Intisari-Online.com - Setahun sebelum Perang Enam Hari (1967) terjadi, pada Mei 1966, Hafez al Assad yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pertahanan Suriah memberikan pernyataan tegas.
Pada prinsipnya Suriah tidak akan pernah meminta atau menerima perdamaian dengan Israel.
Suriah lebih memilih akan terus berperang dan merebut kembali tanah yang dikuasai Israel.
“Kita akan membasahinya dengan darah demi mengusir Israel , agresor, dan melemparkanmu ke laut,” tegas Hafez.
(Baca juga: Misteri Kubah Batu Yerusalem: Sumur Jiwa, Pusat Dunia, dan Tempat Disimpannya Tabut Perjanjian)
Hafez memang memiliki semangat juang dan karakter militer yang tinggi karena dirinya adalah pilot tempur di AU Suriah.
Pada tahun 1966 Assad memang sedang berada di puncak kekuasaanya.
Di dalam negeri, ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan di bawah pemerintahan Presiden Nureddin Al-Atassi.
Walaupun hanya sebagai Menteri Pertahanan, namun sebenarnya Assad-lah pemegang kekuasaan di Suriah.
Dengan didukung oleh Partai Ba’ath, Assad melancarkan kudeta terhadap kekuasaan Presiden Amin Hafiz, pada 1966.
Ia kemudian meyerahkan kepemimpinan kepada Al-Atassi dan ketua Partai Ba’ath Suriah, Salah Jalid.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR