disebut Perang Budak ataur Perang Sesesi (pemisahan diri).
Semua itu memberi jalan kepadanya untuk memenangkan jabatan presiden Amerika Serikat dalam pemilihan tahun 1868 dan 1872. (Sejarawan dan penulis buku a.l. The Concept of Power in Javanese Culture)
(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Mei 1993)
(Baca juga: Pantas Jasad-jasad 'Abadi' para Pendaki Everest Terlihat Memilukan, Ternyata 13 Hal Ini Yang Terjadi)
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR