Intisari-Online.com - Selain Singapura Tak Mungkin Masuk Daftar 10 Negara dengan Tingkat Korupsi Terendah di Dunia Tanpa ‘KPK’, Asia juga diwakili Hongkong dalam daftar pemerintahan paling bersih dari korupsi.
Hongkong selalu dalam 20 besar negara dengan tingkat korupsi paling rendah di bumi.
Padahal, korupsi di Hongkong amat parah saat Komisi Independen untuk Pemberantasan Korupsi (ICAC).
Lembaga anti rasuah itu dibentuk setelah seorang petinggi polisi dengan aset jutaan dollar Hongkong, Peter Godber, melarikan diri.
Godber kabur di tengah penyidikan atas aset dan hartanya yang diduga didapat secara haram.
Pelarian Godber menimbulkan kemarahan warga.
Padahal, kala itu warga Hongkong amat menoleransi korupsi.
Bahkan, mereka maklum jika harus memberi uang kopi kepada petugas medis agar bisa diobati.
Namun, tetap saja mereka murka dengan pelarian Godber.
(Baca juga: Punya Kekayaan hingga Ratusan Miliar Rupiah kok Masih Korupsi Juga: Inilah Jumlah Kekayaan Setya Novanto)
Pemerintah menanggapi pelarian itu dengan berbagai tindakan dan kebijakan, salah satunya dengan membentuk ICAC.
Di hari-hari pertamanya, ICAC mendapat tantangan lebih keras dari CPIB.
Bahkan, polisi yang gerah atas penyelidikan korupsi di kepolisian menyerbu kantor ICAC pada 1977.
Mantan komisioner ICAC, Tony Kwok, dalam wawancara dengan Kompas pada 10 Februari 2015 menyatakan polisi Hongkong sangat korup di masa lalu.
Polisi selalu menjadikan ICAC sebagai musuh.
(Baca juga: Arswendo Atmowiloto : Korupsi Bukan Cobaan)
Setelah konflik 1977, hubungan ICAC dan polisi Hongkong terus membaik.
Pembersihan terus dilakukan sehingga polisi Hongkong salah satu yang paling bersih di dunia.
Pemerintah, menurut Kwok, sangat mendukung ICAC.
Seperti di Singapura, dukungan penuh pemerintah membuat ICAC bisa terus melaju.
Lembaga itu menyidik tanpa pandang bulu.
Terakhir, ICAC menyidik mantan Kepala Eksekutif Hongkong Donald Tsang Yam-Kuen.
Penyidik ICAC akan segera menyerahkan kasus Tsang ke pengadilan dengan dakwaan korupsi.
Kwok mengatakan, KPK bisa juga melakukan itu dan sekarang sudah di jalur yang benar.
KPK sudah memeriksa beberapa nama besar tanpa pandang bulu.
Independensi KPK terus teruji dan terbukti lewat serangkaian penyidikan dan penangkapan terhadap orang-orang penting di Indonesia.
Risiko untuk langkah itu memang banyak.
Berbagai kelompok yang tidak suka KPK tetap ada dan menghantam korupsi berusaha melemahkan hingga membubarkan lembaga itu.
Terakhir, muncul ide membatasi usia KPK sampai beberapa tahun ke depan saja.
Tidak jelas siapa pengusul rancangan undang-undang yang bisa melumpuhkan KPK itu.
Dalam beberapa kesempatan, sejumlah anggota DPR dari partai-partai pengusung pemerintah mengakui sebagai pengusul.
Sementara, naskah rancangan menggunakan kepala surat Istana.
Usulan itu justru mengemuka saat peringkat Indonesia di daftar negara bebas korupsi belum kunjung membaik.
Dari 179 negara dalam daftar, peringkat Indonesia selalu lebih dari 100.
Saat KPK dan berbagai elemen masyarakat ingin menguatkan KPK, pemerintah dan parlemen secara konsisten terus berusaha melemahkan dan membubarkan KPK.
Alih-alih menargetkan kapan Indonesia bebas korupsi, pemerintah dan parlemen malah sibuk membatasi usia KPK.
Keputusan itu seperti memilih waktu mematahkan sapu, saat belum jelas kapan halaman bisa bersih dari sampah.
Jangan-jangan, memang suka tinggal di tempat kotor dan makan dari sampah?
(Kris R Mada)
Artikel ini sudah tayang di print.kompas.com dengan judul “Melihat Pemberantasan Korupsi di Singapura dan Hongkong”.