Advertorial

Tentang Tanda ‘X’ di Geografi Batin Mandela yang Tertanam Abadi di Rumah Lamanya

K. Tatik Wardayati
Ade Sulaeman

Tim Redaksi

Geografi batin Nelson Mandela begitu luas, bahkan mungkin tak terjelajahi siapa pun. Namun, ada satu wilayah yang sangat spesial baginya.
Geografi batin Nelson Mandela begitu luas, bahkan mungkin tak terjelajahi siapa pun. Namun, ada satu wilayah yang sangat spesial baginya.

Intisari-Online.com – Geografi batin Nelson Rohlihlahla Mandela begitu luas, bahkan mungkin tak terjelajahi siapa pun. Wilayahnya adalah kemanusiaan, spiritual, perjuangan, demokrasi, penderitaan, persamaan, kemerdekaan, dan sebagainya.

Namun, ada satu wilayah sangat spesial dan ia tandai khusus dengan “X”. Semua orang bisa mengunjungi, termasuk merasakan roh perjalanan dan perjuangan Mandela menentang apartheid (politik pengastaan berdasarkan warna kulit).

Berikut ini adalah tulisan Hery Prasetyo yang pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Januari 2014.

--

Tanda itu tepatnya di pojokan antara Jalan Vilakazi dan Ngakane di daerah Orlando West, Soweto, Afrika Selatan bernomor 8115. Itulah rumah lama yang ditempati Mandela sejak 1946 dan baru ia tinggalkan pada 1990, 11 hari setelah bebas dari tahanan selama 27 tahun.

Baca juga: Kisah Nelson Mandela: Ada Sisi Lain di Balik Sisi Jahat Seseorang

Mengunjungi rumah itu pada Juli 2010 langsung terasa aroma sakral. Sebab, ini bukan rumah biasa, tapi bagian besar dari sejarah pemimpin hebat Afrika Selatan, Nelson Mandela, yang tutup usia pada 5 Desember 2013 lalu.

Rumah ini amat istimewa buat Mandela hingga memiliki tanda khusus di geografi batinnya. Bahkan, orang Afsel sendiri mengaku memiliki perasaan lain jika berkunjung ke rumah itu.

“Saya sudah beberapa kali ke sini. Tapi, tetap saja merasa lain jika kembali ke rumah ini. Semua orang menyayangi Mandela dan mengagumi perjuangannya,” kata Chris Mullin, warga Pretoria yang mengantar saya berkunjung ke rumah itu.

Apalagi bagi Mandela. Rumah ini sangat istimewa dan memiliki arti yang besar. Sehingga, selepas menjalani tahanan penjara selama 27 tahun dan kembali ke rumah itu, ia langsung emosional dan menangis.

Baca juga: Nelson Mandela, Pemimpin Inspiratif Sejuta Nama Hingga Disebut Pembuat Onar Oleh Ayahnya

“Malam itu, saat bersama Winnie (istrinya) kembali ke rumah 8115 di Orlando West, saya benar-benar sadar bahwa saya sudah meninggalkan penjara. Bagi saya, nomor 8115 merupakan pusat dari dunia saya, tempat yang memiliki tanda X di geografi batin saya,” kata Mandela seperti ia kisahkan dalam buku biografinya, Long Walk to Freedom, (1995).

Mandela menempati rumah itu pada 1946 bersama istri pertamanya, Evelyn Ntoko Mase, yang kemudian bercerai pada 1955. Rumah ini seolah menjadi markas dari segala pemikiran, inspirasi, rencana perjuangan, suka-duka Mandela, juga pusat gairah dan kehidupannya.

Namun, Evelyn Mase meminta Mandela memilih keluarga atau tetap dengan perjuangannya bersama African National Congress (ANC). Mandela memilih bertahan dengan sikapnya dan akhirnya bercerai.

Tak lama, ia dikasuskan oleh Mase atas tuduhan penganiayaan terhadapnya dan akhirnya dipenjara di Johannesburg. Ia dibebaskan dengan jaminan pada 1957.

Baca juga: Winnie Mandela Meninggal, Ini Kisah Cinta Pertamanya dengan Nelson Mandela

“Ketika saya bebas dari penjara, dia (Mase) sudah meninggalkan rumah ini. Mase dan saya memiliki perbedaan yang tak bisa didamaikan. Saya tak bisa menyerah dari perjuangan ini. Dia tak bisa hidup dengan pengabdian saya terhadap sesuatu yang lebih dari sekadar dia dan keluarga,” kata Mandela.

Rumah itu sepi kembali. Mandela sendiri, namun tetap bergairah merancang, merencanakan, dan mengembangkan ide-ide perlawanan terhadap apartheid demi kemerdekaan dan persamaan warga Afrika Selatan.

Rumah itu kembali hangat dan penuh gairah setelah kehadiran Winnie Madikizela pada 1958. Bersama Winnie, ia merasa semakin hidup dalam kehidupan dan perjuangannya, sampai akhirnya ditahan pada 1964 dan baru dibebaskan pada 1990.

Meski singkat tinggal di rumah bernomor 8115 itu bersama Winnie (6 tahun), Mandela tak hanya mendapat karunia dua putri (ia juga dikarunia empat anak dari perkawinannya dengan Mase). Lebih dari itu, semangat dan arah perjuangannya semakin jelas dan bergairah. Sebab, Winnie juga aktivis ANC sehingga pandangan dan pendirian mereka sejalan.

Baca juga: Ada yang Masih Ingat Nelson Mandela? Inilah 5 Fakta Tak Terduga Tentang Nelson Mandela

Sederhana tapi penuh sejarah

Mandela tokoh besar dunia. Tapi, rumah yang ia banggakan dan ia tandai dengan “X” di geografi batinnya itu bukanlah rumah megah. Rumah yang sudah dihibahkan kepada Soweto Heritage Trust untuk dijadikan museum itu seperti RSS tipe 21 dengan atap seng.

Luasnya 5x7 m, berdiri di lahan seluas sekitar 150 m2. Setelah ditahan selama 27 tahun, Mandela kembali ke rumah itu dan disambut ribuan orang. Namun, 11 hari kemudian ia harus pindah ke Johannesburg.

Rumah kecil itu memiliki dua kamar berukuran 4x3 m, ruang keluarga kecil dengan ukuran sama, dan dapur kecil. Ada satu jendela di ruang keluarga yang biasa dipakai Mandela melihat langit, sambil memikirkan nasib Afrika. Ada ruang tamu yang juga amat kecil, bahkan terkesan sesak meski hanya diisi seperangkat meja-kursi dan dua bufet.

Luka, penindasan, teror, dan intimidasi menjadi bagian besar hidup Nelson Mandela kala masih berjuang melawan rezim apartheid. Dan, rumah kecil itu menjadi saksinya. Bahkan, seolah guratan luka dan nestapa Mandela, juga semangatnya terekam semuanya di dinding dan ruangnya.

Baca juga: Google Meluncurkan Tur Virtual Tempat Pengasingan Nelson Mandela

Di ruang tamu, ada gambar Mandela, foto dia dan istrinya, Winnie, juga kedua putrinya. Lalu di dalam bufet ada sabuk tinju, beberapa lembar uang kertas milik Mandela, juga beberapa piagam penghargaan. Ada pula kamera kuno yang pernah dipakai Mandela.

Ruang keluarga juga berfungsi sebagai ruang tamu. Hanya ada meja panjang dan satu lemari kecil. Ruang ini dekat dengan pemanas ruang tradisional dan kamar mandi yang kecil dan amat sederhana.

Bahkan, ember Mandela yang digantungkan di tembok terlihat dari ruang tamu, karena saking kecilnya ruangan. Ember itu dipakai untuk berbagai keperluan, dari mencuci hingga mandi. Tak ada ruang dapur. Kegiatan masak-memasak dilakukan di samping ruang keluarga itu.

Lalu, satu ruang lagi ada kamar tidur yang hanya berisi satu tempat tidur panjang. Di sampingnya ada meja sederhana yang di atasnya ada telepon kuno. Telepon itu yang sering ia gunakan, sebelum dicabut pemerintah.

Baca juga: 11 Momen Spesial untuk Mengingat Mandela

Bisa dibayangkan bagaimana sesaknya rumah Mandela dengan dua anak (saat bersama Winne). Padahal, ia juga membawa ibu dan adik perempuannya tinggal di rumah itu.

Meski sudah menjadi museum dan tak ditinggali, rumah itu tetap seperti saat masih ditempati keluarga Mandela. Semua ditata seperti dulu. Di luar rumah masih ada halaman yang mengelilingi rumah itu. Masih ada seperangkat meja-kursi taman dari besi yang asli.

Kini, di beberapa tembok ada papan-papan yang berisi kutipan-kutipan Mandela. Selain itu ada beberapa poster bersejarah, terutama foto-foto saat Mandela kembali dari tahanan dan tiba di rumah itu.

“Rasanya, rumah Mandela sama sempitnya dengan penjaranya,” komentar pengunjung asal Inggris, Michael Parlot, ketika berbincang dengan saya di rumah itu.

Baca juga:District Six, Duka Saudara Kita di Tanah Mandela

Kawasan kumuh

Di tempat seperti itu pula Mandela merancang gerakan dan membangun masa depan Afrika Selatan yang lebih demokratis, adil, dan tumbuh dalam kesamaan. Di rumah itu juga Mandela menggenggam cita-cita besarnya dan berusaha mewujudkannya. Kebesaran Mandela sebagai tokoh kebebasan, persamaan, dan kemanusiaan dunia tak lepas dari peran rumah mungil itu.

Meski akhirnya ia ditahan di Robben Island, rumah itu tak jauh dari hidupnya. Ia merasa jiwanya tetap di situ, bersama cintanya kepada Winnie dan anak-anaknya, juga rakyat Afrika Selatan. Itu tercermin dari surat-surat yang ia selundupkan dan dialamatkan ke Jalan Vilakazi No. 8115.

Rumah sakral itu bukan berada di daerah elite, sebaliknya di daerah kumuh. Menurut beberapa warga yang sudah tua di sekitarnya, Jalan Vilakaze dan Ngakane merupakan jalan yang kotor dan kumuh. Bahkan, hampir seluruh wilayah Orlando West dulunya kumuh.

“Dulu tak diaspal. Jalannya tanah. Berdebu di musim panas dan becek di musim hujan. Tak ada rumah mewah di sini. Maka, kami bangga sebagai warga di sini, karena Mandela tinggal di sini. Ia juga tinggal di hati kami,” kata seorang warga.

Baca juga: 5 Tradisi Pernikahan Aneh di Afrika, Salah Satunya Pengantin Didampingi di Malam Pertamanya

“Dulu orang luar tak berani datang ke daerah ini, kecuali polisi. Wilayah ini dianggap rawan dan kumuh,” timpal Chris Mullin.

Kini, daerah Vilakazi memang sudah tertata rapi dan jalan-jalannya sudah diaspal. Rumah-rumah di sekitarnya juga rapi dan bagus. Namun, kesan bekas daerah kumuh belum hilang.

Di sebelah timur rumah Mandela, masih ada sisa-sisa kekumuhan. Anak-anak juga masih suka bermain di jalan-jalan atau areal kosong seadanya, khas aktivitas anak-anak daerah kumuh.

Di belakangnya juga masih terdapat beberapa rumah sederhana. Lebih jauh sedikit, kekumuhan semakin terasa. Bahkan, saya menyaksikan ada beberapa gubuk liar, termasuk yang didirikan di bawah menara listrik.

Baca juga: Inilah 6 Cara Ajari Anak Agar Tak Rasis

Sisa-sisa kesederhanaan, kemiskinan, dan kekurangan masih terasa di wilayah rumah Mandela. Sebuah gambaran betapa keadaan dulu lebih parah, ketika Pemerintah Apartheid yang menempatkan warga kulit hitam dan kulit berwarna di kasta bawah dan kurang fasilitas serta perhatian.

Bahkan, wilayah itu termasuk titik prioritas untuk dipantau intelijen. Sebab, selain ada Mandela, masyarakatnya memiliki resistensi tinggi terhadap Pemerintah Apartheid.

Mereka juga selalu di belakang Mandela dan mendukung ide perjuangannya. Di sini, ia selalu dipanggil Madiba. Nama penuh kasih sayang yang berarti “Bapak” dan ia pun sudah dianggap Bapak Afrika.

Maka, meski lahir di Mvezo, Provinsi Cape, Mandela justru merasa Soweto merupakan wilayah spesialnya, kampung halamannya. Terutama rumahnya, ibarat plasenta yang menghidupi ide, semangat, inspirasi, dan keyakinan perjuangan Mandela hingga akhirnya sukses juga.

Apalagi, di situ tempat cintanya berada. Cinta kepada Winnie dan kedua putrinya, juga cinta kepada rakyat Afrika. Wajar, jika ia menandai “X” di geografi batinnya.

Rest in peace, Madiba ya Mandela!

Baca juga: Bukan Orang Eropa Atau Amerika, Orang Terkaya Dalam Sejarah adalah Orang Afrika, Mansa Musa Namanya

Artikel Terkait