Banyak data yang bisa diperkirakan secara tepat dengan distribusi probabilitas dan hasilnya digunakan untuk menganalisis data statistik.
Lalu, mengapa kedua pemimpin tadi sepertinya membenci statistik?
Persoalannya bisa saja karena kecewa akibat kenyataan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
(Baca juga: Angka Mengejutkan Statistik Perokok di Indonesia)
Dari sini muncul ketidakpercayaan terhadap analisis data statistik karena merasa dibohongi.
Ambil contoh tingkat inflasi. Menurut Biro Pusat Statistik (BPS), tingkat inflasi bulan Juni 2004 sebesar 0,48%.
Padahal, menurut hitungan kita, tingkat inflasi itu lebih tinggi karena nilai rupiah menurun terhadap dolar AS.
Di sini mungkin kita lupa bahwa variabel penghitung inflasi antara BPS dan kita mungkin berbeda. Dengan begitu, hasilnya tentu saja berbeda.
Jadi, data statistik sebenarnya bukan membohongi kita
Yang terjadi, kita tidak sepandangan dalam "menafsirkan"data itu dengan si penyusun data. (Djoni Dwijono, di Yogyakarta)
(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Desember 2005)
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR