Intisari-Online.com - Menurut studi baru yang diterbitkan dalam jurnal The Lancet, selama dua dekade terakhir, konflik-konflik kekerasan di Afrika kemungkinan telah mengakibatkan kematian sebanyak 5 juta anak-anak.
Yang menjadi ironi adalah 3 juta di antaranya masih berstatus bayi.
Meski begitu, jumlah itu masih diragukan karena hingga kini, statistik kematian pada perang terbatas untuk menghitung jumlah korban yang terbunuh secara langsung oleh kekerasan, baik pejuang maupun warga sipil.
Eran Bendavid, penulis utama studi mengatakan bahwa sebagian besar kematian langsung melibatkan pejuang, hanya sebagian kecil yang merupakan warga sipil.
Dan hanya sebagian kecil dari penduduk sipil itu adalah anak-anak.
Konflik yang menuntut kematian anak-anak terjadi secara tak langsung, misal melalui wanita hamil yang sulit pergi ke rumah sakit atau pusat kesehatan karena konflik, sehingga memungkinkan bayi mereka meninggal.
Atau sanitasi yang dihancurkan sehingga anak-anak akhirnya minum air tercemar dan terkena penyakit mematikan seperti disentri.
Penyebab seperti malnutrisi, kelaparan, vaksinasi atau perawatan kesehatan yang terganggu, penyakit menular mematikan juga berkontribusi pada kematian anak.
Namun, Bendavid bersama tim menggunakan kumpulan data terperinci yang disusun oleh Universitas Uppsala di Swedia yang melacak lokasi, intensitas dan durasi lebih dari 15.000 konflik di 35 negara di Afrika selama hampir tiga dekade.
Baca Juga: Jika Keperawanan Dipersoalkan Seperti yang Terjadi pada Via Vallen, Bagaimana dengan Keperjakaan?
Mereka membandingkan jumlah jumlah kematian di daerah konflik dan daerah tanpa konflik , kemudian menentukan seberapa besar kematian anak dalam kedua kondisi tersebut.
Source | : | Npr.org |
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR