Advertorial
Intisari-Online.com – Tahun 1960, kepala pemerintahan Sovyet itu berkunjung ke Indonesia. Rupanya kunjungan itu meninggalkan kesan mendalam pada tokoh Sovyet itu, sehingga mendapat tempat dalam buku memoarnya.
Rupanya Khrushchev mempunyai rasa humor: ia mengirim oleh-oleh durian untuk PM Nehru, raja Afghanistan dan para pejabat teras Sovyet.
Tulisan ini dicukil dari buku Khrushchev Remembers, The Last Testaiment, Translated and Edited by Strobe Talbott, 1974, dan dimuat di Majalah Intisari edisi Juli 1985.
--
Indonesia adalah sebuah negara penting, yang menarik perhatian saya ketika masih memegang tampuk pimpinan dan masih tetap pantas untuk diperhatikan sampai sekarang. Tanahnya subur, kaya dan indah. Jumlah penduduknya hampir mencapai (waktu itu-Red) 100 juta orang.
Dibutuhkan waktu bertahun-tahun bagi Rusia untuk menyadari betapa pentingnya Indonesia. Pada tahun-tahun pertama setelah Revolusi Oktober kami hanya memperhatikan masalah politik dalam negeri dan membina hubungan dengan tetangga terdekat saja. Kami tidak banyak memberi perhatian pada Indonesia.
Sejauh yang dapat saya ingat, Stalin tidak terlalu banyak menyebut Indonesia. Saya rasa ia tidak banyak tahu tentang negeri itu, kccuali dari buku ilmu bumii. la mungkin saja mengetahui bahwa ada beberapa pulau yang disebut Sumatra dan Borneo (Kalimantan-Red) hanya itu saja.
Setelah kematian Stalin, pada saat saya memimpin, kami mulai memperhatikan Indonesia, yaitu pada saat diselenggarakannya Konperensi Bandung (KAA-Red).
Waktu itu dihasilkan suatu pernyataan bersama dan ditandatangani sejumlah kepala negara yang hadir, termasuk Nehru dan Chou En-lai. Deklarasi itu ditandatangani Soekarno delegasi Indonesia.
Baca juga: Kisah Heldy, Gadis Asal Kalimantan yang Disebut Sebagai Cinta Terakhir Soekarno
Terpelajar dan punya otak
Soekarno muncul sebagai figur politik utama di mata kami. Tidak lama kemudian namanya mulai terkenal, karena sering diliput surat kabar dan disiarkan radio. Kami, anggota Presidium, mengikuti kegiatannya melalui informasi yang disampaikan oleh TASS, yang menghimpun potongan artikel surat kabar dari seluruh dunia.
TASS mengumpulkan begitu banyak bahan, sampai-sampai kami tidak dapat memahaminya. Kami memilih bagian-bagian yang penting untuk menjadi bahan perhatian.
Dengan cara demikian kami dapat mcmpelajari kelebihan Soekarno, yaitu kebijaksanaan netralnya. Kami membaca bahwa ia telah membina persahabatan yang baik dengan Yugoslavia.
Tetapi setelah beberapa tahun berlalu, Indonesia bersikap lebih dekat dengan Rusia. Kami membina hubungan perekonomian dan membantu Indonesia dalam mengolah sumber daya alamnya. Kami mulai mengenal Soekarno lebih dekat.
Baca juga: Inilah Alasan Moh. Roem Tidak Membenci Soekarno Meski Ia Ditahan Tanpa Diadili
Ia memberikan kesan tersendiri sebagai seorang pemimpin yang baik, terpelajar dan cerdas. Kecerdasan dan pengetahuan tidak selalu timbul bersamaan.
Saya telah banyak mengenal orang-orang yang sangat terpelajar tapi tidak mempunyai otak dan saya juga mengenal orang-orang yang tidak mengenyam pendidikan formal dengan cukup, tapi punya kemampuan intilegensia yang tinggi. Soekarno terpelajar dan punya otak.
Sudah tentu ia punya juga kelemahan. Kami tidak selalu sependapat dengan cara-cara yang digunakannya untuk mendapatkan apa yang ia inginkan dan ada beberapa tindakannya yang tidak mudah untuk dipahami. Saya ingin menceritakan secara terperinci mengenai perjumpaan saya dengan Soekarno dan Indonesia.
Kami sangat berharap mendapatkan undangan untuk mengunjungi Indonesia. Saya ditunjuk untuk memimpin delegasi kami. Seperti yang sudah digariskan, kamerad Gromyko harus menyertai saya ke setiap negara yang saya kunjungi.
Kami terbang ke Indonesia menggunakan pesawat II-18s. Sempat mendarat sebentar di India dan Birma dalam perjalanan dan kemudian mendarat di Sumatra.
Kaget dimintai stadion
Kami disambut kerumunan massa yang banyak sekali jumlahnya dan penyambutan sangat megah. Presiden Soekarno menyambut kedatangan kami. Tampaknya ia menyukai upacara besar-besaran. Ia mempunyai kemampuan sebagai aktor.
Ini termasuk di antara beberapa kelemahannya. Sebagai contoh, ketika pemerintah Indonesia minta bantuan ekonomi, Soekarno sangat mengharapkan kami untuk membantunya dalam pembuatan sebuah stadion raksasa. Saya agak terkejut. Sebuah stadion yang megah hanyalah bentuk penghamburan uang bagi Indonesia.
"Mengapa Anda menginginkan stadion?" saya bertanya.
"Sebagai tempat untuk mengumpulkan massa," katanya.
Kami memberinya teknisi dan bantuan kredit seperti yang ia minta. Ketika saya tiba di Indonesia, Soekarno mengundang saya untuk menyaksikan sendiri bagaimana pembangunan dilaksanakan.
Ia mengajak saya untuk berpotret bersama dengan memegang sebuah martil balon. Soekarno memang mempunyai kemampuan sebagai pemain teater, tapi justru itulah yang tidak berkenan di mata saya.
Sudah tentu Nehru juga senang pidato dan muncul di hadapan umum, tapi Nehru tidak pernah punya niat untuk membangun sebuah stadion yang memerlukan biaya besar, kalau hanya digunakan untuk mengumpulkan massa dalam jumlah besar.
Baca juga: Pernah Diundang ke Istana Negara Pada Era Soekarno, Begini Kisah Wayang Orang Sriwedari Saat Ini
Setelah kami tiba di Jakarta, ia mengusulkan, "Bagaimana seandainya kalau Anda berkunjung untuk melihat-lihat kehidupan petani kami? Kami akan menyelenggarakan sebuah perayaan di desa dan mempertunjukkan sebuah kesenian rakyat untuk Anda."
Saya setuju. Beberapa saat kemudian waktunya untuk berangkat sudah tiba, tapi Soekarno belum tampak untuk menjemput saya. Saya menunggu dan menunggu. Akhirnya Soekarno mendatangi saya dan kami berkeliling kota. Kemudian saya menyadari apa yang menyebabkan keterlambatan.
Rupanya sebelumnya diatur agar sepanjang jalan dari Jakarta sampai di desa dipenuhi petani yang menyambut dan melambai-lambaikan tangan ketika kami lewat. Saya sama sekali tidak menyukainya.
Saya mengakui bahwa dulu pun kami sering melakukan penyambutan semacam itu. Tapi kadang-kadang rakyat yang mengambil bagian, sebenarnya tidak menyukainya.
Selama perjalanan, ia tidak memberikan kesempatan pada saya untuk keluar dari mobil, sampai kami tiba di sebuah desa kecil. Saya dikejutkan oleh keadaan rumah dan orang desa. Rakyat tinggal di dalam gubuk bambu dan tidur di balai-balai.
Lalu kami pergi lebih jauh lagi. Ada sebuah pertunjukan akan disuguhkan kepada kami, yaitu semacam upacara yang menggambarkan kehidupan manusia. Pertama-tama muncul segerombolan bayi yang baru dilahirkan, kemudian pesta pernikahan dan akhirnya pemakaman.
Pertunjukan ini mengingatkan saya pada buku yang diterbitkan oleh Sytin berjudul Life from Birth to Death. Orang-orang dalam perayaan itu memakai pakaian yang indah dan tampaknya mereka cukup makmur.
Walaupun demikian, secara umum orang Indonesia dalam pandangan saya, mereka itu miskin. Untungnya mereka tinggal di daerah tropis.
Berburu kupu-kupu untuk Seryozha
Secara pribadi iklim Indonesia bagi saya merupakan panas yang tidak tertahankan, lembap dan menyengat. Di mana-mana ada kipas angin. Di kamar tidur, di ruang makan, di aula tempat pertemuan diadakan, tapi tetap saja panasnya membuat lemas.
Saya merasakan seolah-olah mandi uap sepanjang waktu. Pakaian dalam jadi lengket dan mengakibatkan sulit untuk bernapas. Yang terlebih lagi, di mana-mana banyak nyamuk. Satu-satunya cara untuk menghindarinya adalah dengan menggunakan kelambu. Saya menganggap Indonesia tidak cocok untuk orang Eropa, terutama Rusia.
Dalam hubungannya dengan ini, saya sangat terheran-heran pada Soekarno. la sama sekali tidak berkeringat manakala saya basah kuyup. Sekali waktu kami harus terbang ke suatu tempat.
Setelah pesawat lepas landas dan mencapai ketinggian tertentu, udaranya menjadi bertambah dingin dan saya merasa seakan kembali ke kampung halaman. Saya dapat bernapas dengan lega kembali. Kemudian berpaling pada Soekarno dan melihatnya memakai pakaian yang cukup tebal serta menggigil.
"Apa yang terjadi dengan Anda?" saya bertanya.
"Saya kedinginan," katanya. "Bagaimana Anda dapat bertahan pada udara yang sedingin ini?"
Saya selalu teringat pada pemandangan dan keindahan alam di Indonesia. Terutama pada daerah di sekitar Bogor, tempat Presiden Soekarno mempunyai sebuah istana. Bangunan itu sendiri bekas tempat tinggal seorang Belanda, yaitu bekas gubernur jenderal di Indonesia.
Bangunannya luas dan mewah, jauh lebih bagus daripada Istana Livadia di Crimea. Istana itu dihiasi lapangan luas yang diatur dengan selera Inggris. Rumputnya begitu hijau dan segar.
Baca juga: Meski Menolak G30S, Pernyataan Presiden Soekarno Ini Dianggap Menyakiti Perasaan para Perwira TNI AD
Tidak jauh dari istana ada sebuah museum zoologi. Saya ditawarkan untuk berjalan-jalan ke sana dan saya menerimanya dengan senang hati. Menurut penjelasan, gedung museum itu dibangun oleh seorang berkebangsaan Jerman dan ia tinggal beberapa tahun di Indonesia untuk mengumpulkan reptil, serangga dan satwa lainnya.
Berbagai jenis kupu-kupu warna-warni juga ada di sana. Putra saya, Seryozha adalah seorang pengumpul kupu-kupu dan meminta untuk membawakannya pulang beberapa ekor dari setiap negeri yang saya kunjungi.
Kadang-kadang saya minta bantuan pengawal untuk menangkapkan beberapa ekor dan mereka meneruskannya dengan meminta bantuan pihak keamanan Indonesia untuk melakukannya.
Ketika Soekarno mengetahui bahwa anak saya senang mengumpulkan kupu-kupu, ia lalu berlari-lari untuk mengejar dan menangkap kupu-kupu itu. Saya lihat ia melakukan hal tersebut dengan mata kepala saya sendiri.
Baca juga: Keputusan Soekarno saat di Halim Ini Banyak Dianggap Sebagai Salah Satu Titik Balik Penting G30S
Ia adalah seorang yang menarik, dan sama sekali tidak tersinggung akan gurauan kami tentang Presiden Indonesia yang berburu kupu-kupu untuk putra Khrushchev.
Mengirim durian untuk raja
Perjalanan saya ke Indonesia meliputi juga beberapa pertemuan, rapat umum dan pidato. Soekarno adalah seorang orator yang baik dan tampaknya ia suka sekali berbicara di hadapan umum. Saya juga sempat menyampaikan sejumlah pidato.
Di Indonesia saya banyak menghadiri jamuan makan dan diperkenalkan pada berbagai macam jenis makanan yang belum pernah saya lihat. Saya tertarik pada suatu jenis buah yang disebut durian. Bijinya mirip buah kenari, yang mempunyai lapisan tebal dan ditutupi kulit berduri. Buahnya berwarna agak kuning.
Ketika pertama kali dihidangkan buah durian, saya memperhatikan orang-orang Indonesia yang duduk mengelilingi saya semuanya tersenyum dan saling berbisik satu sama lain, seakan-akan bakal terjadi sesuatu yang lucu.
Soekarno mengambil sepotong buah durian dan memberikannya pada saya. Saya mencicipinya, dan mendadak terasa aroma busuk dan menjijikkan, serasa daging busuk. Tapi Soekarno memakannya dengan lahap dan tidaklah sopan bagi saya kalau tidak mencobanya.
Saya tidak mengatakan bahwa rasanya enak, tapi lumayan — selama Anda menutup hidung pada saat memakannya.
Saya bermaksud memberikan oleh-oleh buah yang beraroma aneh itu untuk para kamerad di Moskwa. Kami baru saja membuka penerbangan rutin antara Moskwa — Jakarta. Oleh karena itu saya meminta pengawal untuk mengirimkan beberapa karton durian untuk seluruh anggota dan calon anggota Presidium.
Karena pesawat kami terbang ke Moskwa melalui New Delhi dan Kabul, saya memerintahkan untuk mengirimkan beberapa karton untuk Nehru dan raja Afghanistan.
Baca juga: Dari Soekarno Sampai Si Unyil, Bagaimana Peci Menjadi Ikon Nasional
Beberapa waktu kemudian, Nehru dan raja Afghanistan mengucapkan terima kasih pada saya, tapi mengatakan pada saya bahwa mereka terpaksa membuangnya karena buah tersebut sudah busuk.
Para kamerad saya di Presidium juga mengatakan hal yang sama. Saya tertawa dan mengatakan bahwa buah tersebut tidak busuk, memang aromanya demikian.
Mau tapi malu
Sekali waktu dalam perjalanan saya di Indonesia, Soekarno membawa saya beberapa hari ke Bandung, tempat diselenggarakannya Konferensi Bandung. Tempat itu juga dijadikan sebagai tempat peristirahatan pejabat pemerintahan Indonesia. Bandung letaknya di kaki gunung. Karena letaknya tinggi, maka udaranya terasa sejuk.
Selama berada di Bandung, ada sejumlah pesta diselenggarakan dengan iringan musik rakyat setempat. Soekarno adalah seorang yang pandai bergaul. Ia sangat menyukai dansa, sehingga orang lain pun diajaknya berdansa.
Baca juga: Inggit Garnasih, Kartini Terlupakan Di Belakang Soekarno
Saya tidak mau mengatakan kalau saya tidak pernah berdansa. Ketika masih muda, saya malu untuk berdansa, walaupun saya lebih suka melihat orang lain melakukannya. Saya hanya jadi penonton di pinggir, tapi sebenarnya saya ingin juga ikut berdansa.
Yang hanya saya tahu adalah salah satunya yang terkenal di Donbass ketika masih muda. Semua orang berpegangan tangan dan berdansa mengelilingi sebuah lingkaran. Kami, biasanya juga berdansa berpasangan, tapi saya tidak melakukannya, karena monoton.
Pada malam pertama di Bandung, Soekarno berdansa sampai hampir pingsan. Malam kedua, sebelumnya saya memperingatkan dia, "Tuan Presiden, saya tidak mau ikut pesta malam ini, saya lelah dan memang saya kurang menyukainya."
"Anda harus ikut, jika tidak yang lainnya akan tersinggung." Tapi di wajahnya tersungging senyuman, dan barangkali dapat saya katakan bahwa mungkin ia berpikir saya bergurau.
Baca juga: BJ Habibie: Didorong Soekarno Ditarik Soeharto
Kemudian, ketika meja dan kursi disisihkan untuk membentuk sebuah arena dansa, saya mengatakan, "Presiden, saya tidak ingin terjadi suatu kesalahpahaman. Secara serius saya sudah mengatakan pada Anda sebelumnya, saya benar-benar terlalu lelah untuk ikut berdansa. Saya ingin beristirahat sekarang."
Ia melihat pada saya dengan wajah yang terkejut dan mengatakan selamat malam, kemudian berlalu. Sebagian dari delegasi kami tetap bertahan. Saya yakin bahwa pada malam itu Gromyko menjadi tukang dansa nomor satu dari pihak kami.
Soekarno tidak pernah berdansa dengan satu wanita saja. Ia akan mengajak setiap wanita yang dilihatnya. Kalau wanita itu menolak, Soekarno akan memaksanya untuk melantai, walaupun dilakukan secara sopan dan dengan sikap yang lihai sekali. Saya pikir Soekarno terlalu suka berdansa.
Baca juga: Sukmawati Soekarnoputri: Bapak Menangis Karena Mendengar Kabar Pembunuhan Massal Terkait G30S
Di satu pihak mungkin ia ingin menjadi tuan rumah yang baik, tetapi di pihak lain, tampaknya ia terlalu bergairah dengan hiburan semacam ini.
Pada dasarnya saya tidak ingin memberikan suatu gambaran yang keliru. Saya menginginkan pembaca dapat menarik kesimpulan yang tepat. Seperti kita juga, Soekarno punya kelemahan tertentu yang manusiawi. Tapi secara umum saya menyukainya dan terutama menaruh hormat yang mendalam padanya.
Kini walaupun ia telah tersingkir dari gelanggang politik, saya tetap kagum pada pengabdiannya.
Baca juga: Menjelajah Rumah Pengasingan Soekarno di Berastagi (1)