Advertorial

48 Tahun Wafatnya Bung Karno: Akhir Tragis Hidup Sang Proklamator

Agustinus Winardi
Agustinus Winardi
,
Ade Sulaeman

Tim Redaksi

Intisari-Online.com -Setelah diberhentikan sebagai Presiden RI pada tahun 1967, Soekarno (Bung Karno) segera diperintahkan untuk meninggalkan Istana dalam waktu 2x24 jam.

Waktu sekitar 2 hari itu jelas merupakan waktu yang tidak cukup untuk melakukan perpindahan secara leluasa mengingat saat itu Bung Karno sedang sakit.

Ia kemudian tinggal di rumah Ibu Fatmawati di Jalan Sriwijaya, Kebayoran Baru, Jakarta dan tidak mendapat perlakuan yang layak sebagai mantan Presiden I RI dari pemerintah Orde Baru.

Tidak lama kemudian Bung karno dipindahkan oleh penguasa ke Bogor.

Baca juga:Maulwi Saelan, Ajudan Bung Karno Sekaligus Kiper Legendaris Indonesia yang Menahan Imbang Tim Terkuat Eropa

Saat itu Proklamator Kemerdekaan RI itu sedang dalam keadaan sakit ginjal yang makin parah sehingga wajahnya terlihat bengkak-bengkak.

Kemudian, atas permohonan keluarga, Bung Karno dipindahkan di Wisma Yaso (sekarang Museum Satria Mandala), Jakarta Pusat.

Pada 21 Juni 1970 tiga tahun setelah diberhentikan sebagai Presiden, Bung Karno meninggal dunia akibat menderita sakit ginjal kronis sehingga ginjalnya tidak berfungsi sama sekali.

Ia meninggal sebagai tahanan politik Orde Baru. Salah seorang keluarga Bung Karno menyatakan bahwa Bung Karno meninggal dalam keadaan sangat menderita karena selama sakit tidak diberi obat.

Baca juga:Ho Lopis Kuntul Baris, Slogan Bung Karno Mengajak Rakyat untuk Menggalang Kekuatan

Demikianlah akhir kehidupan seorang Proklamator yang begitu tragis. Padahal semasa menjabat sebagai Kepala Negara, Bung Karno cenderung mengampuni orang-orang yang membangkang atau sengaja melakukan gerakan makar terhadap pemerintah.

Menurut fakta sejarah, ternyata tidak ada satu pun pembangkang terhadap Bung Karno yang mendapat hukuman yang setimpal sejak masa revolusi kemerdekaan hingga masa PRRI/Permesta karena selalu dimaafkan oleh Bung Karno, bahkan sebagian besar diberi amnesti dan abolisi.

Sebaliknya, Bung karno, begitu jatuh dari jabatannya, kemudian dikurung dan tidak mendapat perawatan kesehatan yang layak sehingga meninggal dunia.

Mendengar berita bahwa jenazah Bung Karno akan dikebumikan di Blitar, mantan KSAU yang merupakan teman dekatnya, yakni Suryadarma bersama keluarga pergi ke Bandara Halim Perdanakusuma tempat jenazap Bung Karno disemayamkan dan akan diangkut pesawat C-130 Hercules.

Baca juga:Rahasia Kecantikan 'Abadi' Naoko Nemoto, Istri Tercantik Bung Karno yang Kini Sudah Berusia 78 Tahun

Suryadarma yang sudah di-black-list oleh Pemerintah Orde Baru, berusaha menyelinap ke dalam kokpit salah satu pesawat C-130 yang akan mengantarkan jenazah Bung Karno dan berhasil.

Suryadarma memang tidak diundang oleh pemerintah untuk ikut dalam rombongan pengantar jenazah, yang terdiri dari para pejabat Orde Baru dan keluarga Bung Karno ke Blitar.

Pesawat yang ditumpangi Suryadarma saat itu diterbangkan oleh Mayor Udara O.H. Wello hingga tiba di Malang.

Lalu perjalanan dilanjutkan dengan menumpang kendaraan yang disediakan oleh AURI untuk mengantar rombongan pengantar jenazah Bung Karno ke Blitar.

Di sepanjang perjalanan dari Malang hingga ke Blitar, begitu banyak rakyat yang berbondong-bondong menyambut rombongan pengantar jenazah Bung Karno.

Suatu kejadian aneh terjadi di dalam perjalanan menuju Blitar, yaitu truk-truk pasukan AD yang mengawal para pejabat Orde Baru mendadak mogok semua di tengah perjalanan.

Akibatnya, rombongan harus melakukan perjalanan sampai Blitar tanpa pengawalan tentara satu pun.

Setibanya di tempat pemakaman Bung Karno, terlihat lautan manusia yang sudah menantikan jenazah Bung Karno.

Bertemu dengan jutaan massa pengagum Bung Karno yang berkabung sempat membuat nyali beberapa pejabat Orde Baru ciut karena tidak ada pasukan pengawal yang menjaga mereka.

Ketika jenazah Bung Karno dimasukkan ke dalam liang lahat, sekonyong-konyong suasana menjadi sunyi senyap.

Lautan manusia yang begitu padatnya memenuhi lokasi, semuanya terdiam, hening. Dalam keheningan, yang terdengar hanyalah isak tangis dari pihak keluarga Bung Karno.

Rakyat dan para pelayat lainnya semua terdiam saat melepas kepergian Sang Proklamator.

(Sumber Buku Bapak Angkatan Udara Suryadi Suryadarma Penerbit Buku Kompas 2017)

Baca juga:Pertikaian Dua Saudara Kandung Akhirnya Melahirkan Adidas dan Puma dan Sampai Kini Terus Berseteru

Artikel Terkait