Advertorial
Intisari-Online.com – Di sebelah timur, di negeri Turki, terbentang daerah luas berbatu-batu aneh. Daerah itu berasal dari debu gunung berapi yang terkena proses alam. Dengan menggali batu-batu berbentuk kerucut itu, orang-orang membangun kota-kota di bawah tanah dan gereja-gereja.
Kalau di Toraja mayat disimpan dalam lubang di dinding batu, di Kappadozia (Turki) manusia tinggal dalam kerucut batu. Kedengarannya memang romantis, tetapi kenyataannya jauh dari itu.
Debu batu membuat penghuni berumur pendek. Pindah juga sulit, karena rumah biasa terlalu mahal untuk mereka. Namun untuk turis ini memang tempat yang menarik.
Mari kita simak perjalanan ke tempat ini melalui tulisan Klaus Imbeck, seperti dimuat di Majalah Intisari edisi Juni 1982.
Baca juga:Turki Memang Gagal Memiliki F-35, tapi Kekuatan Tempur Angkatan Udara-nya Tetap Menyeramkan
Angin meniup arak-arakan awan yang bertebaran di langit yang cerah. Tetapi sungai tetap saja tampak keruh, karena airnya mengalir lamban dan penuh tanah merah.
Di bawah naungan pohon-pohon populus yang terletak di tepi sungai, tampak rumah-rumah para penduduk Anatolia yang tcrbuat dari tanah Hat. Rumah-rumah itu lebih tinggi dari pada menara mesjid.
Dcrap kaki kuda terdengar. Sekelompok orang berjalan menuju ke tempat menyeberangi sungai. Derap kaki kuda makin lemah bunyinya, ketika para penunggangnya sampai di tepi sungai. Lebar sungai itu hampir 100 meter, tetapi dangkal. Seseorang berteriak, "Kizilirmak, Effendi!"
Kizil artinya merah, sedang irmak artinya sungai. Hal itu tidak dimengerti oleh orang yang disebut Effendi. la hanya mencatat di bukunya, "Tiba di Avanos, desa di tepi sungai Irmaq, pada pagi hari."
la pun menyuruh semua orang yang berada dalam rombongannya beristirahat sejenak, sebelum menyeberangi sungai.
Diutus Raja Prancis
Tanah di seberang sungai juga datar, seperti tanah desa sebelumnya. Tapi daerah itu lebih subur daripada daerah sebelumnya. Sebelum sampai ke desa, orang harus melalui pohon-pohon anggur dan zaitun. Perjalanan memakan waktu kurang lebih ½ jam lamanya.
"Sampai saat ini aku masih mengaguminya, apabila aku mengingatnya," tulis sang Effendi sekembalinya dari perjalanaah itu, "Piramida-piramida menjulang tinggi, yang satu lebih tinggi dari pada yang lain.
Piramida-piramida itu bermunculan dari batu-batu karang. Di dalam piramida yang bergua-gua itu dibangun tempat tinggal manusia. Tempat tinggal itu mempunyai pintu masuk yang bagus, punya tangga untuk naik, punya jendela yang memungkinkan sinar matahari masuk, sehingga kamar-kamar menjadi terang."
Baca juga: Kisah Ketika Pasukan Turki Sukses Gagalkan Serangan Inggris Lewat Laut hanya Bermodal Ranjau
Effendi ialah sebutan kehormatan. Nama orang tersebut sebenarnya Lucas, dari Prancis. Ia mengadakan perjalanan ke Anatolia atas perintan Raja Louis ke XIV. Pada tahun 1712 ia menerbitkan buku di Prancis tentang kota piramida Anatolia.
Di buku itu digambarkan tiga orang penunggang kuda berada di depan 51 rumah-rumah kecil berbentuk kerucut yang letaknya berdampingan sangat rapat. Dari atas rumah-rumah itu tampak wajah pria berjanggut memandang para pendatang dengan mata menyelidik.
Di depan lukisan juga dapat dilihat sebuah sungai, tempat penyeberangan dan jalan menuju ke desa.
Raja Louis tidak percaya terhadap berita yang dibawa utusannya. Raja menghentikan pemberian uang kepada Paul Lucas. Raja baru mempercayai utusannya itu, setelah seorang utusan Prancis yang lain, yang mengadakan perjalanan ke Konstantinopel, menceritakan tentang piramida di Turki yang jumlahnya ditaksir 200.000 buah.
Baca juga: Selama 14 Tahun, Kucing Ini Jadi Satu-satunya Makhluk yang Boleh Menginjak Lokasi Sakral di Turki
Sekarang, orang-orang Turki menyebutkan piramida-piramida itu sebagai "cerobong asap peri- peri" atau "cheminees de fee". Dan desa Avanos yang dulu dikunjungi Paul Lucas pun kini telah menjadi sebuah kota.
Sungai di situ masih bernama kizilirmak, namun di belakang jembatan untuk menyeberangi sungai terpampang sebuah papan berwarna kuning sebagai penunjuk jalan menuju ke Avanos.
Jalan menuju ke Avanos sudah diaspal. Di antara pohon-pohon zaitun terdapat pabrik sari buah. Di sebelah kiri jalan terdapat sebuah toko permadani. Kota yang tampak di depan kaca mobil sekarang ini bukanlah kota yang dahulu digarnbar oleh orang suruhan Raja Louis. Kota yang sekarang, lain dengan kota yang dahulu.
Hasil muntahan gunung berapi
Kota yang digambarkan oleh Paul Lucas sekarang sudah tidak ada lagi, sebab waktu pun telah 300 tahun berlalu. Para pelancong sudah lama memperbaiki gambaran salah yang diberikan Sicur Paul Lucas.
Gambaran-gambaran baru mercka perolch dari W.J. Hamilton yang menulis tentang Kappadozia tahun 1838, Dr. Edmund Naumann tahun 1893, dan Graf Schwcinitz tahun 1906.
Pada tahun 1934 Dr. Gerhart Bartsch mulai menyelidiki bangunan yang terbuat dari sedimentasi karang di Uerguep, Anatolia Tengah. Dan kembali seorang Prancis lagi mengadakan penyelidikan, yaitu Guillaume de Jerphanion.
Ia mengadakan penyelidikan-terhadap gereja daIam batu karang di Kappadozia dan menulisnya dalam 6 jilid buku pada tahun 1942.
Baca juga: 10 Danau Gunung Berapi Paling Menakjubkan di Dunia, 2 di Antaranya Ada di Indonesia Lho!
Kerucut aneh yang ada di Kappadozia erbentuk oleh alam akibat adanya erosi beribu-ribu tahun lamanya. Daerah yang terbentuk pada zaman neogen itu, pada akhir tertier mencapai ketinggian 1400. Meter, karena terkena muntahan abu dari kelompok gunung berapi daerah Erciyas. Daerah Erciyas ini terletak di daerah yang tinggi sehingga selalu tertutup salju.
Pada zaman Paleolithikum, para pemburu membuat lubang dalam kerucut-kerucut itu. Orang Asiria, Phrigia, dan Lidya juga, memasuki daerah Kappadozia ini. Didapat keterangan bahwa kerajaan Kappadozia berdiri pada tahun 225 sebelum Masehi di bawah kekuasaan Persia.
Kerajaan tersebut menjadi propinsi Romawi zarnan Rasul Paulus. Kappadozia juga disinggung dalam surat Rasul Petrus dalam Kitab Suci. "Rumah-rumah di dalam” yang dilewati Sieur Paul Lucas dikatakan juga sebagai sisa dari biara Korama, koloni dari Bizantium, dari abad ke-13.
Tak seorang pun yang tahu mengapa daerah itu sampai dinamai Kappadozia.
Korama, di bawah perintah Seldschukia, diubah namanya menjadi Goereme. Goereme sekarang terletak di sebelah Avcilar, sebuah kota pertanian yang kecil, yang rumah-rumahnya dibangun di dalam dan di antara piramida-piramida.
Di puncak rumah-rumah itu sekarang dapat dilihat antena televisi yang berkilau-kilauan apabila ditimpa sinar matahari.
Wisatawan jahil
Pariwisata masuk ke daerah Kappadozia. Di tepi jalan menuju ke Zelve tampak seorang laki-laki tua sedang melubangi salah satu piramida yang ada. Ali Yilmaz, nama laki-laki tua itu, yang juga berdagang permadani, mengontrak karang berbentuk kerucut itu untuk dijadikan warung kecil.
Baca juga: Makin Menegangkan, Tahun Depan Rusia Kirim Sistem Rudal S-400 ke Turki
Di piramida yang lain, yang terletak di sebelah kanan jalan, terdapat sebuah warung bercat merah dengan papan besar bertuliskan "Coca-cola", petanda pariwisata telah masuk.
Goereme, salah satu tempat di daerah Kappadozia, dijadikan museum terbuka. Museum ini dibuka pada pukul 8.30 dan ditutup pada pukul 17. Sebanyak 167.000 pengunjung yang terdiri dari orang Prancis, Jerman, Amerika dan Turki datang mengunjungi Goereme.
Bangunan-bangunan zaman kuno yang ada di daerah Kappadozia, seperti di Goereme, terancam kerusakan. Peninggalan-peninggalan kuno itu bukan saja rusak termakan zaman atau rusak karena perampokan kuburan, tapi juga rusak akibat adanya pariwisata.
Belasan gereja yang dibangun dalam batu karang dengan dinding-dinding dan pintu-pintu berhias lukisan zaman Bizantium, telah rusak. Para pengunjung yang bertangan jahil telah menggoreskan inisial mereka atau mencungkil lukisan dinding.
Sebagai tindakan pengamanan, sejak beberapa tahun belakang ini dipasang kisi-kisi dan juga ditempatkan penjaga. Namun kehancuran peninggalan-peninggalan kuno tersebut rupanya terpaksa harus mengalah oleh keganasan alam juga.
Salah satu kapel yang mempunyai nilai sejarah dan seni, yaitu Karanlik Lilise, kini terpaksa ditutup, karena sudah hampir ambruk.
"Setiap tahun gua-gua yang runtuh bertambah," keluh direktur museum, Yasar Tuzcu, ketika ia berada di Nevsehir, kota yang letaknya 12 kilometer dari ibu kota Turki. Pada tahun 1980 pemerintah Turki memberikan uang sebesar 300.000 lira (kira-kira 6500 mark) untuk pemugaran.
Namun menurut arkeolog berusia 35 tahun itu, pemugaran ltu membutuhkan uang paling sedikit 5 juta lira. Uang sebesar ltu diperlukan urituk biaya melekatkan semen pada bangunan-bangunan yang retak.
Baca juga: Turki Memang Gagal Memiliki F-35, tapi Kekuatan Tempur Angkatan Udara-nya Tetap Menyeramkan
Profil Kemal Ataturk dari bola lampu
Di senja hari, waktu bis-bis sudah menurunkan turis-turis di depan "Grand Hotel" di Uerguep, di "Motel Paris" di Ortahisar atau di "Hotel Tusan" di Avanos, tercipta suatu pemandangan unik dan kota batu karang. Suasana kota di senja hari ~ mengingatkan kita kepada lukisan Sieur Paul Lucas.
Sinar matahan terakhir masuk di kapel Barbara. Yang kelihatan di sana hanyalah sebuah batu karang yang sudah rusak dan datar. Batu karang ltu mempunyai lubang dan lorong kecil. Tanpa kita duga, lorong ltu akan mcmbawa kita ke sebuah bangsal (atrium).
Di sudut kanan bangsal terdapat lorong sempit yang kembali membawa kita ke ruangan berikutnya dalam batu karang. Tiang dan lengkungan dipahat dari batu karang. Bentuknya sederhana, lembut, dan hampir tidak ada "ikon" di dinding.
Hanya gambar simbolis berwarna merah dan kasar, yang menggambarkan seekor kumbang setengah berdiri sambil kaki depannya mengangkat salib, merupakan ciri dari dunia masa lalu.
Di halaman parkir kapel, sepeda motor digas. Para penjaga sedang bertukar tugas (aplus). Sepeda motor mereka menghilang ditelan jalan raya yang panjang.
Sudah lama sebuah jaringan jalan beraspal membentang di tanah datar daerah batu karang, di tengah Anatolia, yaitu dari desa Avanos sampai Soganli dan antara Nevsehir dan Uerguep. Jadi luasnya kira-kira 77 kali 21 kilometer.
Jalan di daerah Kappadozia ltu bisa juga membawa kita ke Zelve, sebuah tempat pemukiman bergua. Tempat pemukiman ltu telah dikosongkan oleh pemerintah di tahun 50-an, karena batu-batu karangnya runtuh dan menelan 2 korban jiwa.
Zelve sekarang merupakan salah satu daerah panwisata di Kappadozia. Para penduduknya, seperti Abdullah Sengul yang sedang menjadi pemandu wisata, tidak merasa menyesal keluar dari Zelve. Abdullah Sengul kini berjualan roti dan bir untuk para turis.
Uechisar, sebagai salah satu kota di Kappadozia, menawarkan suatu pemandangan yang menarik. Piramida-piramida di kota Uechisar memiliki menara air berbentuk geometns.
Sedangkan di Ortahisar, para pengunjung bisa melihat hama kota Ortahisar terpampang dengan tulisan kawat yang berada di atas karang yang berlubang dan berlorong. Di Uerguep, profil Kemal Ataturk tampak dirancang dari lampu pijar.
Dan kini terdapat sebuah gambar baru di dinding karang dan di dinding rumah para pendudiik daerah Kappadozia: gambar Jenderal Kenan Evren yang berusia 63 tahun.
Kenan Evren mengambil alih kekuasasan di Turki pada 12 September 1980. Dan sejak Kenan Evren berkuasa, semua semboyan partai harus diperbaharui.