Advertorial
Intisari-Online.com – Irene de Fauw berumur 30 tahun. Rambutnya coklat, mata coklat, dan wajahnya memperlihatkan kerut-kerut kesusahan.
Wanita yang tinggal di sebuah desa dekat Bordeaux di Prancis ini sia-sia saja mencari tahu siapa ayah-ibunya.
Tetapi ia bukan yatim piatu biasa. Ia hasil 'proyek pengaryaan’ Eropa (yang gagal) yang diselenggarakan oleh Nazi.
Hitler bercita-cita mengisi negara-negara yang ditaklukkannya dengan ras superior, ras arya murni.
Tanggal 7 September 1940, Himmler menyatakan bahwa setiap keluarga harus mempunyai 4 orang putera: dua boleh jadi korban peluru di medan perang dan dua orang lai harus meneruskan keturunan.
Setahun sebelumnya ia sudah mengumumkan bahwa: “Adalah tugas suci bagi wanita-wanita dan gadis-gadis Jerman berdarah murni untuk menjadi ibu di luar perkawinan dari anak-anak orang yang pergi perang. Hal ini dilakukan bukan untuk main-main tetapi untuk tujuan yang mulia.”
Baca juga: Tentang Tiga Orang Indonesia di Kamp Konsentrasi Nazi di Mauthausen
Banyak juga wanita-wanita dan gadis-gadis yang dibutakan oleh propaganda Nazi ini. Dengan semboyan: Jede Deutsche Frau schenkt der Fuehrer ein Kind (Setiap wanita Jerman memberikan seorang anak kepada Fuehrer), wanita-wanita yang mendaftarkan dirinya untuk jadi ibu tanpa ikatan pernikahan.
Mereka dipilih, diselidiki asal-usulnya, diperiksa keadaan tubuhnya, lalu dimasukkan ke dalam “Lebensborn” (Pancuran Hidup) yang tersebar di beberapa negara Eropah yang ditaklukkan: 8 di Narwegia, 2 di Austria, satu di Polandia, satu di Belgia, satu di Nederland, satu di Perancis, dan 12 di Jerman sendiri.
Serba menyenangkan
Lebensborn berupa sekelompok villa-villa mewah yang terlindung di hutan, dijaga oleh SS dan dilengkapi dengan tempat melahirkan yang diperlengkapi dengan alat-alat bedah yang paling hebat untuk jaman itu, dokter, ahli kebidanan dan pengasuh-pengasuh anaik.
Organisasi Lebensborn pusatnya di Steinshoering, sebuah kota kecil berpenduduk 500 orang di sebelah Tenggara Munich.
Siapa yang dipilih sebagai “Zuchtbullen" (sapi jantan pemacek) untuk maksud ini? Perwiira-perwira SS adalah manusia-manusia pilihan. Mereka diperkenalkan dengan wanita-wanita sukarelawan ini dalam pesta-pesta di Lebensborn, yang dikelilingi oleh taman-taman luas dan tembok setinggi 3 meter. Suasana pesta konon penuh rasa kepahlawanan.
Baca juga:Dimana Stalin Sewaktu Nazi Menyerang Rusia?
Wanita-wanita yang hamil tinggal dalam Lebensborn sejak kandungannya berumur 3 bulan. Seorang pengasuh anak yang bekerja pada Lebensborn di Steinshoering, Nona Paula Hessler yang berumur 72 tahun, masih ingat bahwa kehidupan di sana menyenangkan.
“Wanita-wanita ini biasanya tinggal 12 bulan dalam Lebensborn. Mereka membantu pekarjaan rumah tangga, memasak, bermain dengan anak-anak, main piano, menyanyi. Ada pertunjukan film, ada tamasya.”
“Setiap kelahiran dirayakan dengan pesta. Seluruhnya terjadi 1292 kelahiran di sana. (Hitler mengharapkan bahwa dalam 120 tahun akan ada 250 juta orang arya murni)."
Ingatan pengasuh anak pada Lebensborn di Steinshoering ini masilh jelas sekali. “Saya kira mereka (wanita-wanita itu) bahagia di sana. Jumlahnya ratusan. Tetapi semua hanya dikenal dengan nama kecilnya saja. Dari tingkah laku mereka, saya menarik kesimpulan bahwa mereka berasal dari tingkat sosial yang balk, bahkan kadang-kadang sangat tinggi. Dari waktu ke waktu datanglah delegasi-delegasi SS. Tetapi mereka hanya mengadakan kontak dengan bagian administrasi dan dokter-dokter.”
Paula Hessler tetap bekerja di sana sampai Jerman kalah dan melanjutkan pekerjaannya sebagai pengasuh anak sampai beberapa puluh tahun kemudian sehingga mendapat bintang kehormatan dari pemerintah Jerman.
Baca juga: Simon Wiesenthal Si Pemburu Pasukan SS: Tiada Maaf Bagi Nazi
Dibuat film
Irene de Fouw yang diceritakan pada permulaan karangan merupakan contoh dari anak yang lahir dalam sebuah Lebensborn di Lamoriaye, Perancis. Cerita tentang Irene difilmkan oleh Marc Hillel dan Clarissa Henry.
Film yang lamanya 2 jam ini sudah disiarkan oleh BBC dan dibeli oleh TV Jerman, Kanada, Nederland, Swedia, dan PBB. Penduduk Perancis juga akan menyaksikannya lewat TV akhir tahun ini dengan nama: “Auu nom de la race”.
Buku dengan nama sama akan diterbitkan oleh Fayard, Perancis, bulan Januari.
Maksud dari pembuat film ialah menemyjab jejak wanita-wanita, pria-pria, dan anak-anak yang dilahirkan akibat program Nazi itu. Menurut statistik ada ribuan anak-anak yang lahir dari hubungan tersebut antara tahun 1936-1945.
Marc Hillel dan Clarissa Henry yang menemukan organisasi Lebensborn itu, dan menemukan Paula Hessler.
Baca juga: Bangunan Rahasia Nazi Baru Terbongkar Setelah 38 Tahun Didirikan di Kanada, Begini Wujudnya
Irene de Fouw mungkin tetap percaya bahwa orangtuanya Perancis dan mati disiksa Jerman dalam kamp konsentrasi dan bahwa ia lahir di Bar-le-Duc. Irene dibesarkan di rumah piatu di Bar-le-Duc.
Ketika umurnya 13 tahun ia diangkat anak. Orangtua angkatnya menjawab tidak tahu kalau ia menanyakan asal usulnya. Kadang-kadang mereka bilang bahwa ia lahir di kamp konsentrasi di Jerman.
Tetapi pada umur 15 tahun, di para-para rumahnya ia menemukan sebuah surat yang dialamatkan kepada ibu angkatnya, “Dengan hormat. Saya adalah ibu permandian dari Irene de Fouw. Saya seorang perawat dan saya berada di Lamoriaye ketika ia dilahirkan.”
Tidaik lama setelah ditemukan, surat itu hilang. Tetapi Irene tidak melupakan nama Lamoriaye, meskipun ia tidak tahu di mana tempat itu.
Ia bertekad akan menyelidiki sendiri asal-usulnya. Pada umur 18 tahun ia menikah dan mulai menelusuri asalnya, mulai dari Bar-le-Duc. Di sana ia tidak mendapat jawaban apa-apa.
Di tempat pemeliharaannya sebelum diangkat anak, di kantor polisi maupun pengadilan ia mendapat jawaban bahwa tentang dia tidak ada catatan apa-apa.
Irene lalu tenggelam dalam kesibukan mengurus anaknya yang lahir. Tahun 1968 ia mulai lagi menyelidiki. Ia menulis ke mana-mana. Orang hanya menjawab bahwa namanya berbau Jerman atau Swedia. Jadi ia menulis ke konsul Swedia dan Jerman.
Seorang teman kemudian menasihatkan agar menulis ke Palang Merah Internasional di Jenewa.
Ketemu foto
Ia menulis surat ke sana tanggal 29 Agustus 1970 dan dijawab agar bertanya ke Palang Merah Hamburg. Tanggal 14 Oktober 1970 ia menerima jawaban dari bagian riset Palang Merah Alrosen Jerman.
Dalam surat itu disertakan 2 lembar foto bayi yang pada karton di muka perutnya tertulis nama Inggrid de Fouw, lahir 31 Juli 1944, persis hari kelahiran Irene.
Baca juga: Nasib Anak-anak Para Pemimpin Nazi: Bertobat dan Mengabdi kepada Sesamanya dengan Menjadi Imam
“Sepanjang malam saya duduk di kursi, memandangi kedua foto itu dan menangis. Saya tidak tahu apakah foto itu gambar saya, sebab saya tidak punya foto lain pada umur sekian. Saya berpikir semalam-malaman. Saya memandang wajah saya di cermin dan membandingkannya dengan wajah saya.
Bayi itu mempunyai lengkung alis yang sama dan mata yang sama dengan saya. Saya mengenali diri saya sendiri. Tetapi bedanya nama saya Irene, bukan Ingrid. Tetapi saya tahu bahwa di panti asuhan nama yang berbau asing diganti.”
“Hampir setahun kemudian, tanggal 30 Agustus 1971, saya menerima surat kedua yang menyatakan bahwa saya dilahirkan dalam klinik bersalin yang diurus oleh tentara Jerman.”
“Kemungkinan besar klinik tersebut terletak di Lamorlaye dekat Chantilly dan Anda diungsikan dari sana pada tanggal yang tidak bisa dipastikan, kemungkinan dalam bulan Agustus 1944. Kemudian Anda dikembalikan ke Perancis bulan Agustus tahun 1946.”
Ketika saya membaca nama Lamorlaye, saya yakin bahwa wanita yang menulis surat kepad aibu angkat saya tidak berdusta.
Baca juga: Nasib Anak-anak Para Pemimpin Nazi: Ternyata Ada yang Meneruskan Cita-cita Nazisme Ayah Mereka
Surat-surat yang memuat keterangan jelas tentang orang tua saya sudah dihancurkan pada akhir perang. Saya berkeyakinan bahwa saya harus terus mencari keterangan.
Ketika mengunjungi Lamorlaye, saya mengetahui bahwa ayah saya tidak lain daripada seorang perwira SS. Dulu saya benci orang Jerman karena saya percaya bahwa mereka telah menyiksa orang tua saya.
Saya tidak pernah berusaha menilai ibu saya. Sedangkan ayah saya, Jerman atau bukan, toh ayah saya. Saya ingin menemukan seorang di antara keluarga saya. Karena itulah saya bicara. (Paris Match – Intisari Desember 1974)
Baca juga: Ini Eksperimen Medis Nazi yang Renggut Ribuan Nyawa, Mulai Heterokromia hingga Gas Mustard