Inilah yang Menyebabkan Setya Novanto Ditetapkan sebagai Tersangka Korupsi E-KTP

Moh Habib Asyhad

Editor

Lima pimpinan DPR RI usai pelantikan Ketua DPR RI Setya Novanto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/11/2016)
Lima pimpinan DPR RI usai pelantikan Ketua DPR RI Setya Novanto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/11/2016)

Intisari-Online.com -KPK baru saja menetapkan Ketua DPR RI Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus korupsi e-KTP. Apa yang membuat Novanto jadi tersangka?

Menurut Ketua KPK Agus Rahardjo, Novanto diduga ikut mengatur agar anggaran proyek e-KTP senilai Rp5,9 triliun disetujui oleh anggota DPR.

(Baca juga:Babak Baru Korupsi E-KTP: Ada Catatan Fee untuk Setya Novanto hingga Marzuki Alie)

“SN melalui AA diduga memiliki peran mengatur perencanaan dan pembahasan anggaran DPR, dan pengadaan barang dan jasa,” ujar Agus dalam jumpa pers di Gedung KPK Jakarta, Senin (17/7).

Tak hanya itu, menurut Agus, Novanto melalui pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong juga ikut mengondisikan perusahaan yang menjadi pemenang lelang proyek e-KTP.

Proyek pengadaan e-KTP dimenangkan oleh konsorsium Perusahaan Umum Percetakan Negara Republik Indonesia (Perum PNRI).

Konsorsium itu terdiri atas Perum PNRI, PT Superintending Company of Indonesia (Sucofindo persero), PT LEN Industri (persero), PT Quadra Solution, dan PT Sandipala Arthaputra.

Adapun proses penentuan pemenang lelang itu dikoordinasikan oleh Andi Narogong.

Setya Novanto, lahir di Bandung, 12 November 1954, merupakan politikus Partai Golka asal Jawa Barat, Indonesia.

Ia menjabat Ketua DPR RI periode 2014—2019, dan telah menjadi anggota DPR RI sejak 1999 hingga masa jabatan 2019 (tanpa putus) sebagai perwakilan Golkar dari dapil Nusa Tenggara Timur Dua, yang meliputi wilayah Pulau Timor, Rote, Sabu, dan Sumba.

(Baca juga:Dosen Fisika Sebut Bahan Baku E-KTP per Keping ‘Hanya’ Rp628, Padahal Kemendagri Membayarnya Rp16.000)

Namun pada tanggal 16 Desember 2015, Ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua DPR RI terkait kasus pencatutan nama Presiden RI Joko Widodo dalam rekaman kontrak PT. Freeport Indonesia—tapi kembali ke posisinya lagi pada penghujung 2016 lalu.

Ia juga menjabat sebagai Ketua Fraksi Golkar periode 2009-2014. Saat ini, Ia menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar periode 2016-2019.

Artikel Terkait