Intisari-Online.com – Di lereng-lereng lava Vesuvius itu kemudian ditanam anggur lagi.
Para petani mengerjakan ladangnya di atas tempat Pompeyi dikubur dengan tenang. Beberapa generasi kemudian tidak ada orang lagi yang tahu persis tempat bekas kota Pompeyi.
Sampai petani anggur Giovanni Nocerino dari Resina pada musim semi tahun 1748 perlu membuat pompa air. Waktu itu ia menyentuh lantai marmer putih. Ia belum memikirkan peninggalan kuno. Ia belum tahu bahwa ia berladang di atas sebuah kota.
Ia menjual pecahan-pecahan marmer itu kepada seorang penjual marmer yang menaruhnya di sudut tempat kerjanya menunggu seorang peminat.
Ternyata peminatnya Pangeran d'Elboeuf dari Austria yang sedang mencari bahan untuk sebuah kasino yang ingin dia bangun di dekat pantai. Karena ia tahu tentang barang antik, ia segera mengetahui pentingnya barang ini.
Ia menghubungi petani anggur itu, lalu mulai menggali. Beberapa hari kemudian ia sudah menemukan kubah dengan patung Hercules Yunani di bawahnya. Kemudian ia masih menemukan pecahan albast, patung seorang wanita dan lempengan marmer besar dengan tulisan.
Baca juga: Awas! Selain Merapi, Inilah 4 Gunung Berapi Paling Aktif di Pulau Jawa
Ia minta bantuan para ahli dan mendapat kepastian bahwa barang-barang itu dari kota Herculanum.
Pompeyi ditemukan kembali
Orang waktu itu belum memikirkan Pompeyi sampai para ilmuwan Alcubierre dan Giacopo Martorelli berhasil meyakinkan orang untuk mencoba menggali di lereng Cevita. Mestinya di situ terkubur kota Pompeyi.
Orang menuruti kemauannya dan segera ditemukan buktinya. Di situ mereka menemukan lukisan dinding yang indah, topi helm Rumawi, lampu, jembangan taman, kerangka pria di tengah uang logam di sebuah villa indah.
Sejak itu orang menggali terus; tetapi penggalian itu asal saja. Orang ingin tahu dan ingin mendapat hasilnya. Mereka bekerja tanpa sistem. Kalau sudah ditemukan rumah dan diambil barang-barang yang berharga, tempat itu ditimbun lagi.
Apa yang tidak ada harganya dalam waktu singkat, dibuang begitu saja. Dengan cara ini dunia ilmiah kehilangan banyak.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR