Advertorial
Intisari-Online.com -Tidak hanya barang asal China yang menyerbu pasar domestik.
Perusahaan financial technology (fintech) peer to peer (P2P) lending asal China juga mulai merangsek ke pasar Indonesia secara ilegal.
Hasil penyisiran Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, setidaknya 227 perusahaan fintech P2P lending tidak mengantongi izin dari OJK.
Sekitar setengah dari jumlah tersebut adalah fintech asal China.
Baca juga:Menjadi Bagian Ritual Pengorbanan Suku Inca, 2 Mumi Gadis Ini Ditemukan Kenakan Gaun Beracun
Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing mengatakan, mereka terbukti melanggar Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016, yang mewajibkan setiap penyelenggara lending mengajukan pendaftaran dan izin ke OJK.
Fintech asal Negeri Panda tertarik membidik pasar Indonesia karena potensi bisnis pinjam meminjam online di Indonesia yang terus berkembang.
Di sisi lain, regulator China melakukan pengetatan regulasi di negaranya sehingga mencari pasar baru, di Indonesia.
"Fintech asal China ini mendapatkan pendanaan dari investor di negaranya. Mereka masuk ke Indonesia dengan model bisnis yang beragam namun cenderung sulit diidentifikasi," ujar Tongam, Jumat (27/7).
Baca juga:Harganya Fantastis, Dulu 4 Ponsel Nokia Jadul Ini Hanya Dimiliki Orang Kaya
Beberapa fintech asal China itu di antaranya: Bantuan Pinjaman, Bee Cash, BusKas, Cinta Rupiah dan Dana Saku.
Lalu Dana Uang, Danaku, Dompet Pinjaman, Duit Instan, Dunia Pinjaman, Pinjaman Dana, Pinjaman Pintar, Pinjaman Sukses, Rupiah Bijak dan banyak lagi.
Kehadiran fintech ilegal itu bisa merugikan banyak pihak mulai dari peminjam, investor, penyelenggara fintech lending serta negara.
Dana investasi yang dikelola fintech abal-abal bisa disalahgunakan untuk tindak pidana misalnya pencucian uang atau pendanaan terorisme.
Baca juga:Temukan Bongkahan Emas Senilai Rp950 Juta, Pria Ini Beberkan Cara untuk Mendapatkannya!
Selain itu, data peminjam berisiko disalahgunakan untuk tindakan kejahatan.
Negara juga tidak mendapatkan pemasukan pajak dari perusahaan fintech tak berizin ini.
Bisnis pinjam meminjam online di dalam negeri juga berpotensi merosot karena bisa menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap bisnis ini.
Jika ingin berbisnis di Indonesia, mereka harus berbadan hukum. Minimal pemegang saham lokal sebesar 15%. (Ferrika Sari)
Artikel ini sudah tayang di kontan.co.id dengan judul "Hati-hati, Fintech ilegal terus berkeliaran mencari korban".
Baca juga:Kisah Kampung 'Bule' di Bogor yang Selama 149 Generasi Memiliki Gen Putih