Baca juga: Tentang Tiga Orang Indonesia di Kamp Konsentrasi Nazi di Mauthausen
Seorang tukang sayur yang ramah selalu memberikan apa-apa yang dimintanya. Tukang dagingnya adalah kenalan Miep. Tukang susu langganan pun tak pernah bertanya apa-apa pada Miep.
Pada suatu hari tukang sayur tak kelihatan lagi. Suami Miep membisikkan istrinya bahwa si tukang sayur itu ditangkap karena ia menyembunyikan orang Yahudi.
Miep jadi lemas. Siapa tahu rahasianya bocor jika si tukang sayur buka bicara akibat disiksa. Dengan berpura-pura tenang, Miep cepat-cepat meninggalkan toko sayur itu dan mencari tempat lain.
4 Agustus 1944 yang menentukan
Bagaimana ia bisa hidup dengan perasaan takut macam itu? Untuk mempertahankan hidup, ia membiasakan diri menceritakan berita-berita yang baik saja, lebih-lebih kepada teman-teman yang disembunyikannya.
Perasaan takutnya juga tak pernah diceritakannya kepada suaminya. "Kalau berbicara soal takut, orang jadi tidak bisa bekerja," kata Miep. Apakah Miep pernah mimpi buruk? "Saya tidak punya waktu untuk itu," katanya lagi.
Satu-satunya "obat" patah semangat adalah berita dari BBC tentang majunya pasukan Sekutu. Di peta, Otto Frank sampai-sampai menandai gerakan Sekutu dengan jarum pentul. Jarum itu makin lama makin dekat ke Belanda.
Tanggal 4 Agustus 1944, Nazi datang ke Jl. Prinsengracht. Seperti biasa, pada pagi harinya, Miep mengambil kertas pesanan belanja. Di kantor ia tengah duduk di depan meja tulisnya ketika pada pukul 11.00 tiba-tiba muncul seorang berseragam dengan revolver di tangan.
"Diam di tempat dan tetap tenang!" perintahnya. Ia lalu pergi ke ruang belakang. Koophuis berbisik pada Miep, "Kini segalanya sudah gawat, Miep."
Memang peristiwa yang buruk pun terjadilah. Di belakang terdengar suara langkah teman-teman Yahudi Miep yang ditangkap. Kraler dan Koophuis juga ikut ditangkap. Miep tidak. Suatu peristiwa kebetulan berhasil menyelamatkan dirinya dari penangkapan.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR