Advertorial
Intisari-Online.com -Negara bagian Texas, AS, sedang dalam kondisi darurat bencana seiring dengan adanya badai tropsi Harvey.
Sampai berita ini diturunkan, sudah ada dua orang korban jiwa serta ribuan orang diberitakan terjebak di rumah mereka dalam kondisi listrik padam.
Jumlah korban tewas dikhawatirkan akan naik seiring genangan air yang terus meninggi.
Tak hanya menghantam rumah-rumah pada rumah-rumah penduduk, menyebabkan pohon-pohon tumbang, badai juga membuat binatang-binatang peliharaan terlantar.
Pada 2011 lalu, Amerika juga mendapat serangan topan yang begitu dahsyat, namanya Katrina. Disusul kemudian badai Sandy pada 2012.
(Baca juga: Texas Dihantam Badai Harvey, Tidak Hanya Ribuan Manusia Para Binatang pun Menderita)
Sepertinya halnya Yolanda atau Haiyan di Filipina, Katrina, juga Sandy berhasil meluluhlantakkan Amerika.
Ribuan nayawa menjadi tumbal keganasan topan-topan ganas tersebut.
Katrina, Sandy, Yolanda, Ophelia, atau Paula, sekilas merupakan nama-nama cantik dan mudah diingat.
Sangat bertolakbelakang dengan sifat topan yang merusak lagi meluluhlantakkan.
Sebenarnya, kenapa nama-nama itu dipilih untuk menjadi nama sebuah topan? Apakah itu asal bunyi saja?
(Baca juga: Badai Tornado Tepat Berada di Belakang Rumah, Pria Ini Malah Lakukan Hal yang Bikin Istrinya ‘Jantungan’)
Berawal dari nama-nama santa
Penamaan badai sejatinya sudah ada jauh-jauh hari. Masyarakat di seputaran Karibia sudah menggunakan nama-nama “aneh” untuk menyebut topan-topan tersebut, meski terkesan sangat serampangan.
Dalam bukunyaHurricane,Ivan R Tannehill, seorang letnan yang banting setir menjadi ilmuwan cuaca, mengatakan bahwa awal penamaan badai banyak terinspirasi dari nama-nama santa perempuan dalam agama Katolik. Lebih tepatnya adalah santa-santa yang tanggal lahirnya berdekatan dengan tanggal terjadinya badai yang bersangkutan. Nama Santa Ana, milsanya, dipilih untuk menyebut badai yang terjadi pada 26 Juli 1825 di Puerto Rico.
Amerika Serikat pernah mengusulkan menggunakan titik koordinat untuk menentukan nama badai, tapi itu gagal karena dianggap terlalu rumit. Alasannya karena metode identifikasi ini rumit dan sistem radio cukup membingungkan yang lebih banyak menyebabkan kesalahan.
Revolusi penamaan badai terjadi di awal tahun 1950-an. Pada 1953, para peramal cuaca mulai menggunakan nama-nama perempuan. Sistem ini kemudian diadopsi oleh Natioan Hurricane Center untuk memberi nama-nama badai di wilayah Atlantik.
Sistem pemberian nama lantas disempurnakan pada 1979. Tidak hanya nama-nama perempuan, tapi juga nama-nama laki-laki, dengan sistem alfabetik. Nama-nama yang berawalan Q, U, X, Y, dan Z tidak digunakan. Belum ditemukan alasan pasti kenapa nama-nama dengan awalan huruf tersebut diabaikan. Jadi, tiap tahun ada 21 jatah nama. Apabila badai yang terjadi melebihi jumlah nama, selanjutnya akan didasarkan pada aksara Yunani; Alpha, Beta, dan seterusnya.
Misal untuk nama-nama badai 2012: Alberto, Beryl, Chantal, Ernesto, Sandy (terparah), Joyce, dan lain sebagainya.
Selalu dirotasi
Otoritas pemberian nama badai berada di bawah kuasa badan meteorologi dunia, Word Meteorogical Organization. Badan ini bertugas memperbarui enam wilayah cuaca di dunia dengan Amerika Serikat sendiri dibagi menjadi beberapa wilayah: utara, tengah, dan Karibia.
Nama-nama tersebut akan dirotasi setiap 6 tahun. Nama-nama yang memakan banyak korban akan diabaikan dan diganti dengan nama-nama baru. Nama-nama tersebut akan dipilih melalui pemungutan suara yang dilakukan oleh WMO.
Selain itu, nama-nama itu juga harus sesuai dengan visi awal pemberian nama badai, di antaranya:
(Moh Habib Asyhad dari Berbagai Sumber)