Daerah Tana Toraja dimasuki melewati sebuah pintu gerbang dengan tulisan "Selamat Datang".
Setelah melewati Makale (310 km) pukul 4 sore tibalah kami di Hotel Marlin, Rantepao (328 km) di mana kami bermalam.
Rantepao terletak pada ketinggian kira-kira 800m. Arus listriknya dibangkitkan dengan tenaga diesel dan dipasang hanya dari pukul 17.00- 24.00.
Esok paginya pukul 8 siaplah sebuah Jeep dengan pengemudi dan pemandunya. Kebetulan ada sepasang suami isteri Jerman yang ingin juga ikut tour.
Mereka setuju membagi ongkosnya dengan kami. Sudah tentu kami tidak keberatan.
Dari percakapan dengan turis Jerman itu diketahui bahwa mereka ke Indonesia hanya ingin mengunjungi Bali, Borobudur dan Tana Toraja.
Mereka hanya transit di Jakarta tanpa menginap. Menurut mereka, dikabarkan Jakarta kotor dan mahal.
Rantepao yang jalannya (bahkan di depan hotel) tak beraspal dan becek, dikatakan tempat terbersih, karena tak kelihatan sampah berserakan seperti di tempat lain yang mereka lihat di Indonesia.
Keliling di Tana Toraja kami berenam dalam sebuah jeep yang cukup baik, menuju desa Lemo sejauh 11 km sebelah selatan Rantepao, sekilometer dari jalan besar.
Memang, yang saya lihat di Lemo ini sesuai dengan gambaran yang membekas di benak saya sejak masih di MULO.
Di sebuah sisi gunung batu yang menjulang hampir tegak lurus, nampak seperti jendela-jendela kayu.
Di depan beberapa buah yang lebih besar nampak berdiri boneka-boneka berupa sekeluarga, terbuat dari kayu yang diberi pakaian.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR