Ketika masuk sekolah di Kairo inilah Anwar tahu bahwa ia lahir pada tanggal 25 Desember 1918. Kodro sangat berbeda dengan Mit Abul-Kum. "Kami tidak sanggup membeli roti di toko seperti orang Kairo," tulis Sadat dalam autobiografinya, In Search of Identity. "Kami membuat roti sendiri seperti di kampung."
Di sekolah menengah Fuad I, Anwar menyadari kaya dan miskin. Uang sakunya cuma cukup untuk membeli secangkir teh susu. Minum teh susu saja ia sudah serasa berada di puncak dunia, padahal teman-temannya bisa membeli pelbagai macam coklat dan permen di kantin.
"Pakaian mereka banyak dan bagus-bagus, sehingga mereka kelihatan rapi. Pakaian saya cuma satu dan sudah tua. Tapi seingat saya, tidak pernah saya iri, sakit hati atau rendah diri."
Di Kairolah untuk pertama kalinya ia menonton bioskop. Begitu melihat kereta api di layar melaju ke arahnya, ia mengelak terbirit-birit. Ia merasa heran sekali orang lain tenang-tenang saja duduk di kursi mereka.
Kalau di desa ia termasuk anak pandai, di sini berulang-ulang ia hampir tidak naik kelas.
Suatu ketika Mahatma Gandhi, tokoh pejuang kemerdekaan tanpa kekerasan itu, datang dari India. Begitu terkesannya Anwar pada pria bercawat yang lemah lembut itu, sehingga ia ikut-ikutan bercawat dan menenun kain di atap rumahnya, padahal saat itu sedang musim dingin.
Ayahnya repot membujuknya agar turun, sebab takut Anwar masuk angin.
Diserobot menteri peperangan
Ketika Anwar lulus sekolah menengah, Akademi Militer yang tadinya hanya terbuka untuk anak ningrat, kini memenerima juga anak-anak kelas menengah. Jabatan ayah Anwar sebagai karyawan administrasi Depkes sebenarnya memenuhi syarat. Cuma saja mereka memerlukan surat referensi dari seorang bey atau pasha, yaitu ningrat yang berpengaruh.
Ayah Anwar bersusah payah mendekati seorang pasha, tetapi ia tidak diladeni. (Ketika Anwar sudah menjadi ketua parlemen, pasha itu datang memohon-mohon bantuan Anwar).
Surat referensi malah diperoleh dari seorang dokter Inggris yang pernah menjadi atasan ayah Anwar di angkatan bersenjata. Karena dekingnya bukan putra mahkota atau bangsawan berkuasa, nama Anwar tercantum paling bawah pada daftar 52 calon yang diterima.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR