Namun karena tidak puas dengan kepemimpinan dua orang tersebut, Assad kembali melakukan kudeta terhadap kedua pemimpin yang semula disokongnya tersebut pada tahun 1970.
Akibat ‘’hobi kudeta’ itu, karir Assad di kancah politik Suriah dan Timur Tengah terkesan dipenuhi dengan kekerasan dan kelicinan.
(Baca juga: Perang Enam Hari, Mengingat Kembali Sejarah Jatuhnya Yerusalem ke Tangan Israel)
Pada awalnya Assad tidak mendukung program penyatuan bangsa Arab dalam Persatuan Republik Arab pada 1958 yang digagas Presidej Mesir Gamal Abdel Nasser.
Saat itu Suriah memang tergabung dalam proses yang digagas oleh Nasser itu.
Sebagi pilot muda, Assad sudah punya pengaruh akibat kepiawaiannya mengemudikan pesawat tempur Gloster Meteor dan keanggotaannya pada Partai Ba’ath.
Akibat pembangkangannya Assad ditangkap dan dipenjara pada 1961.
Namun sekeluarnya dari penjara, karir Assad justru meningkat, seiring dengan makin populernya Partai Ba’ath di Suriah.
Assad ditunjuk menjadi Panglima Angkatan Udara Suriah pada 1964, dan seiring dengan kekuasaan yang semakin tinggi, ia pun semakin oportunis.
Puncaknya adalah pada tahun 1966, ketika sebagai Menteri Pertahanan ia menandatangani kerjasama militer dengan Mesir demi mengganyang Israel.
Kekalahan Suriah dari Israel yang berakibat dicaploknya Dataran Tinggi Golan oleh Israel agaknya membuat Assad dendam.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR