Mahapurasammandala itu titik sentral dari keseluruhan kompleks candi, yang terletak persis di titik potong garis-garis diagonal yang menghubungkan keempat sudut halaman.
Bekas mahapurasammandala semacam itu masih bisa kita saksikan sekarang di bagian kanan pipi tangga candi induk Prambanan, yaitu berupa sebuah batu dengan goresan menyilang pada penampngnya.
Begitu ketatnya peraturan pemilihan lahan sebagai lokasi candi, pakar arkeologi Prof. Dr. Soekmono dalam disertasinya menyatakan, suatu tempat suci adalah suci karena potensinya sendiri.
Jadi sesungguhnya, yang utama adalah tanahnya, sedangkan kuilnya menduduki tempat nomor dua.
Tidak diupah
Jika tanah telah dinilai suci, barulah dilakukan pembangunan candi. Lewat pejabat-pejabat wakil daerah, raja mengimbau kepada seluruh rakyat untuk memulai membangun candi.
Begitu imbauan raja keluar, rakyat pun berbondong-bondong datang sambil membawa berbagai peralatan sesuai dengan profesinya masing-masing.
Jika merasa diri seniman pahat, mereka segera bergabung di bawah perintah sang taksakha guna melakukan pekerjaan menatah batu untuk dibuat arca.
Kalau merasa diri seniman ukir, mereka pun bergabung di bawah kepemimpinan varkhadin untuk mengerjakan ornamen hiasan atau relief cerita.
Begitu pun yang merasa dirinya pujangga segera mempersiapkan adegan lakon-lakon yang bakal direliefkan.
Sementara itu mereka yang tidak punya keahlian tahu diri, lalu masuk ke dalam rombongan orang-orang yang mencari batu kali atau batu gunung, sekaligus mengangkutnya ke lokasi pembangunan candi.
Seperti biasa kaum wanita siap menyumbangkan tenaganya menyediakan konsumsi bagi para pekerja.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR