Advertorial

3 Juta Bayi Afrika Meninggal dalam Dua Dekade Terakhir, Apa Sebabnya?

Moh. Habib Asyhad
Tatik Ariyani
,
Moh. Habib Asyhad

Tim Redaksi

Selama dua dekade terakhir, konflik kekerasan di Afrika kemungkinan telah mengakibatkan kematian 5 juta anak-anak, 3 juta di antaranya adalah bayi.
Selama dua dekade terakhir, konflik kekerasan di Afrika kemungkinan telah mengakibatkan kematian 5 juta anak-anak, 3 juta di antaranya adalah bayi.

Intisari-Online.com - Menurut studi baru yang diterbitkan dalam jurnal The Lancet, selama dua dekade terakhir, konflik-konflik kekerasan di Afrika kemungkinan telah mengakibatkan kematian sebanyak 5 juta anak-anak.

Yang menjadi ironi adalah 3 juta di antaranya masih berstatus bayi.

Meski begitu, jumlah itu masih diragukan karena hingga kini, statistik kematian pada perang terbatas untuk menghitung jumlah korban yang terbunuh secara langsung oleh kekerasan, baik pejuang maupun warga sipil.

Eran Bendavid, penulis utama studi mengatakan bahwa sebagian besar kematian langsung melibatkan pejuang, hanya sebagian kecil yang merupakan warga sipil.

Dan hanya sebagian kecil dari penduduk sipil itu adalah anak-anak.

Baca Juga:Pernah Seperti Beruang Kehilangan Cakar, AU Rusia Kembali Menjadi Beruang Ganas Setelah Putin Turun Tangan

Baca Juga:(Foto) Lewat 'Trik Perspektif', Pria Ini Berhasil Membawa para Superhero ke Dalam Kehidupan Sehari-harinya, Kocak!

Konflik yang menuntut kematian anak-anak terjadi secara tak langsung, misal melalui wanita hamil yang sulit pergi ke rumah sakit atau pusat kesehatan karena konflik, sehingga memungkinkan bayi mereka meninggal.

Atau sanitasi yang dihancurkan sehingga anak-anak akhirnya minum air tercemar dan terkena penyakit mematikan seperti disentri.

Penyebab seperti malnutrisi, kelaparan, vaksinasi atau perawatan kesehatan yang terganggu, penyakit menular mematikan juga berkontribusi pada kematian anak.

Namun, Bendavid bersama tim menggunakan kumpulan data terperinci yang disusun oleh Universitas Uppsala di Swedia yang melacak lokasi, intensitas dan durasi lebih dari 15.000 konflik di 35 negara di Afrika selama hampir tiga dekade.

Baca Juga:Jika Keperawanan Dipersoalkan Seperti yang Terjadi pada Via Vallen, Bagaimana dengan Keperjakaan?

Mereka membandingkan jumlah jumlah kematian di daerah konflik dan daerah tanpa konflik , kemudian menentukan seberapa besar kematian anak dalam kedua kondisi tersebut.

Sedang anak-anak mati karena bom yang jatuh di atas rumah mereka, atau terjebak dalam tembak-menembak.

Berikut ini adalah temuan dariperbandingan yang mereka buat.

1. Konflik kekerasan di Afrika lebih berbahaya bagi anak-anak daripada untuk pejuang

Jumlah anak-anak yang meninggal akibat konflik dari tahun 1995 hingga 2015 sebesar 3 juta kematian.

Baca Juga:21 Tahun Kematian Putri Diana: Sang Putri yang Tak Pernah Benar-benar Bisa Mencintai Dodi

Jumlah itu lebih dari tiga kali lipat dari pejuang atau orang dewasa yang terbunuh secara langsung dalam konflik.

Studi Global Burden of Disease memperkirakan bahwa konflik menyumbang kurang dari 0,4 persen kematian anak di Afrika.

Tetapi faktor dalam efek tidak langsung akan secara signifikan meningkatkan angka ini.

2. Setelah konflik berakhir, efeknya masih berlangsung lama

Bayi yang lahir 30 mil dari konflik bersenjata kemungkinan meninggal hampir 8 persendi tahun pertama kelahiran mereka daripada bayi yang lahir di wilayah yang sama selama bertahun-tahun ketika tidak ada konflik.

Dalam kasus konflik tinggi yang membuat lebih dari 1.000 orang terbunuh, peluang bayi meninggal lebih dari 27 persen.

3. Masih banyak hal yang tidak diketahui

Dari 3 juta anak yang meninggal karena konflik, peneliti tidak bisa mengatakan berapa yang meninggal karena kelaparan, diare dan terjangkit campak.

Di daerah-daerah konflik, ada tingkat daerah kekurangan gizi yang lebih tinggi di antara anak-anak dan lebih banyak ibu yang melahirkan di luar klinik kesehatan.

Tetapi statistik yang tersedia tentang kematian anak sering tidak diperhitungkan secara detail untuk mencapai penelitian yang akurat.

Baca Juga:Curhatan Via Vallen dan Salah Kaprah Seputar Keperawanan yang Masih Saja Dipercaya

Artikel Terkait