Maka lingkaran di sekelilingnya mengusulkan agar ia diangkat sebagai Jenderal Besar (bintang lima). Soeharto yang seperti biasa "risih" untuk menerima gelar kehormatan itu sendirian "didampingi" oleh A.H. Nasution dan almarhum Sudirman.
Era reformasi mengubah peran politik ABRI namun para purnawirawan memiliki kesempatan untuk bersaing memperebutkan kursi Presiden. Itulah yang terjadi tahun 2009 ketika pemilu presiden diikuti beberapa jenderal pensiunan.
Siapa di antara mereka yang paling mempedulikan Sudirman, Panglima Besar yang dikagumi dan dihormati tentara di seluruh negeri?
Susilo Bambang Yudhoyono yang sedang berkuasa tidak menyia-nyiakan kesempatan mengembangkan Monumen Sudirman di Pacitan.
Pembangunan monumen jelas berkaitan dengan faktor historis yang ingin diingat atau nilai-nilai perjuangan yang ingin dilestarikan di tengah masyarakat yang sedikit banyak berhubungan dengan tokoh yang membangun monumen tersebut.
Monumen ini diresmikan tanggal 15 Desember 2008 di Pacitan, Jawa Timur. Perluasan monumen Panglima Besar Sudirman di Desa Pakis, Nobo, Nawangan, Pacitan merupakan program kilat di bidang sejarah.
Medio 2008 Presiden menugaskan Menteri PU, Menteri Kebudayaan dan Parawisata, serta Panglima TNI untuk melaksanakan crash program yang haRUs selesai akhir 2008. Pasukan zeni dan alat-alat beratnya ikut membantu agar proyek itu bisa selesai tepat waktu.
Departemen PU membangun infrastruktur, sedangkan Departemen Sejarah dan Pariwisata bekerja sama dengan Pusat Sejarah TNI mempersiapkan data kesejarahan yang digunakan sebagai relief. Diorama baru akan dibangun pada tahap kedua.
Baca Juga : Oknum TNI Masih Suka Main Pukul dan Tendang ke Warga Sipil, ‘Penyakit’ Orde Baru Kambuh?
Agustus 2008 diadakan semiloka di sebuah hotel berbintang di Jakarta, membicarakan tentang sejarah perjuangan dan pembuatan relief perluasan monumen Panglima Besar Sudirman.
Sekian relief dipersiapkan yang menggambarkan perjuangan Sudirman (1916 - 1950). Tentu saja tidak dimasukkan dukungan Sudirman kepada Persatuan Perjuangan yang dipimpin Tan Malaka atau sejauh mana keterlibatan Sudirman dalam Peristiwa 3 Juli 1946 di Yogyakarta.
Namun secara keseluruhan gambar-gambar tersebut sudah didiskusikan secara ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan.
Baca Juga : Heli H-47 Chinook, ‘Pisang Terbang’ yang Masih Ditunggu TNI AD untuk Misi Tempur dan Tangani Bencana Alam
Pesan yang ingin disampaikan ialah ibukota Yogyakarta diserang, Presiden dan Wakil Presiden ditawan, namun Sudirman tidak kenal menyerah. Sungguhpun kondisi kesehatannya lemah, ia bergerilya dengan satu paru-paru diusung di atas tandu.
Apa jadinya republik ini jika TNI tidak berperan di saat menentukan?
Hal ini juga untuk menunjukkan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono peduLi terhadap Panglima Besar Sudirman. Peringatan Hari Juang Kartika 15 Desember 2008 yang dipimpin Kepala Staf Angkatan Darat pun dilakukan di sana.
Monumen sejarah itu "sukses" dibangun, walaupun pemberitaan pers tidaklah begitu besar karena terhimpit informasi lain.
Baca Juga : Berawal Ingin Beri Bantuan Makanan ke Anak-anak, 2 Anggota TNI Ini Gugur Ditembak Anggota OPM
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR