Intisari-Online.com - Kenalkan, Ibrahim Mukunga Wachira (27 tahun). Belum lama ini, pelari asal Kenya itu membuat sensasi di Estonia.
Bayangkan, Ibrahim mengikuti lomba maraton sejauh 23 kilometer hanya dengan memakai kaus kaki saja. Ia pun menjadi juara di ajang tahunan Tartu Half-Marathon yang ke-35 di Estonia.
Bahkan ia juga mencatat rekor baru untuk ajang maraton tersebut dengan catatan waktu 1 jam 13 menit 23 detik.
Sebenarnya Ibrahim tidak berencana untuk ikut maraton hanya dengan mengenakan kaus kaki. Ia datang ke lomba tersebut dengan sepatu larinya.
Sepatu itu dititipkan ke seseorang untuk disimpan agar aman. Namun, ia tidak bisa mendapatkan sepatunya kembali.
Ibrahim melaporkan masalahnya kepada panitia lomba. Mereka pun mencoba untuk membantu dengan cara mengumumkan kepada penonton.
Panitia meminta penonton agar bisa meminjamkan sepatu dengan ukuran kaki Ibrahim. Hanya saja tidak ada seorang pun yang membantunya.
Jadi, panitia memberi 2 pilihan bagi Ibrahim: Mengundurkan diri dari lomba atau tetap berlari dengan memakai kaus kakinya saja. Ibrahim memilih yang terakhir.
“Mulanya sulit sekali, terutama saat di jalan beraspal. Tetapi di jalan tanah, kaus kaki sangat baik untuk berlari dan akhirnya saya memakai kaus kaki itu,” cerita Ibrahim pada situs berita Delfi di Estonia.
Pada kilometer 11, Ibrahim mulai memimpin dalam maraton itu. Dia sampai di garis finis 4 menit lebih awal dari pelari kedua.
Nah, foto Ibrahim di garis finis dengan hanya memakai kaus kaki menjadi berita di media sosial dan situs berita di Estonia. Ia pun menjadi selebritas di negeri itu.
Ibrahim bercerita, ketika ia berlari, ia melupakan sepatunya dan berlari seperti biasanya. Ia -menanamkan dalam pikirannya dengan kata: “Aku punya sepatu dan aku berlari sekarang”.
Setelah digali lebih dalam lagi, sekitar 5 tahun lalu Ibrahim dan keluarganya bekerja di sebuah perkebunan teh di pegunungan di Kenya. Mereka tinggal di sebuah pondok sederhana.
(Baca juga: Pantang Menyerah, Pelari Maraton Ini Merangkak Demi Menggapai Finish)
Ia mulai berlatih sebagai seorang pelari jarak jauh tetapi tetap kembali ke akarnya, yaitu bekerja di perkebunan agar di rumahnya tetap ada makanan.
Perubahan yang menguntungkan terjadi ketika ia bertemu dengan seorang rekan pelari dari Estonia. Tiidrek Nurme segera melihat potensi yang dimiliki Ibrahim.
Walaupun kesulitan berkomunikasi karena Ibrahim tidak bisa bahasa Inggris, Tiidrek mengundangnya ke Estonia.
Tiidrek menjadikan Ibrahim sebagai teman latihannya. Mereka pun berteman selama lebih dari 5 tahun dan latihan bersama selama 4 tahun.
Ibrahim jadi sering pulang-pergi antara Estonia dan Kenya selama bertahun-tahun, tetapi ia tidak mempermasalahkannya.
Setelah menjuarai berbagai lomba di Eropa, ia jadi memiliki penghasilan lebih dibandingkan penghasilan rata-rata rakyat Kenya. Dengan penghasilan itu ia bisa menghidupi keluarganya.
Ibrahim juga menyukai Estonia, khususnya kawasan tepi laut. Hanya saja ia tidak menyukai salju.