Daktilitas adalah kemampu-an suatu bangunan berubah bentuk (deformasi) atau menyesuaikan diri terhadap dorongan lateral yang diakibatkan gempa. Setiap bangunan memiliki tingkat daktilitasnya sendiri, hingga berlanjut mencapai satu batas elastisnya atau istilahnya batas leleh. Saat sudah mencapai batas lelehnya, bangunan itu akan kembali ke bentuk semula.
Sebuah bangunan dikatakan tahan gempa, bila ia tidak runtuh walau dihantam dengan dorongan lateral yang besar sekalipun. Dindingnya boleh retak-retak atau rusak kecil-kecilan. Namun jika struktur bangunannya tetap kokoh berdiri, masih absah dikatakan sebagai bangunan yang tahan gempa.
Ketahanan terhadap gempa ini menjadi penting karena dalam suatu bencana gempa bumi, runtuhnya bangunan merupakan penyumbang korban jiwa terbanyak. Jika bangunan tetap kokoh berdiri, tentu harapannya jumlah korban bisa berkurang.
Cetak dulu sebelum kirim
Pada struktur bangunan, "panel n" berfungsi sebagai komponen struktur pemikul beban. Ada dua macam beban yang dipikulnya. Pertama, beban vertikal yang terdiri atas "beban mati" yakni beban Dangunan itu sendiri beserta "beban hidup", yakni beban fungsi dari bangunan. Beban kedua adalah beban lateral, atau beban yang berasal dari goyangan gempa dan hembusan angin yang arahnya cenderung horizontal.
Panel dirancang berdasarkan analisis struktur bangunan gedung. Ya seperti merancang gedung pada umumnya. Ukuran panel ditentukan dari ukuran bentang dan lebar bangunan, jumlah lantai, konfigurasi bangunan, fungsi gedung, lokasi gedung itu dibangun, jenis tanah, dan beberapa pertimbangan lainnya.
Pembuatan panel menggunakan bahan-bahan yang umum dipakai pada pembuatan beton bertulang, yakni semen (portland cement), pasir beton, batu pecah (kerikil), baja tulangan dan air. Seluruh bahan kemudian diproses menggunakan cetakan dengan ukuran yang sudah direncanakan, hingga menjadi komponen panel dinding beton bertulang pracetak.
Pembuatan panel yang dilakukan di pabrik, menurut Nana membuat kualitasnya dapat terjaga dengan baik. Berbeda dengan cara konvensional yang dirakit di lokasi, sehingga kemungkinan terjadinya kesalahan cukup besar. Setelah selesai dibuat, panel beserta komponen panel lantai semi pracetaknya (half slab) proses penyambungan antarpanel dinding sehingga terbentuklah ruang. Lantai semi pracetak juga dirakit dan dilakukan pengecoran pada bagian topping.
Panel-panel yang sudah terhubungkan akan segera membentuk ruangan. Tentu ini akan menghemat waktu. Bila rongga di bawah panel tidak mau digunakan sebagai sambungan dengan modul ruang lain, maka bisa dipasangi partisi dengan memakai bahan-bahan yang umum seperti bata, batako, atau tripleks.
"Dinding partisi ini tidak akan memikul beban, karena sudah dipikul oleh panel," tutur Nana yang Sarjana Teknik Sipil dari Institut Teknologi Nasional, Bandung, ini.
Rongga terbuka di bawah rangka sebenarnya juga berfungsi untuk mengurangi sifat masif dari rangka saat diberikan dorongan lateral. Semakin berkurang sifat masif ini, maka bangunan akan semakin elastis saat menghadapi guncangan gempa. Di sisi lain, rongga itu juga mempermudah saat melakukan penyambungan dengan modul ruangan lain.
Untuk penyambungan antar-panel dilakukan dengan menggabungkan dua cara, yakni sambungan basah (wet joint) dan sambungan kering (dry joint). Sambungan basah berupa pengisian lokasi sambungan dengan menggunakan adukan non susut, sementara sambungan kering berupa sambungan las pada baja tulangan. Jika baja tulangan pada masing-masing panel sudah tersambung, adukan non susut mengisinya.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR