Advertorial

Nelson Mandela: Tidak Dendam Meski Harus Menghitung Hari di Penjara Selama Puluhan Tahun

K. Tatik Wardayati
,
Ade Sulaeman

Tim Redaksi

Nelson Mandela, layak mendapatkan Nobel Perdamaian. Ia memperjuangkan kebebasan hidup di Afrika Selatan. Namun, ia harus masuk penjara hingga 20 tahun.
Nelson Mandela, layak mendapatkan Nobel Perdamaian. Ia memperjuangkan kebebasan hidup di Afrika Selatan. Namun, ia harus masuk penjara hingga 20 tahun.

Intisari-Online.com – Jelang Pemilu, partai-partai politik biasanya berlomba menebar pesona. Para "pemimpin" dadakan pun bermunculan ini.

Padahal, memimpin bangsa bukan kecakapan instan. Ada proses penempaan, dan seperti kisah para bapak bangsa berikut ini, yang pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Februari 2009, dengan judul asli Menghitung Hari Ala Mandela, tulisan I Gede Agung Yudana.

--

Adalah tepat kalau Mandela mendapatkan Nobel Perdamaian. Meski kemerdekaannya berpolitik untuk menentang politik apartheid dirampas penguasa, ia tetap berjuang. Setelah dibebaskan dari penjara, tempatnya mendekam lebih dari 20 tahun, Mandela tidak dendam.

Bagi Nelson Rolihlahla Mandela tanggal 27 Juni 2008 mungkin menjadi salah satu hari paling membahagiakan hidupnya. Hari itu, ulang tahunnya ke-90, jatuh pada 18 Juli 2008, dirayakan secara istimewa.

Baca Juga : Pieterson, Tetangga yang Menggetarkan Jiwa Mandela dan Membuatnya Terus Berjuang untuk Afrika Selatan

Konser musik akbar digelar di Hyde Park, Kota London. Konser menampilkan artis Leona Lewis, Simple Minds, dan Annie Lennox. Musisi yang ikut tampil dalam konser itu adalah Amy Winehouse, Simple Minds, Josh Groban, Joan Baez, Leona Lewis, The Sugababes, Andrea dan Sharon Corr, Eddy Grant, Jamelia, serta Zucchero.

Lebih istimewa lagi, konser 3,5 jam itu juga dihadiri Perdana Menteri Inggris Gordon Brown, mantan presiden Amerika Serikat Bill Clinton, pembalap Formula Satu Lewis Hamilton serta aktor AS Denzel Washington, Oprah Winfrey, dan Robert de Niro.

Konser diberi tajuk "The 46664 Concert Honouring Nelson Mandela at 90". Penamaan ini tak lepas dari perjalanan hidup Mandela sebagai tokoh Afrika Selatan penentang politik apartheid.

Angka 46664 diambil dari 466/64 yang tertulis di sebuah kartu putih di sel Mandela ketika di penjara. Angka 466 adalah nomor ia sebagai narapidana dan 64 merupakan tahun ia dijebloskan ke dalam sel akibat kegiatan politiknya, 1964. Ketika pertama mendekam di balik terali besi ia baru berusia 46 tahun.

Baca Juga : Kisah Nelson Mandela dan Ketiga Istrinya: Evelyn, Winnie dan Graca

Hidup baru di Pulau Robben

Madiba, begitu nama kehormatan Mandela dari klannya, dikenal di seluruh dunia sebagai pejuang kemerdekaan melalui kegiatan antiapartheidnya. Karena gerakan antiapartheid itu, ia dijebloskan ke penjara pada 1964.

Tahun 1990 ia dibebaskan. Setahun kemudian, ia terpilih sebagai Presiden African National Conggres (ANC), organisasi politik tempatnya bernaung. Karena perjuangannya melawan apartheid, pada 1993 ia bersama Frederik Willem de Klerk, Presiden Afrika Selatan saat itu, meraih hadiah Nobel Perdamaian.

Pemilu yang digelar pada tahun berikutnya mengantarkan pasangan peraih Nobel tersebut sebagai Presiden dan Wakil Presiden Afrika Selatan selama 5 tahun (Mei 1994 - Juni 1999). Sebagai presiden, Mandela berhasil membangun demokrasi di negerinya.

Anak dari pasangan Gadla Henry Mphakanyiswa-Nosekeni Fanny ini dilahirkan 18 Juli 1918 di Mvezo, sebuah desa kecil di tepi Sungai Mbashe, di distrik Umtata, ibukota Transkei.

Baca Juga : Tentang Tanda ‘X’ di Geografi Batin Mandela yang Tertanam Abadi di Rumah Lamanya

Ketika berusia 9 tahun, Mandela kecil pindah ke Qunu untuk sekolah. la menjadi anak pertama dari keluarganya yang mendapat pendidikan formal.

Ketika sekolah inilah ia mendapat nama Nelson dari gurunya yang seorang Metodis. Ketika berusia 16 tahun, ia masuk Clarkebury Boarding Institute untuk belajar budaya Barat.

Pada 1934, ia memulai program Bachelor of Arts (B.A.) di Fort Hare University, dimana ia bertemu Oliver R. Tambo yang menjadi teman dan koleganya yang setia. Setelah menentang kebijakan universitas dan diminta keluar, ia pindah ke Johannesburg dimana ia menyelesaikan program B.A. jarak jauh.

Lalu, ia melanjutkan kuliah di University of South Africa setelah belajar hukum di University of the Witswatersrand.

Baca Juga : Kisah Menyentuh Nelson Mandela, Selalu Ada Sisi Lain di Balik Sisi Jahat Manusia

Sementara kuliah, ia masuk dunia politik dengan bergabung di ANC pada 1942. Ketika ANC meluncurkan kampanye untuk menentang produk-produk hukum yang tidak adil pada 1952, ia dipilih sebagai ketua relawan kampanye.

Kampanye penentangan tersebut dipahami sebagai kampanye perlawanan masyarakat sipil yang menggelinding seperti bola salju. Intinya para relawan, lalu melibatkan masyarakat banyak, hingga memuncak di perlawanan massal.

Karena kegiatannya itu, ia beberapa kali ditangkap dan ditahan. Pada 5 Agustus 1962 Mandela ditangkap dan ditahan di Johannesburg Fort. Aktivis lainnya, Walter Sisulu, Raymond Mhlaba, Govan, Kathy, Andrew Mlangeni, dan Elias Motsoaledi juga mengalami nasib yang sama dengan Mandela.

Pada 12 Juni 1964 menjalani proses pembacaan vonis pengadilan yang isinya berupa hukuman penjara seumur hidup!

Baca Juga : Nelson Mandela, Pemimpin Inspiratif Sejuta Nama Hingga Disebut Pembuat Onar Oleh Ayahnya

Di tengah malam, ketika proses pengadilan masih terngiang di kepalanya, Mandela mendengar suara langkah sepatu mendekati selnya. Pintu sel diketuk. la melihat wajah Kolonel Aucamp di balik terali besi.

"Mandela," ujarnya dengan suara berat, "Masih belum tidur?"

Mandela menjawab bahwa dia belum tidur. "Anda orang yang beruntung," katanya. "Kami akan membawa Anda ke tempat dimana Anda akan mendapat kebebasan. Anda dapat berkeliling, melihat laut dan langit, tidak cuma dinding kusam."

Aucamp lalu membangunkan teman-teman seperjuangan Mandela yang juga ditahan di penjara yang sama.

Baca Juga : Winnie Mandela Meninggal, Ini Kisah Cinta Pertamanya dengan Nelson Mandela

Mandela dan kawan-kawan diberangkatkan secara diam-diam, sangat rahasia, dan di bawah pengawalan ketat polisi di tengah malam. Setelah 1,5 jam perjalanan mereka tiba di pangkalan udara militer. Sebuah pesawat militer Dakota telah siap mengangkut mereka.

Setelah satu jam di udara, mereka akhirnya mendarat di sebuah pulau kecil berjarak 7 km dari Cape Town, Pulau Robben. Di penjara pulau inilah Mandela menjalani kehidupannya sebagai narapidana politik.

Sel Mandela tentulah tidak luas. Kalau ia berbaring kepalanya menempel di tembok dan telapak kakinya menyentuh dinding di sisi lain. Lebarnya 1,80 m dan tebal dindingnya tak kurang dari 60 cm. Di terali besi digantung kartu putih bertuliskan angka 466/64.

Sempat dioperasi

Maret 1982, Mandela baru setelah 18 tahun, dipindahkan ke penjara lain. Hal yang sama juga disampaikan ke Walter, Raymond, dan Andrew. Ternyata mereka dipindahkan ke penjara Pollsmoor. Beruntung, di sini kehidupan lebih "menyenangkan".

Baca Juga : Nelson Mandela, Pejuang Sekaligus Pemimpin Inspiratif dengan Sejuta Nama

Penjara Pollsmoor lebih mudah dijangkau oleh istrinya, Winnie Mandela, dan keluarganya bila hendak menjenguknya. Di penjara ini pula ia dapat berkebun untuk membebaskan diri dari kungkungan dinding sel.

la mendapatkan izin untuk memanfaatkan atap bangunan penjara yang terbuat dari beton sebagai tempat berkebun. Tempat media tanamnya, drum yang dipotong dua.

la menanam bawang, kacang, wortel, brokoli, tomat stroberi, dan banyak lagi lainnya. la merasakan sangat bahagia bila sedang berkebun.

Di Pollsmoor, Mandela juga lebih mudah mengakses peristiwaperistiwa di luar penjara. Kebijakan-kebijakan pemerintah Afrika Selatan yang diskriminatif membuat pemerintah Afrika Selatan semakin mendapat tekanan internasional. Negara-negara di dunia mulai mendorong diberlakukannya sanksi ekonomi untuk Pretoria.

Baca Juga : Ada yang Masih Ingat Nelson Mandela? Inilah 5 Fakta Tak Terduga Tentang Nelson Mandela

Dalam kondisi seperti itu, pemerintah berusaha mendekati Mandela. Mula-mula, Menteri Kruger mendekatinya agar mau dipindah ke Transkei. Upaya ini di mata Mandela bukanlah upaya negosiasi, tapi usaha untuk mengisolasi Mandela dari organisasinya.

Menghadapi gangguan di dalam dan tekanan dari luar negeri, Presiden P.W. Botha menawarkan sebuah jalan tengah.

Pada 31 Januari 1985, dalam sebuah debat di parlemen, presiden itu secara terbuka menawarkan pembebasan Mandela jika Mandela menarik perlawanannya tanpa syarat. Mandela juga diberitahu penguasa bahwa pemerintah sedang membuat usulan yang melibatkan pembebasannya.

Setelah mendengarkan pidato itu lewat radio, Mandela mengajukan permohonan kepada kepala penjara untuk memberi izin kunjungan mendadak istri dan pengacaranya, Ismail Ayob, sehingga ia dapat mengarahkan pembuatan tanggapan atas penawaran presiden.

Permohonan itu tidak dikabulkan. Pertemuan Mandela dengan istri dan pengacaranya baru dapat dilangsungkan beberapa hari kemudian, di bawah pengawasan pengawal yang tidak dikenalnya.

Mandela akhirnya berhasil menyampaikan pidato yang telah ia siapkan sebelum pertemuan.

Baca Juga : Google Meluncurkan Tur Virtual Tempat Pengasingan Nelson Mandela

Artikel Terkait