Intisari-Online.com -Tidak pernah ada yang membosankan di internet, terutama jika Anda adalah seorang remaja yang haus dengan tontonan dan guyonan demi membunuh waktu luang yang kadang membosankan.
Tapi kadang kala kesenangan-kesenangan itu berdampak pada perilaku si remaja itu. Itulah yang kemudian para orangtua khawair, dan kerap bertanya-tanya: Benarkah internet berdampak buruk pada pertumbuhan mereka? Pada perilaku mereka?Bisa iya, bisa tidak.
(Ingin Beli Smartphone yang Paling Pas Buat Kamu? Simak Panduan Ini)
Sementara para orangtua terlalu khawatir jika anak-anak mereka terpapar oleh konten asing lebih-lebih pornografi, si anak-anak justru menganggap kekhawatiran ini terlalu berlebihan. Lebay, kata mereka.
Di tengah situasi pro dan kontra ini, muncullah para peneliti yang berbasis di Oxford Internet Institute. Mereka melakukan studi tentang ini dan hasilnya: Melindungi para remaja dari perilaku negatif dengan menyensor saluran internet bukan cara yang efektif.
Dalam studi yang diterbitkan Journal of Pediatrics itu, para peneliti mewawancarai 515 remaja dan orangtua di Inggris tentang filter internet untuk memproteksi para remaja dari konten negatif. Sebagai informasi, meski penyedia layanan internet utama di Inggris menggunakan filter secara default, nyatanya satu dari enam pemuda pernah mendapatkan pengalaman negatif di internet.
Hasilnya, seperti dipaparkan Andrew K. Przybylski, peneliti utama dalam studi ini, menunjukkan bahwa kita harus mempertimbangkan lagi kebijakan filter konten tersebut.
“Ini gila, sudah begitu banyak uang dan waktu dan tenaga dikeluarkan untuk melindungi anak-anak, tapi kita tahu apakah hasilnya efektif atau tidak,” ujar Andrew, dilansir Mashable.
Lebih dari itu, Andrew justru khawatir jika penyensoran ini justru berdampak kurang baik bagi anak-anak, di mana seharusnya mereka mendapatkan informasi terbaik tentang pendidikan seks, misalnya, tapi terhalang oleh kebijakan ini. bagaimanapun juga, sistem filter ini sering tumpas kelor dan tak panang bulu.
(Facebook Siapkan Software Sensor untuk China)
Pada beberapa kasus, penyensoran mungkin masuk akal. Tapi apakah ini memberikan solusi yang efekti? Dalam penelitian itu, Andrew dan kawan-kawannya nyatanya tak bisa membuktikannya.
Lalu bagaimana caranya jika tidak dengan sensor?
Bagi Andrew, kunci utamanya adalah pemahaman. Itu artinya, orangtua dan guru harus benar-benar aktif; aktif mengawasi, aktif mendampingi, dan aktif memberi masukan kepada remaja-remaja yang masih suka melakukan bereksperimen ini. dengan pemahaman, mereka diharapkan bisa memilah, mana konten yang dibutuhkan, mana konten yang harus dijauhkan.