Mereka kemudian belajar menerbangkan Tu-16 di Kawasan Chekoslovakia dan Rusia.
Sejumlah siswa penerbangan yang dikirim ke Rusia antara lain Letda Udara Suwandi, Letda Udara Somarmo, Letda Udara Subroto, Letda Udara Sudarma, Letda Udara Polman Saragih, Letda Udara Rahmat S. dan lainnya.
Para siswa Tu-16 itu dikenal dengan angkatan Cakra I-III, dan Ciptoning I serta Ciptoning II.
Setelah lulus pendidikan terbang Tu-16, mereka dipercaya untuk menerbangkan langsung Tu-16 dari Rusia ke Indonesia dengan didampingi para penerbang Tu-16 Rusia.
Mulai tahun 1961, ke-24 Tu-16 tiba secara bergiliran ke Indonesia.
Pesawat Tu-16 pertama yang tiba di Indonesia mendarat di Lanud Kemayoran, Jakarta dan dipiloti oleh Komodor Udara Suroso Hurip.
Kehadiran Tu-16 yang kemudian berpangkalan di Laud Halim Perdanakusuma, Lanud Iswahyudi Madiun, dan Lanud Polonia Medan tak lepas dari pegamatan intelijen AS yag terus mengikuti pergerakan Tu-16 di Indonesia menggunakan pesawat intai U-2 Dragon Lady.
Kehadiran Tu-16 di Indonesia secara kebetulan memang bersamaan dengan krisis Irian Barat yang makin memanas.
Sejumlah Tu-16 pun direncanakan untuk dikirim ke medan tempur Irian Barat dengan target favorit menghantam kapal induk Belanda HNLMS Karel Doorman (R81).
Untuk menghantam Karel Doorman yang akan dilaksanakan oleh enam Tu-16, para pilotnya bahkan menggunakan pilot Rusia yang pada waktu itu masih diinapkan di kawasan Saragan, Madiun.
Demi realisasi menenggelamkan kapal induk Karel Doorman, enam Tu-16 yang semula berada di Madiun dan Lanud Juanda, Surabaya, lalu di tempatkan di Lanud Morotai.
Sebagai pesawat pengebom antikapal perang Tu-16/KS dilengkapi dua peluru kendali KS-1 Kometa yang bisa menghantam sasaran dari jarak 90 km.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR