Ternyata Ancaman Korea Utara untuk Jatuhkan Bom Atom di AS, Hanya ‘Tulah’ dari Sikap AS saat Perang Korea

Ade Sulaeman

Editor

Penembakan meriam Korut
Penembakan meriam Korut

Intisari-Online.com - Konflik dua Korea yang masih berlarut-larut hingga kini tidak bisa dilepaskan dari serangan kilat (blitzkrieg) yang dilancarkan pasukan Korut kepada Korsel pada 25 Juni 1950.

Pasukan Korsel yang baru saja ditinggalkan oleh AS dan hanya memiliki persenjataan ringan dengan mudah digilas oleh pasukan Korut yang terdiri dari 10 divisi infantri bersenjata lengkap dan didukung oleh gempuran artileri serta ratusan tank modern T-34 buatan Soviet.

Gempuran pasukan Korut yang dengan cepat melintasi garis demarkasi 38th Parallel itu sama sekali tidak bisa ditahan oleh pasukan Korsel.

Dalam serangan kilat itu pasukan Korut mengincar tiga sasaran vital sekaligus.

Gerak maju pasukan Korut langsung menyerbu dan menguasai ibukota Korsel, Seoul dan menguasai dataran-dataran tinggi Korsel sehingga pasukan Korut yang kemudian membangun pertahanan bisa mengawasi kawasan sekitar dengan maksimal.

(Baca juga: Mampu Imbangi F-86 Sabre saat Perang Korea, MiG-15 ‘Dibelotkan’ agar Dapat Diteliti oleh Militer AS)

Sementara target yang ketiga adalah menguasai kawasan-kawasan pinggiran pantai untuk menghadang adanya serangan musuh yang berasal dari laut.

Keberhasilan serbuan kilat Korut yang membuat pasukan Korsel dan sisa pasukan AS terdesak makin ke selatan dan hanya bisa bertahan di wilayah Pusan itu membuat AS yang baru saja menarik pasukan dan juga PBB kelabakan.

Apalagi Seoul sudah berhasil diduduki pasukan Korut dan menjadi tugas yang sangat sulit bagi pasukan penolong untuk membebaskannya.

Pasalnya untuk menolong pasukan Korsel dan AS yang bertahan di Pusan Perimeter hanya bisa mengerahkan pasukan infantri.

PBB pun turun tangan dan mengirimkan pasukan untuk mencegah Korut menguasai Korsel secara penuh.

(Baca juga: Moon Jae-in Jadi Presiden Baru Korsel, Perang Korea Jilid 2 Batal?)

Namun pasukan penolong yang paling diandalkan oleh PBB adalah tentara AS. Ketika itu, pangkalan pasukan AS yang berada paling dekat dengan posisi Korsel adalah US X Corps yang bermarkas di Yokohama, Jepang.

Pasukan yang berada di Jepang sejak PD II berakhir itu dipimpin oleh panglima yang sangat berpengalaman, Jenderal Douglas MacArthur.

Meskipun dikenal sebagai jenderal yang berpengalaman dan mempunyai pasukan yang cukup besar, ketika diperintahkan untuk terjun ke medan perang Korea, Jenderal MacArthur harus berpikir keras.

Selama bertugas di Jepang, MacArthur memang memiliki pasukan yang cukup besar tapi kurang terlatih karena selama di Jepang personel US X Coprs tidak menjalankan misi tempur melainkan melaksanakan tugas-tugas yang bersifat pengamanan.

Tapi MacArthur tak punya pilihan lain kecuali segera melancarkan serbuan ke Korea untuk membebaskan pasukan yang terdesak di Pusan Perimeter lewat pendaratan di Pantai Inchon.

(Baca juga: Gara-gara Donald Trump Perang Korea yang Terlupakan Jadi Diingat Banyak Orang)

Taktik serbuan amfibi itu sebenarnya ditentang oleh Pentagon karena dikhawatirkan akan menimbulkan korban yang besar.

Tapi MacArthur tetap memilih serbuan lewat laut yang sekaligus merupakan strategi tempur yang sangat riskan karena ribuan pasukan harus mendarat di garis belakang musuh.

Setelah mengumpulkan kekuatan yang terdiri dari 70.000 personel marinir (1st Marine Division) dan infantri (7th Infantry Division) serta ditambah oleh sekitar 8.600 pasukan Korsel, serbuan ke Incheon pun digelar.

Operasi pendaratan pasukan AS dan sekutunya di Incheon dipimpin oleh komandan kepercayaan MacArthur, Mayor Jenderal Hobart R Gay.

Pantai Incheon, khususnya kawasan Walmi Do yang hanya dipertahankan oleh pasukan Korut dengan persenjataan ringan bisa dengan mudah disapu bersih oleh bombardemen meriam kapal perang dan bom yang dijatuhkan dari pesawat tempur. P

endaratan amfibi pasukan MacArthur di Walmi Do pun berlangsung sukses dan disusul gerak maju pasukan darat yang didukung tank-tank ringan menuju ke Seoul dan Pusan .

Setelah berlangsung pertempuran sengit selama satu minggu, Seoul akhirnya berhasil direbut oleh pasukan AS-Korsel.

Jatuhnya Seoul ke tangan pasukan penyelamat dalam waktu yang relatif singkat membuat pasukan Korut mundur ke arah utara menuju wilayahnya sendiri dengan koordinasi yang buruk.

Akibatnya banyak peralatan tempur yang ditinggalkan dan ribuan pasukan Korut berhasil ditawan.

Mundurnya pasukan Korut berakibat pada pengepungan atas pasukan Korsel dan AS yang bertahan di Pusan Perimeter kendor.

Kesempatan ini dimanfaatkan oleh pasukan yang terkepung dan sudah mendapat bantuan pasukan darat, khususnya dari Task Force Lynch bergerak menyerang sehingga kepungan di Pusan perimeter pun berhasil dijebol.

Pada awal bulan Oktober peta medan Perang Korea telah berubah total. Pasukan AS-Korsel yang semula terdesak kini berubah menjadi pasukan penyerang yang mengejar-ngejar pasukan Korut hingga melintasi garis demarkasi 38th Parallel dan masuk jauh ke wilayah Korut.

Terdesaknya pasukan Korut ternyata membuat sekutunya, China tak senang. Apalagi dalam sejumlah pertempuran khususnya yang berlangsung di udara, pesawat AS sering melanggar wilayah udara China.

Sedangkan pasukan darat yang bertempur di sepanjang Sungai Yalu, juga sering memasuki wilayah darat China.

Tanpa mengumumkan turut berperang, China pun mengerahkan puluhan ribu pasukan daratnya untuk membantu Korut. Suatu campur tangan militer negara tetangga yang semula tidak diperhitungkan oleh PBB dan AS.

Serangan balik pasukan Korut yang dibantu pasukan infantri China yang sudah berpengalaman dalam perang darat sontak membuat pasukan AS dan Korsel kembali terpukul mundur hingga melintasi 38th Parallel.

Terlibatnya China dalam Perang Korea langsung menimbulkan problem serius bagi AS dan PBB.

Medan perang kini bukan lagi terbatas di wilayah Korea tapi juga China dan tidak mustahil Soviet juga akan turut melibatkan diri sehingga Perang Dunia III pun akan meletus.

Untuk mengatasi meluasnya perang, MacArthur lalu mengusulkan untuk menggempur China secara besar-besaran. Tapi strategi MacArthur akan sangat riskan jika gempuran masif itu gagal menghancurkan pasukan China.

Dengan pertimbangan tersebut, usulan MacArthur yang ingin menggempur China secara besar-besaran langsung ditolak.

Namun karena tidak mendapatkan serangan balasan yang memadai posisi pasukan Korut makin di atas angin.

Berkat dukungan ratusan ribu personel pasukan dan persenjataan dari China, pasukan AS dan Korsel makin terdesak ke selatan sehingga Seoul pun jatuh lagi ke tangan pasukan komunis.

Pasukan AS-Korsel kembali melancarkan offensive dan berhasil merebut Seoul untuk kedua kali pada bulan Maret 1951.

Tapi upaya untuk menghalau pasukan China-Korut ke utara ternyata tidak mudah karena kuatnya pertahanan dan persenjataan yang digelar oleh pasukan komunis.

Perang antara pasukan yang berada di wilayah Korsel dan Korut pun menjadi pertempuran berlarut dan melelahkan.

Salah satu kehebatan pasukan China dalam Perang Korea adalah taktik serbuan gelombang manusia yang dilaksanakan secara susul-menyusul.

Serbuan dengan resiko kehilangan banyak pasukan itu hanya bisa dilaksanakan oleh personel paling berani karena mereka tak akan lari mundur kendati harus terus maju sambil melompati mayat rekannya yang gugur.

Pasukan AS dan PBB berusaha keras menahan laju gempuran gelombang manusia itu dengan menembakkan senapan mesin secara masif.

Salah satu serangan berupa gelombang manusia yang dikerahkan secara besar-besaran berlangsung pada bulan April-Mei 1951.

Namun, serangan yang cenderung brutal itu berhasil ditahan oleh pasukan AS-PBB kendati dari kedua belah pihak telah banyak jatuh korban jiwa.

Perang yang kemudian berlangsung di Korea adalah saling merebut bukit dan lagi-lagi merupakan pertempuran statis yang berlarut-larut.

Perang Korea bahkan menjadi perang politis, di mana Blok Barat berusaha mengalahkan Blok Timur dan sebaliknya.

Prinsip menang secara milite di tanah Korea bahkan menjadi tidak penting. PBB yang menyadari bahwa Perang Korea tidak lagi merupakan perang yang murni lalu berusaha keras menggiring kedua pihak yang bertikai ke meja perundingan.

AS yang sudah kehilangan puluhan ribu prajuritnya juga sudah kehilangan akal sehingga opsi untuk menggunakan bom atom pun mulai dicanangkan.

Ancaman penggunaan bom atom akhirnya membawa para pelaku Perang Korea ke meja perundingan PBB.

Perang Korea pun berhasil dihentikan melalui gencatan senjata yang dimulai pada bulan Juli 1953 dan masing-masing pihak yang bertikai harus mundur di belakang kawasan netral, 38th Pararllel.

Namun pertikaian yang berhasil dihentikan dengan gencatan senjata itu tetap saja belum menyelesaikan masalah.

Perang Korea yang telah merenggut nyawa lebih dari dua juta orang bahkan seolah terlupakan (The Forgotten War).

Namun, sejumlah masalah yang kemudian muncul, khususnya program nuklir Korut yang kemudian digunakan untuk mengancam AS, ternyata berpotensi untuk memicu Perang Korea berkobar lagi.

Artikel Terkait