Advertorial
Intisari-Online.com – Mungkin kebanyakan di antara kita sudah mendengar tentang Anne Frank, anak Yahudi yang menulis buku harian dalam persembunyian di Amsterdam.
Buku harian itu begitu mengharukan sampai dibuat film dan diterjemahkan ke dalam banyak bahasa. Namun, cerita kali ini bukan tentang buku itu, tetapi tentang wanita yang menyembunyikannya. Miep Gies menulis buku yang diberi judul: Anne Frank Remembered.
“Tidak, saya bukan pahlawan," kata Miep Gies. Ia mengatakan hal itu dengan tenang dan pasti tanpa kesan berpura-pura.
Miep Gies dan suaminya bersama-sama dengan beberapa orang Belanda yang lain telah menyembunyikan suami-istri Frank beserta putri-putri mereka, Anne dan Margot, keluarga Van Daan dengan putranya Peter dan juga dokter gigi Albert Dussel di belakang rumah di Jl. Prinsengracht 263, Amsterdam, selama dua tahun dalam Perang Dunia II.
Baca juga: Siapa Pengkhianat Anne Frank Hingga Ia Bisa Tertangkap Polisi?
Yang disembunyikan itu adalah keluarga-keluarga Yahudi yang tengah diburu Nazi.
"Kelihatannya Miep tak pernah sekali pun melupakan orang yang disembunyikannya," tulis Anne di buku hariannya dulu. Meskipun demikian Miep akhirnya tak bisa menyelamatkan mereka.
Usaha menyembunyikan itu terbongkar. Keluarga Frank, keluarga Van Daan dan Albert Dussel diangkut ke kamp konsentrasi pada bulan Agustus 1944. Korban satu-satunya yang selamat hanyalah Otto Frank yang kemudian mengunjungi Miep lagi di Amsterdam setelah perang.
Anne ternyata meninggal di bulan Maret 1945 di Bergen-Belsen.
Tutup pundak Anne
"Tak ada hari yang lewat tanpa mengingat gadis itu," kata Miep sedih. Di laci ruang tamunya, Miep menyimpan barang-barang kenangan, termasuk buku harian Anne, yang bisa diselamatkan setelah sahabat-sahabat Yahudinya itu diangkut Nazi.
Baca juga: Lembar Rahasia dari Buku Harian Anne Frank Terungkap, Berisi Lelucon 'Nakal'
Barang- barang itu antara lain: kotak bedak Nyonya Frank, tutup pundak waktu menyisir rambut milik Anne, sebuah catatan belanja yang ditulis Tuan Van Daan. Juga ada sebuah menu galadinner yang diperuntukkan untuk Miep dan suaminya yang diketik oleh Anne serta sebuah bintang Yahudi.
"Kami tidak bisa melupakannya, karena kami toh hidup dengan manusia. Orang bilang, seandainya kami begini atau begitu mungkin .... " kata Miep. Kini kenangannya terhadap keluarga Frank ditulisnya dalam sebuah buku berjudul Anne Frank Remembered.
Miep Gies berkenalan dengan keluarga itu pada tahun 1933. Waktu itu Miep yang berusia 24 tahun melamar pekerjaan sebagai sekretaris pada Otto Frank.
Frank memimpin Perusahaan Travies & Co., cabang dari perusahaan dagang di Koln yang bergerak dalam bidang pengawetan makanan.
Paspor ditandai J
Miep dan pimpinannya merasa cocok. Hal itu lebih didukung lagi karena keduanya bisa berkomunikasi dalam bahasa ibu mereka, yakni bahasa Jerman. Soalnya, Miep Gies yang tahun 1909 lahir di Wina sebagai Hermine Santrouschitz, baru tinggal di Belanda setelah berusia sebelas tahun.
Baca juga: Meski Sudah Berusia 75 Tahun, Buku Harian Anne Frank Masih Relevan hingga Sekarang
Otto Frank sendiri datang ke Belanda bersama-sama istrinya Edith dan anak-anaknya, Anne dan Margot, pada tahun 1933. Mereka pindah dari Jerman karena menghindari kejaran Nazi.
Miep dan calon suaminya, Henk, segera menjadi orang kepercayaan keluarga Frank.
Tanggal 10 Mei 1940 tidak ada lagi ketentraman buat masyarakat Yahudi di Belanda. Soalnya, Nazi menduduki negeri itu dan mengeluarkan undang-undang anti-Yahudi. Orang Yahudi tidak boleh lagi muncul di taman, perpustakaan, cafe, bioskop dan restoran.
Paspor mereka ditandai huruf J, rekening bank mereka ditutup. Terdengar desas-desus tentang pengiriman orang-orang Yahudi ke kamp kerja paksa. Namun, apa persisnya yang terjadi di kamp itu tak ada seorang pun yang tahu pada waktu itu.
Mulai awal tahun 1942, orang Yahudi harus mengenakan bintang kuning.
Baca juga: Misteri Pembunuh Anne Frank pada Perang Dunia II Akhirnya Terkuak
Otto Frank sudah sejak bulan Desember 1941 melepaskan jabatan sebagai direktur Travies & Co. Di awal tahun 1942 ia memutuskan untuk menyembunyikan diri di sebuah ruangan yang tak terpakai di rumah di Jl. Prinsengracht 263 bersama-sama keluarganya.
Otto Frank mengemukakan rencananya kepada Miep pada suatu pagi. Miep menulis dalam bukunya percakapan waktu itu. Ia terdiam sejenak.
Lalu Otto Frank berkata, "Anda terpaksa bekerja dengan saya seperti biasa walaupun dalam jarak yang tidak langsung. Itulah sebabnya saya hendak bertanya, apakah Anda keberatan?"
Miep menjawab, "Sama sekali tidak!" Otto Frank menarik napas dalam-dalam dan meneruskan kata-katanya, "Apakah Anda siap, Miep, memikul tanggung jawab ini dan mengurus kami selama kami bersembunyi?"
Miep menyanggupi. Mereka bertukar pandangan yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. "Miep, setiap orang yang menolong orang Yahudi akan diganjar hukuman berat, penjara misalnya," kata Otto Frank.
Miep lekas-lekas memotong pembicaraannya, "Saya tahu itu dan itu bisa berlaku bagi saya."
Tukang sayurnya ditangkap
Di awal bulan Juli segalanya berjalan lebih jauh. Di kantor, sebagian besar orang sudah maklum. Elli, tukang ketik steno, Koophuis, direktur yang baru dari Travies & Co., serta pimpinan perusahaan, Kraler.
Setiap orang tampaknya punya tugas sendiri- sendiri. Setiap pagi, waktu istirahat sarapan, Miep menyelinap ke "rumah belakang" untuk mengambil pesanan belanja. Biasanya ia sudah amat dinantikan oleh kedelapan orang "buruan" itu.
Mereka berjajar di muka meja makan dengan perasaan ingin tahu tentang kejadian-kejadian "di luar".
Sorenya, Miep muncul lagi untuk menghibur dan membawakan pesanan belanja mereka. Karena Miep tidak mempunyai kartu jatah makanan yang cukup, maka ia harus hati-hati berbelanja di toko- toko makanan yang bisa menjual makanan tanpa kartu jatah.
Baca juga: Tentang Tiga Orang Indonesia di Kamp Konsentrasi Nazi di Mauthausen
Seorang tukang sayur yang ramah selalu memberikan apa-apa yang dimintanya. Tukang dagingnya adalah kenalan Miep. Tukang susu langganan pun tak pernah bertanya apa-apa pada Miep.
Pada suatu hari tukang sayur tak kelihatan lagi. Suami Miep membisikkan istrinya bahwa si tukang sayur itu ditangkap karena ia menyembunyikan orang Yahudi.
Miep jadi lemas. Siapa tahu rahasianya bocor jika si tukang sayur buka bicara akibat disiksa. Dengan berpura-pura tenang, Miep cepat-cepat meninggalkan toko sayur itu dan mencari tempat lain.
4 Agustus 1944 yang menentukan
Bagaimana ia bisa hidup dengan perasaan takut macam itu? Untuk mempertahankan hidup, ia membiasakan diri menceritakan berita-berita yang baik saja, lebih-lebih kepada teman-teman yang disembunyikannya.
Perasaan takutnya juga tak pernah diceritakannya kepada suaminya. "Kalau berbicara soal takut, orang jadi tidak bisa bekerja," kata Miep. Apakah Miep pernah mimpi buruk? "Saya tidak punya waktu untuk itu," katanya lagi.
Satu-satunya "obat" patah semangat adalah berita dari BBC tentang majunya pasukan Sekutu. Di peta, Otto Frank sampai-sampai menandai gerakan Sekutu dengan jarum pentul. Jarum itu makin lama makin dekat ke Belanda.
Tanggal 4 Agustus 1944, Nazi datang ke Jl. Prinsengracht. Seperti biasa, pada pagi harinya, Miep mengambil kertas pesanan belanja. Di kantor ia tengah duduk di depan meja tulisnya ketika pada pukul 11.00 tiba-tiba muncul seorang berseragam dengan revolver di tangan.
"Diam di tempat dan tetap tenang!" perintahnya. Ia lalu pergi ke ruang belakang. Koophuis berbisik pada Miep, "Kini segalanya sudah gawat, Miep."
Memang peristiwa yang buruk pun terjadilah. Di belakang terdengar suara langkah teman-teman Yahudi Miep yang ditangkap. Kraler dan Koophuis juga ikut ditangkap. Miep tidak. Suatu peristiwa kebetulan berhasil menyelamatkan dirinya dari penangkapan.
Di antara para tentara Nazi ada yang tidak sepenuhnya Nazi. Orang itu berbicara dengan aksen Austria. Ketika orang itu mengancam Miep di pinggir meja tulis, Miep berdiri dan berbicara setenang mungkin, "Anda orang Wina. Saya juga dari Wina."
Tadinya kalimat itu seperti tak ada pengaruhnya. Namun, dengan cermat si orang Austria itu memeriksa kartu identitas Miep dan memerintahkannya untuk tinggal. "Terima kasih ya Tuhan atas rakhmatMu," kata Miep.
Lututnya gemetar
Orang itu seperti tahu perasaan Miep yang hendak tetap tinggal di kantor dan menyelamatkan apa-apa yang masih bisa diselamatkan.
Pria itu harus menolongnya. Begitu mereka pergi, Miep termenung di kantornya. Bisakah orang Jerman melepaskan teman-temannya jika dibayar uang tebusan yang tinggi? Miep ingin menawarkan hal itu kepada petugas berseragam yang dari Austria tersebut.
Dengan hati berdebar-debar, ia pergi ke kantor pusat Nazi. Padahal ia tahu bahwa beberapa orang yang masuk gedung itu seringkali tidak muncul lagi.
Waktu pertama kali berkunjung, si orang Austria itu tidak sendirian di ruang kerjanya. Itulah sebabnya ia mencoba bertemu keesokan harinya. Ia berkata bahwa ia tak bisa berbuat apa-apa.
Baca juga: Nasib Mengerikan Wanita Korut di Kamp Konsentrasi, Diperkosa Lalu Dibunuh Setelah Melahirkan
Permintaan Miep harus dibicarakan dulu dengan atasannya. Dengan lutut gemetar, pergilah Miep ke ruang yang ditunjuk dan mengetuk pintunya. Tak ada yang membukakan pintu.
Ketika ia akhirnya bisa masuk, ia melihat para pimpinan Nazi sedang mengelilingi radio untuk mendengarkan siaran BBC. Waktu itu perbuatan Miep bisa dijatuhi hukuman mati.
Saat itu Miep berusaha untuk kuat menghadapi situasi. "Siapa pimpinan di sini?" tanyanya. Seseorang berdiri, menghampirinya, memegang pundaknya. "Babi!" gerutunya sambil mendorong Miep dengan kasar keluar ruangan dan menutup pintu. Misi Miep gagal.
Meskipun demikian harapannya untuk bertemu kembali dengan teman- temannya tidak pupus.
Koophuis kembali selama perang, sedangkan Kraler kembali setelah Jerman menyerah. Otto Frank kembali ke Amsterdam di bulan Juni 1945 dan hidup bersama-sama Miep sekeluarga.
Baca juga: Terus Dihantui Mimpi Buruk, Korban Selamat Holocaust Ini Masih Mengenakan Seragam Kamp Konsentrasi
"Kami mempunyai kenangan yang sama. Itu yang penting," kata Miep. Namun demikian kenangan itu hampir tak pernah dibicarakan.
"Masing-masing mengenangnya sendiri-sendiri," kata Miep. Membicarakan kenangan itu sama artinya dengan menguakkan luka lama.
Baru ketika putra Miep, Paul, yang lahir pada tahun 1950 sudah cukup besar untuk memperhatikan dan bertanya, Miep mulai menjelaskan segalanya.
Cerita Anne Frank tentang kehidupannya selama bersembunyi tidak lekas-lekas dibaca Miep. Lukisan gadis itu di kertas dan buku-buku dalam kamar tidur keluarga Frank disimpannya saja dan belakangan diberikannya kepada Otto Frank.
Otto Frank selalu mendesaknya untuk membaca buku itu dan selama itu ia masih punya alasan untuk menghindari membacanya.
Cetakan kedua buku harian Anne sudah hampir terbit ketika akhirnya Miep mau membuka buku harian Anne. "Saya membaca seluruh isinya tanpa beristirahat. Dari kata pertama, saya seolah-olah mendengar suara Anne yang seakan-akan kembali dari kejauhan dan berbicara langsung dengan saya. Reaksi spontan saya adalah rasa syukur bahwa saya tidak membacanya begitu Anne dibawa Nazi walaupun buku itu terletak di samping saya, dalam laci meja tulis. Seandainya saya membacanya, saya mungkin akan membakarnya. Soalnya, tulisan Anne itu amat mengerikan," kata Miep. (Karen Andersen – Intisari Agustus 1987)
Baca juga: Buchenwald, Kamp Konsentrasi Nazi yang Kini Menjadi Tempat Penampungan Pengungsi