Advertorial
Intisari-Online.com -Inilah cerita tentang keindahan alam daerah Cianjur di tahun 1979 yang ditulis oleh H. O. K Tanzil diIntisariNovember 1979. -- Saya diberi sebuah "Buku petunjuk pariwisata Kabupaten Cianjur" disertai dengan petanya oleh Dinas Pariwisata Daerah Kabupaten Cianjur.
Menurut buku petunjuk itu tempat-tempat yang menarik untuk dikunjungi di antaranya Puncak, Ciloto, Cipanas, Kebun Raya Cibodas, Istana Presiden Cipanas dan Kebun Percobaan Pertanian Cipanas yang tentunya sudah banyak diketahui oleh umum.
(Baca juga: Kabar Duka: Manusia 161.000 Km HOK Tanzil Tutup Usia)
Tapi yang menarik perhatian saya, pada peta tampak ada jalan dari Cianjur ke Sindangbarang di pantai selatan.
Menurut keterangan, jalan tersebut dapat dilalui dengan mobil. Begitulah pada suatu pagi yang cerah pada permulaan bulan Agustus 1979, kami (saya dan isteri) bermobil meniggalkan Pacet menuju Cianjur.
Di Cianjur kami mengarah ke jurusan Sukabumi. Setelah 4 km di Pasirhayam terdapat sebuah simpang-tiga.
Tampak sebuah penunjuk jalan ke arah kiri: Sindangbarang 110 km. Mulai dari Cibeber, jalan turun naik dan berbelok-belok
Di suatu bagian pemandangan sangat indah, bahkan ada yang menyerupai daerah pegunungan di Eropa dalam musim panas.
Kesunyian di sekitar tempat itu menimbulkan perasaan damai.
Bila hendak melihat pemandangan pegunungan seperti di Eropa, (khususnya Karpaten), di sinilah tempatnya!
Kami lewati perkebunan teh Penyairan. Bila tadinya jalan menaik, maka mulai 10 km sebelum Sukanegara jalan menurun.
(Baca juga: Sudah Berkelana ke 240 Negara, HOK Tanzil Mantap Pilih Negara Ini Sebagai yang ‘Paling Enak’)
(Baca juga: Kisah Perjalanan H.O.K Tanzil yang Semalaman Suntuk Tidak Bisa Tidur Pulas Saat di Liechtenstein)
Di kota Sukanegara ini nampak sebuah Puskesmas. Kotanya bersih seperti di tiap desa kota yang dilewati.
Terlihat banyak pohon cengkeh yang ditanam oleh penduduk.
Saya tak tahu nama sungai yang cukup lebar yang dilintasi tempat itu. Di sebelah kiri kami ada gunung karang.
Di sisi jalan nampak kebun teh dan cengkeh. Kota Pagelaran, 66 km dari Cianjur, tampak sibuk sekali, banyak manusia.
Berlainan dari kota yang sudah kami lewati, di sini terdapat banyak becak.
Di daerah Cibinong, 89 km dari Cianjur, nampak banyak pohon karet. Kemudian kami lalui daerah hutan.
Sebuah sisi bertebing tinggi dan di sisi lain terdapat jurang dengan pepohonan padat, sehingga jalan menjadi rindang dan hawa sejuk.
Daerah ini sangat nyaman untuk piknik.
(Baca juga: Curug Cikondang, Niagara Mini di Cianjur)
Kemudian tibalah kami di Ciujung, sebuah desa kecil.
Jalan ke Cidaun terputus di sini. Untuk ke Cidaun yang jaraknya 17 km lagi, orang harus menyeberangi sungai Ciujung dahulu dengan getek karena tak ada jembatan. Biayanya hanya Rp.10,- untuk ke Cidaun.
Sudah siap tersedia barisan ojek sebagai sarana pengangkutan selanjutnya.
Kembali di Sindangbarang kami sempatkan keliling kota. Mobil yang kosong diisi dengan buah kelapa (tua) yang dibeli isteri saya.
Katanya, harganya yang Rp100,- sebuah di Cipanas, di kampung itu hanya Rp40,- mobil kami penuh juga dijejalnya.
Ikan impun (semacam teri) yang khas di daerah itu, tak lupa kami beli.
Di sebuah desa dekat Cibinong nampak satu-satunya warung yang menjual durian.
Diboronglah buah kegemaran kami yang harganya hanya Rp150,- sebuah.
Dari pelancongan kami ke daerah selatan Cianjur ini dapat disimpulkan, bahwa untuk para penggemar keindahan alam pemandangan cukup baik, begitupun keadaan jalan.
Sepengetahuan kami, di daerah tersebut belum ada penginapan.
Jarak Cianjur-Sindangbarang sekitar 115 km, di antaranya kira-kira 80 km berliku-liku, disertai beberapa bagian yang rusak maka tidak memungkinkan kita melaju kencang dengan mobil.
Agar tidak tergesa-gesa, para peminat dianjurkan memulai perjalanan dari (dekat) Cianjur.
Pada kesempatan lain kami melancong dengan mobil ke Perkebunan teh Gedeh.
Bila kita dari Cianjur ke jurusan Bogor, maka setelah 7 km di Cugenang, ketika jalan menanjak, ada sebuah jalan samping di depan kita yang nampak.
Di situ terpancang tulisan besar: "Perkebunan Gedeh". Setelah lebih kurang 4 km kami sampai di desa Gintung.
Suasana sepi dan damai tampaknya. Banyak terlihat pohon cengkeh, teh dan kopi.
Di simpang tiga Gintung saya masuk ke jurusan Perkebunan Gedeh.
Tanaman yang mengalami pemangkasan rata dan rapi membuat pemandangan hijau indah, dipercantik pula oleh tanaman sejenis casave yang berdaun merah yang muncul di antara lautan dan the hijau pada jarak tertentu. Indah sekali.
Setelah 4 km tibalah kami di kompleks Perkebunan Teh Gedeh. Perumahan rapi.
Selain kantor induk dan 2 gedung pabriknya yang masing-masing bertuliskan 1927-dan 1929, ada poliklinik, wisma budaya, sebuah mesjid yang baru dan bagus.
Selain itu ada sebuah SD dan ada tempat untuk: penitipan bayi.
Dari perkebunan ini perjalanan pulangnya sampai Cugenang berjarak 7,5 km dan 4 km terakhir dari Gintung beraspal baik sampai jalan-raya Cianjur-Bogor. Pemandangan sekitar Perkebunan
Gedeh sangat indah. Untuk ke tempat ini, tidak dianjurkan naik mobil sedan. Kendaraan jip lebih cocok dengan keadaan jalan.
Pada kesempatan lain, kami melancong ke Pasir Sarongge. Dua belas km dari Cianjur ke jurusan Bogor, di desa Ciherang setelah melintasi sebuah jembatan, ada sebuah jalan ke kiri.
Kami lalui sawah dan kebun-kebun sayur. Tampak banyak labu siem dan caisim.
Di daerah pegunungan ini berlainan dengan yang lain, banyak pohon jambu serta pisang, jadi rindang.
Pemandangan indah. Setelah 1,5 km baru masuk desa Ciputri. Nampaknya daerah ini subur dan makmur.
Akhir perjalanan setelah 2 km, tibalah kami di kompleks perkebunan teh. Saya menikmati pemandangan cantik di sekitarnya.
Di sebelah kiri tampak kebun teh yang hijau dan rata seperti baru. Seorang pria muda tampan mendatangi saya.
Saudara W. Edy Suprytanto dengan ramah memberi keterangan mengenai keadaan di situ.
Bahkan ia sebagai pemimpin pabrik teh mengundang saya untuk melihat-lihat.
Sambil bercakap-cakap kami jalan menurun ke pabriknya seluas 11 m x 40 m.
Nampak mesin-mesin yang baru (3 bulan) buatan Taiwan yang katanya adalah peralatan pabrik teh yang paling modern.
Pukul empat sore pabrik baru mulai bekerja karena menunggu daun teh yang sedang dipetik.
Pengolahan sampai malam, tiap hari kecuali hari Minggu.
Saya baru tahu bahwa ada teh hijau dan hitam yang berasal dari daun teh yang sama jenis namun berbeda dalam pengolahannya.
Daun teh yang baru dipetik, melalui mesin diangkat masuk ke sejenis oven yang dipanaskan dengan blower sampai 100 derajat Celsius selama 7 menit.
Lalu dilewatkan sebuah mesin yang dapat menggulung daun teh itu.
Kemudian dikeringkan pada 130 derajat Celsius selama 25 menit. Melalui alat "rotary dryer" dikeringkan lagi pada suhu 60 derajat Celsius.
Semua hal yang dilakukan di situ adalah untuk kepentingan penelitian.
Untuk pertama kali saya melihat pohon teh untuk bibit, yang tinggi karena tidak dipangkas.
Kebun teh untuk bibit ini luasnya 2,2 ha di atas perkebunan yang luas seluruhnya 72,3 ha. Semoga rangkaian laporan mengenai daerah Cianjur yang telah kami datangi dapat membantu para penggemar alam indah bila ingin menyaksikannya.