"Beliau baik-baik saja, Bu," kata seorang pengawal presiden yang seragam putihnya bernoda darah. "Cuma luka di lengan. Tadi saya membawanya ke helikopter. Sekarang beliau berada di RS Maadi."
Jihan mengumpulkan cucu-cucunya, lalu menyusul dengan helikopter ke rumah sakit. Putri-putrinya yang tidak ikut ke stadion sudah berada di sana bersama suami mereka.
Begitu pula Wapres Hosni Mubarak, yang tangannya dibalut karena terserempet peluru, dan para menteri.
Di ruang tunggu suasana hening mencekam. Jihan menanti dan menanti, tetapi tidak ada dokter yang menemuinya untuk memberi tahu keadaan suaminya. Setengah jam lewat dan Jihan pun insaf apa yang terjadi.
la menarik napas dalam-dalam untuk menabahkan hatinya, berdiri seraya menoleh ke arah Hosni Mubarak. "Tampaknya Sadat sudah meninggal," katanya. "Sekarang giliran Anda memimpin negara ini. Mohon jaga Mesir baik-baik, Pak Mubarak."
Anwar Sadat tewas ditembus lima peluru Kalashnikov: dua di dada, satu di leher, satu di tulang tengkuk dan satu lagi di lutut.
Putra Ny. Dua Sisi
Anwar Sadat lahir di Mit Abul-Kum, sebuah desa ± 100 km dari Kairo. Di sana tidak ada listrik, tidak ada leding. Ayahnya, Mohammed el-Sadat yang berambut pirang dan kulitnya putih itu adalah seorang kerani di angkatan bersenjata. Karena bekerja di Sudan, ia jarang pulang.
Ibu Anwar dikenal sebagai Sit el-Barein atau Ny. Dua Sisi, karena ia keturunan Mesir campur Sudan. Dari ibunya inilah Anwar mewarisi kulit berwarna kehitam-hitaman.
Mereka tinggal di rumah nenek Anwar, yang bertindak sebagai kepala keluarga. Di rumah itu, dalam sebuah ruang besar, terhampar kasur pada setiap sudutnya. Kasur di sudut yang satu untuk nenek Anwar. Di sudut yang satu lagi untuk ayah Anwar kalau pulang dari Sudan.
Kasur di sudut ketiga untuk Ny. Dua Sisi dan anaknya-anaknya, yang terdiri atas tiga putra dan seorang putri. Sudut keempat adalah tempat Amina, madu Ny. Dua Sisi yang memiliki sembilan anak.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR