Advertorial
Intisari-Online.com – Selama 28 tahun, saya mengelola La Belle Professional Training School dan Model/Talent Agency.
Suatu pagi, sekretaris saya menyela, mengatakan ada seseorang di telepon yang bersikeras bahwa ia harus segera berbicara dengan saya tentang putrinya.
Mengangkat telepon, saya disambut oleh seorang wanita bersuara kuat yang menuntut agar saya bertemu dengannya dan putrinya secara pribadi.
Ia mengatakan bahwa putrinya, Judy, adalah anak yang sangat tidak biasa dan sulit, sehingga membutuhkan perhatian khusus di kelas privat.
(Baca juga:Kecil-kecil kok Sudah Suka Pegang Alat Kelaminnya, Begini Seharusnya Sikap Kita sebagai Orangtua)
Saya menjelaskan bahwa akan lebih bermanfaat bagi putrinya dan lebih murah mendaftarkannya dalam kelas kelompok.
Sekali lagi wanita itu menyatakan bahwa saya harus melihat putrinya sebelum membuat keputusan itu.
Akhirnya kami sepakat untuk mengadakan pertemuan pada minggu berikutnya, “setelah berjam-jam, saat tidak ada orang lain yang melihatnya datang.”
Keingintahuan dan imajinasi saya berputar-putar dalam pikiran saya sebelum pertemuan.
Apakah Judy terlalu gemuk, cacat, tidak dapat diperbaiki, atau gila secara mental? Bagaimana saya bereaksi?
Pada siapa saya bisa merujuknya? Jika saya mendaftarkannya, bagaimana saya bisa membuat ibunya mengerti bahwa kelas kelompok lebih berharga dan saya tidak mengajar kelas privat?
Hari yang ditentukan tiba, tepat pukul 18.00 seorang wanita berbadan besar berusia enam puluhan memasuki kantor saya.
Mengikuti wanita itu dibelakangnya seorang gadis berumur 15 tahun dengan rambut hitam legam dan mata biru besar.
Mereka duduk di depan meja saya di kursi Spanyol tua yang letaknya sekitar beberapa meter saja.
(Baca juga:Kuis: Sudahkah Anda Menggunakan Akal Sehat Setiap Mengambil Keputusan Secara Bijak?)
Ibu Judy meletakkan tangannya di lutut putrinya dan mengguncangnya, saat ia berkata, “Lihat anak perempuan saya, dia mengerikan, dia jelek. Apa yang bisa Anda lakukan dengannya?”
Tak satu pun dari bayangan saya yang menyamai ini! Judy menunduk menatap tangannya. Ibunya menatap saya dan saya tercengang melihat mereka masing-masing.
Yang ingin saya katakan adalah, “Begini, Bu, ayo kita melakukan sesuatu dengan Anda lebih dulu, lalu kita akan menangani Judy.” Tetapi sebaliknya, saya mendengar diri saya berkata, “Seberapa cepat ia bisa memulai pelatihan pribadinya dengan saya?”
Pelatihan memang sulit dilakukan pada awalnya. Pikiran Judy tentang dirinya mencerminkan pandangan ibunya.
Oleh karena itu, untuk memenuhi harapan ibunya, ia memberontak, apatis, dan enggan untuk mendengarkan atau berpartisipasi, tapi saya tahu ia menginginkannya.
Seiring bertambahnya umur, meski mempertahankan sikap menantangnya, ia berdiri lebih tinggi dan mengekspresikan dirinya dengan lebih jelas.
Di sebuah kelas, saya membuat komentar tentang The Beatles. Saya melihat mata Judy bersinar dan kami terhubung. “Jika saya menyukai The Beatles, saya pasti semangat.” Sepertinya pesan baru yang Judy kirimkan ke saya.
Tak lama kemudian, persepsi diri Judy berubah. Ia menemukan betapa menariknya ia. Ia belajar bagaimana membawa dirinya dengan bangga, menatap mata saya, dan berbagi kecantikan batin dan luarnya dengan orang lain.
Ia tidak lagi memikirkan dirinya sendiri pada cara ibunya melatihnya. Keyakinannya meningkat dan pada akhir pelatihan sepuluh minggu, ia meminta ibunya untuk membiarkannya melanjutkan kelas kelompok profesional akting dan fotografi komersial.
Ibunya bersedia membiarkannya mengikuti kursus kelompok dan kemajuannya lebih cepat lagi.
(Baca juga:Ingin Memikat Hati Anak, Contek Cara Mendiang Pak Kasur yang Selalu Dekat dengan Anak-anak Ini!)
Judy mengetahui bahwa ia tidak “mengerikan” dan ia senang berada di depan kamera yang membuktikan bahwa ia tidak “jelek”.
Saya tidak pernah melihat atau berbicara dengan ibunya lagi. Namun, saya masih bertemu dengan Judy di kota sewaktu-waktu.
Pada salah satu pertemuan terakhir kami, saat mendiskusikan pelatihan La Belle-nya, saya mengetahui bahwa ibunya harus membelikannya sebuah mobil mewah untuk menyuapnya mengikuti pelatihan saya! Wah….
Demikianlah, kata-kata orangtua sangat berpengaruh pada pemikiran, perilaku, dan harga diri anak-anak.