Advertorial

Meskipun Sudah 'Berpisah Jalan', Bung Hatta Tidak Pernah Punya Dendam pada Bung Karno

Moh. Habib Asyhad
K. Tatik Wardayati
,
Moh. Habib Asyhad

Tim Redaksi

Intisari-Online.com – Walaupun secara kenegaraan, Bung Hatta sudah berpisah dari Bung Karno, namun hubungan keduanya sebagai sahabat tetap baik.

Tidak ada dendam pribadi di antara keduanya. Serang-menyerang antarkeduanya, baik secara terbuka maupun melalui surat kabar sudah dimulai sejak zaman pergerakan.

Namun menyangkut hubungan pribadi, mereka saling menjaga agar tidak menyinggung perasaan dan tidak menyakiti hati masing-masing.

Pada suatu saat di tahun 1962 Bung Hatta sakit. Pada saat itu Bung Karno menyempatkan diri menengok sahabatnya tersebut, lalu memutuskan agar Bung Hatta memperoleh perawatan yang baik di luar negeri. Akhirnya Bung Hatta dapat berobat ke Swedia.

Begitupun sebaliknya, ketika Bung Karno menjadi tahanan rumah pasca G 30 S/PKI, Bung Hatta tetap menaruh perhatian atas nasib karibnya itu.

Baca juga: 48 Tahun Wafatnya Bung Karno: Akhir Tragis Hidup Sang Proklamator

Pertemuan antara keduanya tidak mungkin lagi karena penguasa melarang siapa pun untuk menemui Bung Karno, sampai akhirnya jatuh sakit yang demikian parah.

Setelah melihat penderitaan Bung Karno yang sudah sedemikian parah, Bung Hatta minta kepada Presiden Suharto agar Bung Karno dirawat di rumah sakit.

Presiden Suharto akhirnya mengijinkan dirawat di RS Gatot Subroto, tetapi dengan pengawalan yang amat ketat dan perawatan ala kadamya.

Pada suatu saat, Bung Hatta mengajukan permohonan kepada Presiden Suharto agar diizinkan menengok karibnya yang tengah dirundung malang tersebut.

Maka bertemulah kedua proklamator di rumah sakit, sebuah pertemuan yang digambarkan oleh Meutia Hatta putri Bung Hatta, sedemikian mengharukan.

Baca juga: Meutia Hatta: Meski Seorang Proklamator, Bung Hatta Tak Pernah Pernah Sombong

"Begitu masuk ruang," tulis Meutia, "Ayah langsung menuju tempat tidur Bung Karno sambil berkata: "Aa No, apa kabar?" "Bung Karno diam saja, memandang Ayah beberapa lama.

Kemudian mengucapkan kata-kata yang sulit kami tangkap, tapi kira-kira berbunyi: " 'Hoe gaat het met jij? - apa kabar? Tak lama kemudian, beberapa kali air mata beliau menetes ke bantal, sambil memandang Ayah beberapa lama yang terus memijiti lengan Bung Karno. Beliau malah minta dipasangkan kacamata, agar dapat memandang Ayah lebih jelas lagi."

"Tidak ada kata-kata lebih lanjut, namun kiranya hati keduanya saling berbicara. Mungkin juga beliau berdua mengenang sukaduka di masa perjuangan puluhan tahun silam, masa-masa pergaulan bersama dan mungkin saling memaafkan," kenang Meutia.

Tidak ada dendam, tidak ada amarah. Mereka berbeda pendapat, tetapi nurani mereka tetap bersih tak ternoda karena sadar bahwa hidup hanya sekejap.

Pertemuan tersebut menjadi pertemuan terakhir antarkeduanya, karena dua hari sesudahnya Bung Karno wafat.

(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Juli 2009)

Baca juga:Bung Karno Pernah Didesak Jadi Raja, Tanggapan Sang Proklamator Sungguh Mengagumkan

Artikel Terkait