Intisari-Online.com – Lembaran hitam sejarah Inggris kini dapat dilihat di London Dungeon, sebuah museum baru di sebelah selatan tepi sungai Thames yang baru dibuka permulaan tahun ini, untuk umum.
Pada pintu masuk London Dungeon tertulis tiga kata: "Penghinaan, Kutukan, dan Kematian", sesuai dengan apa yang dipertontonkan di dalam London Dungeon ini.
Museum baru ini diterangi oleh nyala lilin dan sinar yang remang-remang tersembunyi di belakang sarang labah-labah dari plastik.
Di ruang pertama terdapat mahluk-mahluk gaib, seperti: tukang sihir jaman sebelum Masehi, peri-peri, dan si kakek Shony, setan laut Skotlandia yang suka menyeret orang-orang yang tenggelam ke puri bawah lautnya.
Baca juga: Di London, Ada 100 Hantu 'Resmi' di Bangunan-bangunan Tua, di Kotamu Berapa?
Sebenarnya, Shony adalah seorang pria yang mentakjubkan dengan janggut panjang dan badannya tertutup kaos hijau tertutup sisik ikan.
Ruang berikutnya, ruang bersejarah, melukiskan penyaliban ST. George, seorang Santo pelindung Inggris. Di hadapannya terdapat Boadicea, ratu Inggris pada abad pertama, yang sedang sibuk menikam tenggorokan seorang serdadu Romawi.
Seorang pengunjung. Yang sudah terbiasa dengan keadaan gelap dan suara-suara yang mengerikan yang datang dari segala sudut itu, akan menyadari bahwa London Dungeon adalah suatu tempat yang seirius, yang mencoba menggambarkan kebiadaban manusia terhadap manusia lain, yang berhubungan dengan sejarah Inggris.
Ada pula sebuah tableau mempertontonkan para korban Reformasi yang dibakar hidup-hidup. Kutipan dari riwayat-riwayat kuno dipampangkan pada tembok-tembok hitam.
Misalnya: sebuah laporan kejadian pada tahun 1511 "pembakaran orang-orang yang melawan agama, menyebabkan kenaikan harga kayu".
Melihat pembunuhan Anne Boleyn, istri kedua Henry VIII yang malang itu, pengunjung dapat melihat dengan jelas penyiksaan yang pernah terjadi di Tower of London.
Suatu peringatan ditulis di situ: "Pertunjukan ini tidak untuk para pengunjung yang penakut atau cepat merasa mual. Dan harus menanggung risiko sendiri kalau mimpi jelek".
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR