Intisari-Online.com -Ketika pada Mei 1954 pasukan Vietnam yang dipimpin Ho Chi Minh atau Paman Hoberhasil mengalahkan pasukan Para Perancis dalam pertempuran di Dien Bien Phu, tingkat kepercayaan diri Paman Ho makin meningkat.
Paman Ho yakin, suatu saat Vietnam akan menjadi negara merdeka berideologi komunis dan siapa pun musuh yang menghadang pasti akan bisa dihancurkan.
Paman Ho yang kemudian berkuasa di Vietnam Utara tetap berupaya keras mengkomuniskan Vietnam Selatan.
(Baca juga:Bagaimana Bila Amerika Serikat Memenangkan Perang Vietnam? Lihat Video Berikut)
Sel-sel gerilya bentukan Vietnam Utara di kawasan Selatan, Viet Cong, pun mulai dibangun dan secara perlahan menjadi kekuatan menggurita yag siap mencaplok negaranya sendiri.
Semangat Paman Ho untuk mengkomuniskan Vietnam Selatan sejalan dengan semangat komunis Blok Timur seperti Uni Soviet dan China yang sangat bernafsu mengkomuniskan kawasan Asia Tenggara.
Bantuan logistik dan persenjataan dari dua negara komunis yang sekaligus tetangga dekat itu pun mengalir.
Paman Ho lalu menyalurkan bantuan itu melalui jalur logistik yang sangat efektif dan telah dibangunnya semasa pertempuran Dien Bien Phu, Ho Chi Minh Trail.
Rongrongan gerilya Viet Cong dan Vietnam Selatan yang pemerintahannya mendapat dukungan ekonomi dan politik dari AS makin menjadi.
Pemerintah AS di Washington yang saat itu dipimpin oleh Presiden John F Kennedy pun merasa terganggu.
AS sebagai negara yang sudah memposisikan dirinya sebagai polisi dunia dan sekaligus tulang punggung bagi kekuatan Blok Barat yang anti komunis, Presiden Kennedyakhirnya memutuskan untuk mengirimkan pasukannya ke Vietnam.
Bulan Januari1962 merupakan bulan yang bersejarah karena untuk pertama kalinya pasukan AS yang dikirim ke Vietnam bertempur melawan pasukan Viet Cong.
Tahun 1963 perang melawan Viet Cong terus berlanjut dan korban tewas dari pasukan AS mulai berjatuhan.
Dengan jatuhnya korban pasukan AS di Vietnam, pemerintah AS di Washington mulai menyadari bahwa penugasan untuk bertempur di Vietnam ternyata sangat riskan.
Tapi Presiden Kennedy yang juga dikenal sebagai veteran Perang Dunia II dan sangat kritis terhadap perkembangan konflik di Vietnam keburu tewas akibat ditembak sehingga masalah Vietnam kemudian diambil oleh penggantinya yang dikenal berwatak keras, Presiden Johnson.
Atas perintah Presiden Johnson pasukan AS di Vietnam terus ditambah dan sejumlah operasi tempur yang melibatkan kekuatan darat, laut, dan udara terus digelar.
Namun gempuran pasukan AS yang melibatkan senjata modern dan pasukan dalam jumlah besar ternyata bak membentur tembok beton yang tebal.
Pasukan gerilya Viet Cong yang kekuatannya telah tersebar merata di sepanjang garis tempur Vietnam Selatan dan perbatasan Laos serta Kamboja kini bukanlagi melancarkan perang gerilya.
(Baca juga:Fatal! Klinik Kecantikan Asal Vietnam Ini Gunakan Logo yang Justru Bisa Bikin Calon Pasiennya Ngeri)
Tapi bertempur seperti pasukan regular dengan dukungan logistik dan persenjtaan yang sangat memadai.
Kekuatan Viet Cong bahkan makin tangguh berkat dukungan pasukan regular NVA sehingga mereka mampu melancarkan serangan akbar yang terencana dan sukses secara politik dan militer, Tet Offensive.
Serangan Tet Offensive akhirnya mampu membukakan mata rakyat AS bahwa pasukannya yang bertempur di Vietnam hanyalah menjalani misi yang sia-sia.
Demo antiperang Vietnam pun mewabah di AS dan berujung pada tumbangnya kekuasan Presiden Johnson.
Pengganti Johnson, Presiden Nixon menyadari betul apa yang dialami para prajurit AS di Vietnam, opsi penarikan mundur seluruh pasukan
AS di Vietnam lalu digulirkan dan langsung mendapat tanggapan positif dari seluruh warga AS.
Realisasi penarikan mundur pasukan AS di Vietnam lalu mulai diwujudkan secara bertahap dan berlangsung antara tahun 1970 hingga 1975.
Namun sambil melaksanakan penarikan mundur pasukan, militer AS tetap melancarkan serangan terhadap pasukan Viet Cong/NVA.
Senjata kimia yang dikenal dengan Agent Oranye yang berakibat pada rusaknya hutan terus dilepaskan dari tahun 1968 hingga 1971.
Bulan Januari 1973 merupakan penarikan mundur terakhir bagi pasukan AS di Vietnam Selatan.
Seiring dengan menipisnya jumlah pasukan AS di Vietnam, pasukan NVA/Viet Cong terus melancarkan gempuran sistematis ke wilayah Selatan dan tak bisa dibendung lagi.
Pada akhir bulan April 1975, pasukan NVA akhirnya berhasil sepenuhnya menguasi Vietnam Selatan.
Ambisi Paman Ho untuk menyatukan satu Vietnam sebagai negara komunis akhrinya tercapai.
Untuk menghargai jasa dan perjuangan Paman Ho yang sangat luar biasa, kota Saigon pun diubah namanya menjadi Ho Chi Minh City.
Setelah Vietnam berhasil disatukan sebagai negara komunis, konflik ternyata belum berakhir.
(Baca juga:Lee Kuan Yew: Komunis di Singapura Tumbang karena Rakyat Butuh Kesejahteraan, Bukan Slogan dan Pidato)
Sebagai pemenang perang, pasukan Vietnam Utara bertindak semena-mena antara lain dengan memasukan mantan Presiden Vietnam Selatan, Thieu bersama lebih dari 200.000 pengikut lainnya ke kamp kerja paksa.
Sistem komunis yang segera diterapkan ke wilayah Vietnam Selatan dengan cepat menghapus sistem yang telah ada termasuk penghapusan terhadap sistem religi dan keyakinan.
Untuk menghindari sistem yang dipaksakan dan kehidupan yang terus memburuk, warga Vietnam Selatan kemudian memilih mengungsi ke berbagai negara dengan menaiki perahu tradisional dan kemudian lebih dikenal sebagai manusia perahu.
Pengaruh idiologi komunis yang dipaksakan pun mengguncang stabilitas negara tetangga, Laos dan Kamboja serta memunculkan tragedi kemanusiaan baru, The Killing Field.
Yang pasti idiologi komunis yang ditanamkan di wilayah Asia Tenggara makin menguat berkat keberhasilan pasukan komunis Vietnam Utara menguasai Vietnam Selatan.
Pemerintah Komunis Vietnam bahkan tetap stabil ketika komunis Rusia runtuh di akhir tahun 1989.
Vietnam bahkan menjadi negara yang cukup makmur hingga saat ini dan seperti telah melupakan perang yang berdarah-darah selama 10 tahun.
Bekas-bekas perang, seperti rongsokan tank, pesawat, hancurnya gedung, tunnel rat yang masih terpelihara, bahkan dijadikan sebagai museum abadi dan menjadi obyek wisata perang yang sangat menarik.
Para veteran Perang Vietnam asal AS secara kontinyu kembali lagi ke Vietnam tapi bukan untuk bertempur melainkan sebagai turis yang berlomba-lomba memasukan devisa ke pemerintah Vietnam.
Namun Perang Vietnam yang telah membunuh 58.000 prajurit AS, 1000 personil lainnya hilang, dan 150.000 terluka ternyata juga sudah dilupakan oleh AS.
Kendati nama para korban Perang Vietnam diabadikan di Memorial War, Washington DC agar tidak dilupakan, peperangan yang melibatkan militer AS ternyata terus terjadi.
(Baca juga:Kisah Pejuang Afghanistan Mengalahkan Pasukan Uni Soviet Mengunakan Rudal Panggul)
Perang-perang berikutnya yang dijalani oleh AS khususnya di Irak, Afghanistan dan Suriah telah menjadi Vietnam-Vietnam yang baru karena ribuan prajurit AS kembali tewas secara sia-sia.
Pelajaran berat dan penderitaan luar biasa dalam Perang Vietnam yang dilupakan rupanya makin membenarkan pepatah bagi negara yang suka berperang, kalah jadi abu menang jadi arang.