Usai menghabiskan snack, mereka kembali ke tumpukan pelepah sawit.
Mahout meletakkannya ke punggung gajah, lalu perlahan kembali menyeberang deras sungai Seblat.
Saat sungai sedang dalam, para gajah sampai hanya kelihatan belalainya yang diacungkan ke atas mirip teleskop.
Sementara mahout berupaya untuk tidak terbawa arus. Kegiatan ini akan diulang pada sore hari.
Pada saat gajah menyeberang sungai inilah para pengunjung bisa ikut menyeberang ke PLG di punggung gajah.
Menggembalakan gajah pada dasarnya sama dengan menggembalakan kambing dan kerbau. Gajah dilepas di hutan sekitar PLG.
Bila hutan di sekitar PLG sudah tak menyediakan pakan, terpaksa para mahout mengajak gajah ini ke perkebunan sawit yang sudah tinggi sehingga tidak merusak.
Tentu dengan pengawasan. Untuk mencegah agar selalu dalam pengawasan, bila mahout tidak naik di punggung gajah, maka kaki gajah tersebut diberi pemberat berupa rantai besi.
Bagi pecinta binatang, tindakan ini sempat diprotes.
“Ya gimana, kalau tidak dirantai, kalau makan sawit, satu pohon dikenakan denda Rp 700.000,-.Siapa yang mau bayar?” kata Moko.
Denda tersebut merupakan kesepakatan warga dengan PLG, salah satu kesepakatan untuk menangani konflik gajah.
Jalan tengah yang mungkin tak mengenakkan bagi gajah, tetapi apa boleh buat. Yang jelas, rantai gajah itu diupayakan hanya memperlambat gerak dan tidak menyakiti.
Gajah-gajah di padang penggembalaan di sepanjang Sungai Seblat merupakan pemandangan menarik.
Mereka makan dengan tenang, terkadang bermain air, sesekali orang-orang yang tubbing melintas.
Keragaman jenis tumbuhan yang dimakan akan menjadikan gajah tersebut sehat.
Pada dasarnya, gajah memakan semua jenis daun dan ranting. Pelepah sawit memang termasuk salah satu makanan favorit gajah.
Hanya saja, tak bagus bila diberi makan satu jenis sepanjang waktu.
Hingga sore menjelang, ketika gajah sudah kenyang, maka ia kembali menyeberang sungai untuk mengambil pelepah sawit kembali. Stok untuk camilan nanti malam hingga pagi.
Demikianlah keseharian gajah-gajah Seblat. Semoga akan tetap begitu, bila mungkin, rumah gajah ini diperluas lagi. (Titik Kartitiani)
(Seperti dimuat di Majalah Intisari edisi April 2016)
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR