Intisari-Online.com - Meskipun mobil proklamator itu susah dihitung, yang kerap dipakai untuk urusan kenegaraan hanya dua. Yakni Buick 1939 dan De Soto 1938.
(Baca juga: Bung Karno Pernah Didesak Jadi Raja, Tanggapan Sang Proklamator Sungguh Mengagumkan)
Mobil bikinan Amerika itu mulanya milik Kepala Departemen Perhubungan Jepang. Sedan hitam itu konon paling keren di Jakarta.
Sang mobil berpindah tangan ke Bung Karno hanya karena rayuan Sudiro, mantan walikota Jakarta, pada si sopir Jepang.
Sejak itu mobil bertenaga 6700 CC itu bersama sang sopir pertama, Moh. Arip, mengantar sang proklamator ke mana pun beliau pergi.
Bahkan mobil itulah yang membawa Dwi Tunggal Soekarno-Hatta meletakkan karangan bunga di Tugu Proklamasi (1955).
(Baca juga: Ketika 'Sang Proklamator' Mendekam Di Istal Kuda)
Sekarang ia pantas menghuni Gedung Joang 45 dan masih bisa jalan 20 kilometer per jam.
Tragisnya, ia tak asli lagi. Pelek aslinya yang model jari-jari dicolong tangan panjang.
Mobil dinas Bung Karno yang lain, De Soto, bernomor Republik II. Nasibnya agak menyedihkan, malahan lebih memilukan dibanding saudaranya Republik I.
Saking banyaknya yang diangkut dan kurang perhatian, jalannya sempoyongan mirip goyang Karawang.
Untungnya, sedan 3550 CC ini bisa didesain ulang ke bentuk aslinya, berkat uluran tangan Hasyim Ning.
Tetapi ia tak bisa benar-benar seperti semula. Barangkali lantaran waktu masih jadi oplet kurang terawat, sang mobil kini merana.
Mesinnya nyaris hancur-hancuran, ban kempes dan kursi amburadul.
Walaupun uluran tangan diberikan anak- anak Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Dr. Moestopo, sang De Soto masih tetap nestopo (nestapa).
Mobil Bung Hatta, Imperial bikinan 1905 menurut cerita burung bisa hidup sendiri.
"Tengah malam lampunya suka tiba-tiba nyala. Dari dalamnya suka terdengar suara-suara orang ngobrol dalam bahasa Belanda," cerita seorang penjaga Gedung Joang.
Saking santernya cerita itu sampai ada yang mengirim air kembang dan kemenyan.
Tapi cerita yang bisa bikin bulu kuduk merinding itu dibantah Soebagiyanto, dari Ge- dung Joang.
"Gimana nyala sendiri, wong mesinnya saja susah hidup."
Yang jelas, katanya, banyak orang memohon tidur di dalam mobil itu. Untuk apa?
"Cari wangsit SDSB." Nomor polisinya dimistik oleh yang gila buntut. Ada-ada saja...
(Artikel ini pernah ditulis di tabloid Otomotif edisi 12 Agustus 1991)